Arah Juang adalah publikasi sosialis di Indonesia. Edisi cetak kami berisi Perspektif, Teori, Strategi Taktik, Sejarah serta berbagai Perjuangan dan reportase aksi massa.
Dewan Redaksi
Dipo Negoro dan Riang Karunianidi
+62-895-3791-35489
redaksi.arah.juang@gmail.com
https://linktr.ee/arahjuang
Arah Juang diterbitkan oleh Perserikatan Sosialis, organisasi politik sosialis di Indonesia.
Prinsip dan Perspektif Perserikatan Sosialis
Kapitalisme Indonesia
Kapitalisme di Indonesia muncul dari hasil cangkokan kolonialisme Belanda ke berbagai sistem kekuasaan di Nusantara. Kolonialisme Hindia Belanda menghasilkan sebuah masyarakat dengan kepemilikan privat yang kecil-kecil. Borjuis dalam negeri berkembang lemah, dengan organisasi politik yang kecil serta terlokalisasi. Mereka tidak mampu mengembangkan budaya nasional ataupun kekuatan sosial. Kenyataannya, perjuangan melawan kolonialisme sebagian besar dipimpin oleh intelektual-intelektual radikal dengan berdasarkan pada pengorganisasian dan mobilisasi massa. Mereka yang membangun hegemoni mengenai revolusi, perjuangan dan bergerak aktif.
Konfigurasi kelas ini yang kemudian membayangi Indonesia kedepannya dengan segala kontradiksi dan kerumitannya. Di satu sisi terdapat para elit yaitu borjuis dalam negeri, para jenderal, pejabat dan konglomerat; di sisi yang lainnya terdapat kubu kelas buruh dan rakyat yang terdiri dari petani secara keseluruhan, borjuis kecil dan rakyat pekerja.
Ketika Proklamasi 1945 dikumandangkan, berdiri Indonesia sebagai negara kapitalis. Karena kolonialisme Belanda tidak menjalankan industrialisasi, Indonesia menjadi negara kapitalis yang tidak memiliki modal ataupun kemampuan mengakumulasikan modal yang signifikan.
Setidaknya sejak awal 1960, kubu kelas buruh dan rakyat yang didalamnya antara lain Soekarno, PKI, pendukungnya dan berbagai kelompok kiri lainnya semakin radikal, mobilisasinya membesar serta ide-idenya semakin diterima massa. Akibatnya pengaruh kubu kelas buruh dan rakyat melampaui kubu para elit di massa. Dukungan terhadap elit mengecil di beberapa tempat dan menghadapi kemungkinan kalah dalam politik. Semakin kalah kubu para elit tersebut maka semakin mereka menyandarkan diri pada militer yang bisa menghabisi semua penentangnya dengan senjata tanpa adu pengaruh, mobilisasi dan ide. Pertarungan itu juga terkait dengan pandangan mengenai Indonesia kedepannya. Kubu kelas buruh dan rakyat dengan visi Sosialisme ala Indonesia, anti-imperialisme, anti-kolonialisme dan anti-feodalisme melawan kubu para elit kontra-revolusi dan pro-imperialisme.
Bukti-bukti menunjukan pengalaman kekerasan maupun sikap reaksioner kubu para elit kontra-revolusi, khususnya militer Indonesia. Mereka juga sudah berulang kali berupaya merebut kekuasaan, lewat berbagai pemberontakan, kudeta termasuk upaya pembunuhan Soekarno. Namun kubu kelas buruh dan rakyat dalam persoalan kekuasaan terjebak dalam kontradiksinya sendiri. PKI tidak dapat menyerukan pemberontakan untuk berkuasa, pun demikian jalur untuk berkuasa lewat pemilihan umum ditutup sendiri oleh Soekarno dan PKI. Analisa “Negara Dua Aspek” PKI mendorong PKI untuk mengambil strategi retooling untuk masuk ke dalam dan menguasai kabinet. Strategi retooling membuat mobilisasi massa berkurang signifikansinya. Mobilisasi massa bukan melatih ataupun menuju perebutan kekuasaan namun sekedar menciptakan suasana dan keputusan retooling tetap (bergantung) pada Soekarno. Di sisi yang lain analisa PKI justru melihat kabinet dan bukan alat represinya yaitu militer, polisi dan penjara sebagai inti dari negara.
