PerjuanganPernyataan SikapStrategi Taktik

Pernyataan Sikap GEBRAK: Kapitalisme, Oligarki dan Militerisme Musuh Kelas Pekerja! Bangun Persatuan dan Perlawanan Nasional!

Pernyataan Sikap GEBRAK Menyambut Hari Buruh Sedunia, Hari Pendidikan Nasional, Marsinah dan 27 Tahun Reformasi 1998

Hari Buruh Sedunia sudah di depan mata! Bersama dengan itu, di Indonesia rentetan peringatan perlawanan di bulan Mei juga menyusul! Hari Pendidikan, dibunuhnya Marsinah, Tragedi Trisakti 1998, dan juga Pogrom 1998. Tragedi demi tragedi, kita maknai bersama sebagai simbol perlawanan rakyat terhadap rejim militer Soeharto.

Ya, 27 tahun lalu, bersama dengan tumbangnya Soeharto, kekuasaan militer pun ikut tumbang. Ruang demokrasi terbuka lebih luas. Buruh dapat secara bebas membentuk serikatnya. Tani dapat secara bebas melahirkan serikat-serikatnya. Melancarkan aksi-aksi pendudukan baik pabrik maupun tanah untuk menuntut haknya tak lagi dihadapkan pada moncong senjata ABRI.

Namun hari ini, sisa-sisa Orde Baru terus menerus dirangkul oleh elit-elit reformis gadungan, tangan-tangan jendral penuh darah, tangan-tangan yang menculik Wiji Thukul, Dedi Hamdun, dan 11 kawan lainnya, tangan-tangan yang membunuh Marsinah, tangan-tangan yang menghadang pemogokan-pemogokan pabrik di era Orde Baru dengan moncong senjata kembali berada di atas tampuk kekuasaan negeri. Rejim Prabowo berhasil mengonsolidasikan elit dari kalangan manapun secara merata.

Bukan tanpa dasar kaum buruh menyatakan bahwa kondisi demokrasi rakyat mengalami kemunduran. Mengalami “bell-turn” autokrasi, disebabkan dari berbagai kebijakan dan manuver elit kekuasaan dalam 10 tahun terakhir yang mengindikasikan erosi demokrasi. Pasca Reformasi 1998, Indonesia mengalami liberalisasi ekonomi dan politik yang signifikan. Namun, hal ini juga membuka jalan bagi neoliberalisme dan rekonsolidasi kekuatan militer. Kebijakan-kebijakan di era Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjukkan kecenderungan ini, dengan dorongan lembaga keuangan internasional untuk menciptakan iklim investasi yang “ramah”.

Infrastructure Summit 2005, yang diselenggarakan oleh SBY, menjadi titik balik penting. Pertemuan ini menghasilkan perubahan kebijakan pertanahan yang kontroversial, seperti Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, yang memperkuat kewenangan negara dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Pada periode kedua SBY, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) diluncurkan, memfokuskan eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja. Kebijakan ini dilanjutkan oleh Joko Widodo (Jokowi) dengan Proyek Strategis Nasional (PSN), yang semakin memperkuat peran negara dalam memfasilitasi investasi.

Hasilnya, PHK massal terus melanda kelas buruh. Tidak hanya disebabkan krisis periodik kapitalisme, namun juga hasil dari kebijakan fleksibilitas pasar tenaga kerja yang dilahirkan oleh rejim demi rejim masa reformasi mengikuti agenda neoliberal seperti pengesahan UU Cipta Kerja. Nampak jelas, PHK tiga tahun ke belakang mengalami peningkatan drastis.

Arah ekonomi politik neoliberal ini juga berdampak pada masyarakat miskin pedesaan di mana perampasan lahan terjadi masif. Melanggengkan tren tunakisma. Kami juga melihat jelas, dalam konteks krisis multidimensi hari ini—mulai dari krisis pangan, energi, hingga iklim—perempuan memikul beban kerja perawatan (care work) yang semakin berat. Beban berat rakyat untuk menjawab masalah-masalah tersebut diperkuat dengan pendidikan yang setiap tahunnya semakin mahal. Menutup akses generasi muda untuk mencari tahu solusi yang ilmiah dan sesuai dengan kebutuhan mendesak rakyat.

Blokade ilmu pengetahuan, pelanggengan politik upah murah, penyingkiran perempuan, krisis iklim, dan segala persoalan rakyat lainnya nampak jelas tidak direspon dengan membuka ruang demokrasi. Namun justru melapangkan jalan militer(is) dan para elit borjuis sipil mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya selagi masih ada. Kita dapat melihat dari komposisi jabatan yang dibagi secara merata kepada elit sipil dan militer di kementerian. Militer juga saat ini mengontrol Makan Bergizi Gratis (MBG). Mulai dari jajaran di Badan Gizi Nasional hingga membentuk unit-unit usaha kecil atau UMKM.

