Pernyataan Sikap

Padang Halaban Melawan!

Salam Solidaritas dan Hak Asasi Manusia…

Kami adalah masyarakat Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara.saat ini tergabung dalam wadah Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya (KTPH-S) terdiri dari 2040 KK. Kami warga desa secara kolektif yang berasal dari 6 (enam) desa merupakan korban pengusiran orang secara paksa (penggusuran) yang terjadi tahun 1969-1970, diantaranya Desa Sidomulyo, Desa Karang Anyar, Desa Sidodadi/Aek Korsik, Desa Purworejo/Aek Ledong, Desa Kartosentono/ Brussel dan Desa Sukadame/ Panigoran. Luas keseluruhan dari desa tersebut lebih kurang 3000 ha. Sejak tahun 1970 berbagai upaya untuk mendapatkan keadilan telah dilakukan oleh orang tua kami namun tetap tanah kami yang diperjuangkan tidak dikembalikan. Akibat kebuntuan proses dan tidak mendapatkan kepastian, hingga pada tahun 2009, secara kolektif perwakilan dari 6 desa kami menduduki (reklaming) bekas desa kami yang telah menjadi HGU PT. SMART. Berbagai intimidasi termasuk pengaduan secara hukum pidana kami alami hingga akhirnya proses hukum perdata harus kami jalani. Akibat masalah yang tak kunjung selesai, bahkan pada tahun 2012 setidaknya ada 9 (sembilan) orang dari kami ditetapkan sebagai tersangka, ditahan dan salah satu dari kami seorang anak saat itu berusia 16 tahun (Gusmanto) mengalami luka tembak pada bagian kaki dari salah satu oknum Penegak Hukum.

Rekan-rekan juang yang kami banggakan….
Saat ini proses hukum perdata telah membuat kami sebagai korban pengusiran secara paksa kehilangan harapan atas sejarah yang pernah kami miliki. Putusan hukum perdata telah menjatuhkan putusan untuk melakukan eksekusi atas lahan yang kami tempati selama lebih kurang 16 tahun. Dari 3000 ha luas tanah kami yang dirampas, setidaknya kami hanya menguasai 83 ha. Selama lahan tersebut kami kuasai, lahan tersebut kami jadikan sebagai tempat pemukiman serta lahan yang kami gunakan untuk menghasilkan tanaman pangan sebagai cara kami bertahan hidup. Kami hanya butuh penghidupan untuk masa depan kami dan anak cucu kami, sehingga penting kami mempertahankan tanah tersebut sebagai identitas yang melekat pada jati diri kami sebagai korban pelanggaran HAM masalalu.

Saat ini berdasarkan surat dari Ketua Pengadilan Negeri Rantau Prapat, tertanggal 20 Februari 2025 perihal minta pengamanan dalam pelaksanaan eksekusi berdasarkan putusan pengadilan, akan melakukan eksekusi terhadap lahan kami. Untuk merespon hal tersebut kami ingin menyampaikan:

  1. Bahwa kami merupakan korban pelanggaran HAM dalam bentuk kejahatan atas kemanusiaan (crime againt humanity) merupakan pemilik lahan secara fakta historis dan sangat kuat berdasarkan pembuktian dan peninggalan sejarah yang ditemukan;
  2. Bahwa fakta putusan pengadilan perdata merupakan putusan hukum yang jauh dari rasa keadilan bagi kami sebagai pemilik sejarah atas tanah;
  3. Kami menolak dan mengecam keras adanya upaya eksekusi penggusuran atau perampasan tanah yang dalam waktu dekat dilakukan oleh PN Rantauprapat ;
  4. Kami memohon kepada semua pihak yang memfasilitasi dialog dengan masyarakat dan menunda eksekusi yang berbau perampasan tanah terkhusus kepada ketua Pengadilan Negeri Rantau Prapat, Kapolda Sumut, Pemerintah Daerah, DPR dan seluruh stacholder yang ada;
  5. Kami memohon semua pihak untuk dapat menahan diri dan mengedepankan ruang dialog dengan korban, untuk menghindari praktik pelanggaran HAM lebih lanjut, apalagi pelaksanaan eksekusi akan dilakukan pada tanggal 28 Februari 2025 yang justru dilakukan saat akan melaksanakan bulan suci Ramadhan;
  6. Kami memohon kepada Bapak Kapolda Sumatera Utara (0855-9001994) dapat mendorong upaya yang lebih manusiawi seperti dialog untuk mengedepankan penyelesaian dengan prinsip hak asasi manusia.

HUKUM SEBAGAI PANGLIMA, NAMUN NILAI KEMANUSIAAN DIATAS SEGALANYA.

Demikian hal ini kami sampaikan, atas perhatian, bantuan dan respon baik seluruh rekan rekan kami ucapkan terima kasih.


Misno
Ketua KTPH-S

Aan Sagita
Sekretaris KTPH-S

Loading

Comment here