Kubu para elit kontra-revolusi berhasil merebut kekuasaan dengan Malapetaka 1965. Malapetaka 1965 bukan saja kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Namun ini menjungkirbalikan seluruh proses pembangunan bangsa Indonesia sejak 1920an. Kubu para elit kontra-revolusi berhasil menjegal revolusi demokratik dan semua tendensi revolusi sosial serta mengembalikan cengkraman Imperialisme di Indonesia.
Selama 32 tahun, Indonesia berada dibawah kediktaktoran Rezim Militer Orde Baru. Pada 1965-67, Rezim Militer Orde Baru mengundang Bank Dunia, IMF dan pemerintahan negara-negara imperialis untuk turut mengatur dan menentukan kehidupan ekonomi Indonesia. Indonesia diintegrasikan kedalam sistem ekonomi global sebagai sebuah negara yang terbelakang dan dicengkram oleh Imperialisme. Rezim Militer Orde Baru bergantung sepenuhnya dari investasi dan utang negara-negara Imperialis. Sumber daya alam Indonesia semakin cepat dikeruk dan Indonesia menjadi pasar tenaga kerja murah. Investasi yang masuk tidak berskala cukup besar untuk mendorong industrialisasi, seperti di negeri Imperialis sendiri. Investasi mendorong pendirian pabrik-pabrik sedang dan kecil yang menggunakan teknologi relatif rendah. Pada era 1970an akhir dan awal 1980an, harga minyak mentah mengalami kenaikan. Ini memungkinkan Rezim Militer Orde Baru memberikan beberapa sogokan kepada borjuis kecil, terutama petani. Secara politik, itu artinya keresahan bisnis kecil dan menengah, serta keresahan petani kecil setidaknya bisa mereda dalam satu dekade.
Pada akhir tahun 1980an penanaman modal asing serta hutang luar negeri banyak merampas tanah-tanah para petani. Sementara itu aktor perlawanan di Indonesia, yaitu mahasiswa, akhirnya juga dijatuhi kebijakan “massa mengambang” oleh Soeharto pasca perlawanannya di tahun 1978. Di sisi lain juga terdapat kondisi masuknya pelajaran-pelajaran perjuangan internasional dalam menggulingkan rezim otoriter, seperti People Power di Filipina; kaum kiri yang pada tahun 1965 dipenjarakan tanpa pengadilan, beberapa dibebaskan; karya-karya sastra Pramoedya Ananta Toer diterbitkan, ini memperlemah kekuatan tabu membaca dan mempelajari sejarah gerakan maupun ide-ide kiri pada umumnya. Kondisi tersebutlah yang menjadi landasan awal perkembangan gerakan radikal setelah hampir dua dasawarsa ditindas oleh Soeharto. Partai Rakyat Demokratik berkembang dari mahasiswa-mahasiswa serta rakyat yang berhasil diorganisasikan dan dimajukan kesadarannya. Strategi utamanya adalah politik mobilisasi massa serta turun ke rakyat.