Bulog juga saat ini dikuasai oleh perwira TNI aktif dan memobilisasi tentara untuk membeli gabah kering secara langsung dari petani. Sejarah mencatat, mobilisasi militer di ranah pertanian tak ubah layaknya tengkulak yang dipersenjatai moncong senapan. Angkatan Darat juga sedang membangun 100 Batalyon Pembangunan dan 22 Kodam baru untuk siap siaga dimobilisasi menghadapi “musuh dari dalam”—artinya mengadapi rakyat Indonesia itu sendiri. Militer juga sudah membentuk satgas penertiban kawasan hutan untuk menjarah sumber-sumber penghidupan masyarakat adat.

Tidak hanya berdampak pada kaum tani, menguatnya militer di sektor bisnis juga akan memukul perjuangan buruh di pabrik-pabrik. Sebagai contoh adalah perjuangan buruh PT. Duta Palma yang perusahaannya kali ini dimiliki Agrinas Palma Nusantara, perusahaan yang berada di bawah kendali seorang purnawirawan TNI. Masuk desa yang pertama, kedua adalah masuk pabrik, ketiga TNI juga mulai merangsak ke universitas-universitas, mengawasi konsolidasi-konsolidasi dan diskusi mahasiswa. Militerisasi di seluruh negeri! Mereka bagi-bagi proyek ekstraktif dengan borjuis sipil. Mereka juga akan bagi-bagi uang hasil penjarahan pemangkasan anggaran yang dimuarakan ke Danantara. Militerisme di Indonesia dapat tumbuh subur disebabkan karena lemahnya iman demokrasi kelas borjuis dalam negeri, karena ketergantungan modal pada moncong senjata.

Eksploitasi alam dengan penghancuran hutan besar-besaran juga akan terjadi ke depannya. Kebijakan-kebijakan yang terus mengomodifikasi hutan Indonesia yang terbit selama rejim Jokowi menjadi legitimasi pengrusakan hutan di rejim baru Prabowo-Gibran. Sejak diumumkannya Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih, WALHI telah menabuhkan lonceng tanda bahaya kepemimpinan Prabowo-Gibran bagi keselamatan lingkungan dan keselamatan rakyat. Berdasarkan rencana strategis Kementerian  Kehutanan, justru tidak menunjukkan komitmen terhadap perlindungan hutan dan hak rakyat. Program food estate yang akan membuka 3,69 juta hektar hutan berisiko terhadap perampasan ruang serta sumber kehidupan yang akan menggusur masyarakat adat dan lokal.

Pernyataan Prabowo yang menepis dampak sawit terhadap deforestasi adalah menyesatkan, apalagi mengingat fakta 3,37 juta hektar kebun sawit berada dalam kawasan hutan. Rencana membuka 20 juta hektar hutan untuk pangan dan energi dinilai sebagai bentuk baru perampasan wilayah kelola rakyat. Mayoritas lahan berasal dari kawasan hutan dan perhutanan sosial. Program ini berpotensi memperparah konflik agraria dan degradasi ekologis. Alih-alih mengatasi persoalan tersebut, pemerintah justru mengarahkan aparat atau pendekatan militer untuk melindungi perusahaan sawit, meningkatkan risiko kekerasan terhadap masyarakat melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 5 tahun 2025.

Pada Hari Buruh Sedunia 2025, GEBRAK menyatakan bahwa bukan saatnya kaum buruh bergandengan tangan dengan para elit borjuasi yang sedang bermesraan dengan militer(is). Tidak ada jalan lain—kelas buruh, kaum tani dan masyarakat pedesaan, kamu muda, dan juga masyarakat termarjinalkan lainnya—selain saling bergandengan tangan. Membangun aliansi nasional demokratik seluas-luasnya untuk memperjuangkan tuntutan mendesak kita hari ini, yaitu:

  1. Hapus Semua Produk Hukum Anti Demokrasi, Anti Rakyat. (UU TNI, Revisi UU Polri, RKUHAP!
  2. Cabut UU Cipta Kerja beserta PP turunannya, Lawan badai PHK, sahkan RUU Ketenagakerjaan Pro Buruh,  dan berikan kepastian dan jaminan kerja yang layak bagi kaum buruh!
  3. Sahkan RUU PRT sekarang juga, Jaminan hukum bagi pekerja rumah tangga adalah mutlak!
  4. Jalankan reforma agraria sejati: tanah dan teknologi pertanian bagi petani kecil!
  5. Tangkap, Adili dan Penjarakan Jenderal-Jenderal Pelanggar HAM!
  6. Bubarkan Komando Teritorial!
  7. Potong Anggaran Kementerian Pertahanan, Polri, Kejaksaan Agung, BIN, dsb. Sita Aset-Aset Bisnis Militer! Untuk Pendidikan, Kesehatan dan Subsidi Rakyat.
  8. Tolak Militer Masuk Kampus, Pabrik dan Desa! Tolak Militer Campur Tangan Urusan Sipil! Kembalikan Militer Ke Barak!
  9. Hapuskan hubungan kemitraan, pengakuan status pekerja bagi pengemudi ojol, taksi onsol dan kurir

Untuk mencapai tuntutan-tuntutan tersebut, GEBRAK sebagai aliansi yang terdiri dari serikat buruh, mahasiswa, tani, dan kaum miskin kota percaya bahwa aksi-aksi harus terus dilakukan di seluruh penjuru negeri. Maka dari itu kami menyerukan kepada elemen gerakan buruh dan rakyat di seluruh negeri untuk:

  1. Mengonsolidasikan diri, mari bersatu bersama membangun Persatuan Nasional demi kesejahteraan rakyat indonesia.
  2. Persatuan tersebut haruslah dibangun atas dasar anti oligarki dan militerisme di setiap-setiap daerah, kota, kampus, kawasan industri, dan desa.
  3. Melakukan aksi pada 1 Mei (Hari Buruh Sedunia), 2 Mei (Hari Pendidikan Nasional), 8 Mei (Hari Marsinah: Pahlawan Buruh Indonesia) dan 21 Mei (Reformasi 1998).
  4. Lancarkan aksi-aksi pra-kondisi di basis-basis massa seperti kampus, pabrik, kawasan industri, desa-desa dan penjuru daerah. Aksi-aksi tersebut dapat berupa demonstrasi, rapat akbar, mimbar bebas, panggung-panggung orasi demokrasi, dsb.
  5. Melakukan propaganda masalah mendesak rakyat hari ini yaitu kapitalisme, oligarki dan militerisme serta dampak kerusakan yang terjadi kepada rakyat di kota-kota dan pedesaan.

Persatuan yang dibangun secara nasional, radikalisasi yang berkembang di daerah-daerah, adalah pondasi utama untuk membangun kekuatan politik alternatif riil melawan oligarki dan militerisme. Pada akhirnya ini adalah politik kita lawan mereka, politik sini lawan sana, politik buruh dan rakyat melawan para elit politik. Persatuan politik adalah pondasi untuk merebut kekuasaan dari mereka dan menjalankan kebijakan-kebijakan untuk buruh dan rakyat.

Mari kawan-kawan semua, organisasi, aliansi, kelompok, komunitas ataupun individu-individu progresif demokratis ataupun sosialis dukung pernyataan sikap ini dan tanda tangani di: http://bit.ly/pernyataan_sikap_bersama

Diinisiasi oleh:

  • Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK)
    • Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
    • Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
    • Konfederasi Serikat Nasional (KSN)
    • Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN)
    • Jaringan Komunikasi Serikat Pekerja Perbankan (Jarkom SP Perbankan)
    • Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
    • Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO)
    • Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI)
    • Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID)
    • Perempuan Mahardhika
    • Federasi Pelajar Indonesia (FIJAR)
    • Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta)
    • Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
    • Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR)
    • Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI)
    • Federasi Serikat Buruh Makanan & Minuman (FSBMM)
    • Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM)
    • Federasi Pekerja Industri (FKI)
    • Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI)
    • Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
    • Greenpeace Indonesia (GP)
    • Trend Asia (TA)
    • Aliansi Jurnalis Independent (AJI)
    • Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS)
    • BEM STIH Jentera
    • Serikat Pekerja Kampus (SPK)
    • Rumah Amartya
    • Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS)
    • Komite Revolusi Pendidikan Indonesia (KRPI)
    • Kesatuan Serikat Pekerja Medis dan Tenaga Kesehatan Indonesia (KSPMTKI)
    • Perserikatan Sosialis (PS)
    • Resistance Jakarta
    • Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN)
    • Partai Pembebasan Rakyat (PPR)

Didukung oleh:

  • Organisasi Kaum Muda Sosialis (KP OKMS) Bandung
  • Liga Pemuda Sosialis (LPS) Bojonegoro
  • Lingkar Studi Sosialis (LSS) Yogyakarta
  • Lingkar Studi Kerakyatan (LSK) Samarinda
  • Lintas Komunal Balikpapan

Loading

Comment here