Soeharto dijatuhkan dalam Reformasi 1998. Reformasi 1998, merupakan perjuangan luar biasa yang dapat menggulingkan Soeharto dari tampuk kekuasaan. Terutama dilancarkan oleh kaum muda, mahasiswa dengan senjata utamanya yaitu mobilisasi massa, yang dibangun sejak era 1980an. Pun begitu Reformasi 1998 belum menyelesaikan persoalan kekuasaan politik. Kekuasaan beralih dari faksi Soeharto dan kroninya ke faksi-faksi borjuis lainnya. Faksi-faksi borjuis yang sama yang menghentikan Reformasi 1998. Lewat Deklarasi Ciganjur, Amien Rais, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Megawati, dan Abdurrahman Wahid, memberikan dukungan kepada Rezim BJ Habibie untuk menyelenggarakan pemilihan umum dan mencabut Dwi Fungsi ABRI secara bertahap. Larangan berserikat bagi kaum buruh dicabut, 5 Paket UU Politik dicabut, referendum Timor Leste diselenggarakan dan pers menjadi lebih bebas. Namun TAP MPRS yang melarang penyebarluasan Marxisme, Leninisme dan Komunisme tidak dicabut dan justru diperkuat dengan UU No 27 Tahun 1999. Demikian juga propaganda negatif terhadap Soekarno dan PKI tetap dibiarkan berkembang. Para elit politik kembali menyandarkan dirinya pada kekuatan militer, sementara kesadaran massa masih rendah dan kekuatan revolusioner belum bangkit. Akibatnya penuntasan revolusi demokratik terhenti dan para elit mendapatkan kekuasaan.
Strategi Revolusi Perserikatan Sosialis
Revolusi demokratik yang belum tuntas memunculkan persoalan kebangsaan, demokratisasi dan militerisme. Tugas mendesak kelas buruh dan rakyat adalah menuntaskan revolusi demokratik. Penuntasan tersebut tidak bisa dilihat terpisah dari revolusi sosialis. Penuntasan revolusi demokratik secara revolusioner akan mempermudah kelas buruh untuk mengorganisasikan kekuatannya. Melemahkan cengkraman kelas borjuis yang setengah hati dalam perjuangan demokrasi. Dari penuntasan revolusi demokratik tersebut kelas buruh dapat segera, sesuai dengan tingkat kekuatannya, kekuatan kesadaran kelas dan proletariat yang terorganisir, untuk bergerak ke revolusi sosialis.
Hanya kelas buruh dan rakyat yang memiliki kekuatan dan kepentingan untuk menuntaskan perjuangan demokrasi. Para elit Indonesia didominasi atau terikat dengan kekuatan imperialis selain memiliki kepentingannya sendiri. Demi kekuasaan maka kelas borjuis akan mempertahankan militerisme untuk berhadap-hadapan dengan kekuatan kelas buruh dan rakyat.
Kelas buruh harus merumuskan dan memperjuangkan program-program demokrasinya yang independen, tegas, menyeluruh dan jelas. Dengan begitu maka kelas buruh dapat membangun aliansi dan memimpin rakyat untuk menuntaskan revolusi demokratik. Dari perjuangan bersama tersebut maka rakyat pekerja yaitu semi-proletar, tani miskin, penggarap, pekerja mandiri dan rakyat yang dieksploitasi lainnya bisa mendapatkan pengalaman perjuangannya sendiri dan melihat bahwa kepentingan mereka bertentangan dengan para elit termasuk borjuis pedesaan. Dengan begitu maka kelas buruh bersama rakyat pekerja dapat tanpa terinterupsi melancarkan revolusi sosialis.
Penuntasan revolusi demokratik ini bukan dengan mendirikan rezim borjuis melainkan dengan kediktaktoran demokratis revolusioner kelas buruh dan rakyat. Penaklukan kekuasaan politik dilakukan dengan melucuti negara kapitalis, pertama kali adalah melucuti aparatus represifnya yaitu militer, polisi, sistem hukum serta penjaranya. Di mana tentara reguler akan digantikan dengan milisi buruh dan rakyat bersenjata; semua “pejabat” akan dipilih dan dapat di-recall sewaktu-waktu, serta upah mereka setara dengan upah rata-rata buruh ahli; dilakukan rotasi reguler dari “pejabat” terpilih. Selain menaklukan kekuasaan politik, secara bertahap aset-aset kapitalis harus diambilalih. Pengambilalihan secara bertahap tersebut akan dimulai dengan alat-alat produksi yang paling siap. Ini juga bukan berarti pengambilalihan seluruh kepemilikan privat, melainkan kepemilikan borjuis terhadap alat produksi yang telah secara efektif disosialisasikan oleh kapitalisme. Kepemilikan privat yang kecil-kecil akan didorong, bukan dengan paksaan namun dengan contoh dan bantuan sosial, untuk menjadi koperasi atau bentuk kooperatif lainnya.
Kemenangan revolusi sosialis di Indonesia akan direspon oleh negara-negara Imperialis dengan intervensi militer atau paling minimal adalah upaya isolasi. Kondisi ini akan diperburuk dengan tenaga produktif yang terbelakang di kapitalisme Indonesia. Akibatnya kita akan berhadapan dengan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan material rakyat pekerja serta tendensi birokratisasi. Untuk melawan itu maka dukungan aktif dan keterlibatan sadar rakyat pekerja harus terus dikembangkan. Ini ditambah dengan pembangunan solidaritas antar kelas buruh dan rakyat di negeri-negeri lainnya khususnya di negara-negara imperialis itu sendiri.
Bukan hanya bilamana kelas buruh di negara Imperialis berhasil menumbangkan kelas borjuis dan memenangkan revolusi sosialis, maka akan semakin berkurang negara Imperialis yang merongrong pemerintahan hasil revolusi sosialis di Indonesia. Perserikatan Sosialis juga memandang perjuangan kelas buruh melawan kapitalisme dan imperialisme serta perlawanan rakyat pekerja terhadap penindasan adalah perjuangan bersama yang mendunia. Tujuan dari perjuangan itu adalah untuk membangun tatanan masyarakat sosialisme: tatanan masyarakat adil, makmur, lestari, bebas dari penghisapan dan penindasan.
Strategi Taktik Perserikatan Sosialis
Strategi utama dalam memenangkan revolusi dan sosialisme adalah pembangunan partai revolusioner. Sosialisme hanya bisa dibangun dengan secara sadar merestrukturisasi hubungan sosial untuk kemudian menghapus pembagian kelas. Revolusi sosialis juga merupakan perubahan sosial fundamental pertama dalam sejarah umat manusia yang dilancarkan oleh kelas sosial terendah. Kelas buruh hanya bisa merealisasikan potensi kekuasaan ekonomi dan mendapatkan pengalaman manajerial setelah penggulingan kapitalisme. Terlebih lagi, kelas buruh menghadapi musuh kelas borjuis dengan jaringan yang tersentralisasi dari kekuatan militer, finansial serta ideologi.
Kelas buruh dan rakyat dapat secara spontan terlibat dalam perjuangan untuk kepentingan mendesak atau sehari-harinya. Termasuk mencapai kesadaran yang dibutuhkan untuk menciptakan organisasi massa seperti serikat buruh untuk perjuangan tersebut. Namun perjuangan spontan itu tidak cukup untuk menciptakan kesadaran politik atau mencapai kesatuan tindakan yang dibutuhkan untuk menggulingkan tatanan kapitalis dan mengorganisasikan masyarakat secara sosialis.
Di bawah kapitalisme, kelas buruh dan rakyat memiliki kesadaran politik heterogen hasil dari beragam kondisi kehidupan dan pengalaman perjuangan. Para elit sendiri akan terus memecah belah kelas buruh. Heterogenitas ini cenderung menurun ketika kelas buruh dan rakyat melancarkan aksi bersama melawan kapitalis. Namun perjuangan pasti akan ada pasang dan surutnya. Di masa “damai”, kelas buruh dan rakyat dengan mudah didominasi oleh ideologi kelas berkuasa.
Oleh karena itulah dibutuhkan partai revolusioner yang menyatukan elemen-elemen terbaik dari kelas buruh dan rakyat pekerja. Menyatukan mereka yang telah mengembangkan kesadaran sosialis dan komitmen untuk menjalankan aktivitas politik revolusioner, tidak peduli gerakan sedang pasang atau surut. Partai revolusioner adalah ingatan dari kelas buruh, di mana sejarah dan pengalaman perjuangan kelas dipelajari. Partai revolusioner akan menyediakan teori yang koheren, kesadaran, kepemimpinan serta organisasi untuk melampaui spontanitas dan memenangkan revolusi dan sosialisme.
Perserikatan Sosialis melihat bahwa kelas buruh adalah kekuatan utama dalam perjuangan menggantikan kapitalisme dengan sosialisme. Kekuatan itu didapatkan dari posisi sentral kelas buruh dalam proses produksi kapitalisme. Tidak ada kelas lain yang memiliki kekuatan yang serupa. Dalam negara kapitalis terbelakang seperti Indonesia, mayoritas penduduk Indonesia adalah rakyat bawah serta ditindas. Persatuan harus dibangun bersama mereka, dengan mendukung tuntutan serta perjuangan progresif mereka. Menghubungkannya dengan perjuangan kelas buruh serta berupaya menyatukannya dalam kepemimpinan Perserikatan Sosialis.
***
Situasi revolusioner tidak bisa diciptakan oleh kaum revolusioner. Tetapi ini tidak berarti kaum revolusioner tidak akan berpartisipasi, sesuai kemampuan di setiap saat, dalam upaya memperkuat kekuatan kelas buruh sebagai faktor utama keberhasilan revolusi. Kaum revolusioner bisa membangun organisasi kaum revolusioner profesional, itulah yang sedang kami bangun.
Hingga saat ini, Perserikatan Sosialis bekerja sebagai sebuah kelompok propaganda. Penekanan kerja sebagai kelompok propaganda bukanlah secara serampangan. Kelompok propaganda adalah proses menuju partai massa buruh revolusioner. Untuk menjadi sebuah partai massa buruh revolusioner di Indonesia, dibutuhkan keanggotaan ratusan ribu (bahkan jutaan) kader revolusioner profesional.
Kelompok propaganda dapat terlibat dalam beragam aktivitas, namun karena secara kuantitas kecil dan pengaruhnya di rakyat pekerja juga kecil, maka kelompok propaganda melakukan rekrutmen berdasarkan atas ide-ide sosialisme. Kami tidak memiliki ilusi bahwa kami memiliki kapasitas untuk menggerakan rakyat pekerja dalam perjuangan-perjuangan besar dan merekrut atas dasar itu. Namun kami tidak mengidealisir kondisi sebagai kelompok propaganda. Kami dapat memainkan peran penting dalam memulai ataupun mengintervensi gerakan, melalui kombinasi mendukung secara riil sesuai kemampuan dan juga mendorongnya lebih maju sesuai situasi serta kondisi gerakan.
Kami baru dapat merekrut sedikit kader, belum menggerakan massa. Kerja-kerja utama kelompok propaganda adalah memproduksi dan mendistribusikan koran ataupun terbitan lainnya. Menyelenggarakan pertemuan di mana diskusi mengenai politik dan teori bisa dilakukan. Serta membawa ide kami ke dalam gerakan-gerakan setiap saat kami sanggup berpartisipasi serta berupaya agar gerakan tersebut bisa memenangkan tujuannya.
Kami melihat terutama sekali di antara kaum muda buruh, pelajar serta mahasiswa, rekruitmen kader-kader terbaik untuk perjuangan memenangkan sosialisme bisa dilakukan. Di Indonesia yang sudah mengalami lebih dari setengah abad hegemoni ideologi hasil Rezim Militer Orde Baru, kaum muda memiliki peran dan tanggung jawab unik dalam membangkitkan ide-ide Sosialisme yang dipinggirkan. Kerja-kerja pembangunan Perserikatan Sosialis di antara kaum muda paling efektif dapat dilakukan dengan organisasi kaum muda sosialis yang berhubungan erat dan bersolidaritas dengan Perserikatan Sosialis namun secara organisasional mandiri. Organisasi kaum muda sosialis dapat menjadi tempat dimana kaum muda dapat melatih teori dan praktek dalam mengarahkan peran historis, semangat serta kepeduliannya ke sesama dalam perjuangan melawan penindasan serta mewujudkan sosialisme.
Untuk meyakinkan kaum muda dalam perjuangan revolusioner maka Perserikatan Sosialis secara aktif mendukung, membangun dan bekerjasama erat bersama Organisasi Kaum Muda Sosialis. Ini juga dilakukan dengan organisasi kaum muda lainnya yang memiliki solidaritas politik dengan Perserikatan Sosialis.
Solusi Perserikatan Sosialis
Perserikatan Sosialis memperjuangkan dan mendorong perluasan hak-hak demokratik dan hak asasi manusia. Memperjuangkan hak serikat buruh serta kebebasan sipil. Menghapus semua produk hukum yang anti demokrasi. Termasuk juga melawan mereka yang menghalangi demokrasi.
Kami memperjuangkan rehabilitasi bagi korban kejahatan kemanusiaan melalui Pengadilan HAM terhadap seluruh Jenderal, Pejabat serta Konglomerat pelaku Kejahatan Kemanusiaan. Rehabilitasi ini termasuk kepada ide-ide Marxisme, Komunisme dan Leninisme yang dikambinghitamkan oleh Rezim Militer Orde Baru dalam Malapetaka 1965.
Kami juga mendukung sekularisasi yang memisahkan agama dari negara dan pemerintahan. Serta menjamin kebebasan untuk (ataupun pilihan untuk tidak) beragama, berkeyakinan, beribadah bagi seluruh penduduk.
Perjuangan demokrasi tersebut juga berlaku dalam ekonomi. Ini berarti memperjuangkan kontrol kelas buruh dan rakyat pekerja atas ekonomi. Kontrol tersebut berarti perencanaan serta pelaksanaan rencana ekonomi harus diawasi, disetujui dan dijalankan oleh pemerintahan yang diwujudkan dari kekuatan serta organisasi buruh dan rakyat.
Kami mendukung tuntutan petani untuk melawan perampasan tanah dan Reforma Agraria Sejati yaitu tanah untuk penggarap. Kami juga memperjuangkan hidup dan kondisi kerja yang layak. Ini termasuk perjuangan untuk upah yang layak; pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan bervisi kerakyatan; kesehatan gratis, berkualitas dan mudah diakses.
Kami mendukung Industrialisasi Nasional untuk mengembangkan tenaga produktif demi kesejahteraan dan kemajuan rakyat. Kami juga mendukung nasionalisasi aset-aset strategis di bawah kontrol rakyat. Kami juga mendukung redistribusi kekayaan nasional.
Kami mendukung pembebasan perempuan dari seksisme serta melawan penindasan terhadap seksualitas manusia.
Kami juga mendukung kesetaraan penuh untuk hak masyarakat adat serta kaum muda.
Perjuangan kami juga termasuk melawan rasisme, seksisme, serta fundamentalisme kanan.
Memperjuangkan perlindungan lingkungan hidup serta sistem tanggap bencana dan deteksi dini bencana secara komprehensif.
Perserikatan Sosialis mendukung perdamaian dan solidaritas internasional dengan mendukung hak menentukan nasib sendiri serta menolak intervensi imperialis. Serta penghapusan utang-utang luar negeri seluruh negara dunia ketiga.
Jika ingin bergabung dengan Perserikatan Sosialis silahkan isi form di bawah ini:
[…] Tentang Kami […]