Pernyataan Sikap

Sambutan Perserikatan Sosialis dalam Kongres Kedua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia

Kawan-kawan sekalian,

Pertama-tama kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kawan-kawan FSBPI yang telah mengundang Perserikatan Sosialis dalam kongres ke-II tahun ini. Kami juga mengucapkan selamat atas berhasil terselenggaranya kongres ini.

Kawan-kawan sekalian,

Saat sambutan ini dibuat, nilai tukar rupiah terhadap dollar mencapai Rp 16.300. Mencapai angka tertinggi sepanjang 10 tahun terakhir. Bersamaan dengan itu, harga-harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan akibat dari psikologi ekonomi yang diguncang oleh kebijakan PPN 12%. Kondisi ini menambah beban kelas buruh dan rakyat di Indonesia yang terus digencet karena krisis kapitalisme. Buruh garment, menurut media-media borjuis di Indonesia mengalami PHK besar-besaran. Kenaikan upah (yang hanya 6,5% itu) juga disinyalir akan memperluas PHK ke sektor-sektor lain. Pemerintah, katanya akan merespon bukan dengan mekanisme penguatan hukum untuk melindungi para buruh, namun memberikan bantuan langsung tunai bagi mereka yang kehilangan pekerjaan. Kebijakan ini, dengan kata lain memuluskan kelas borjuis untuk semakin memperbanyak Cadangan tenaga kerjanya.

Para pengusaha kecil, yang sering kita sebut sebagai pengusaha UMKM juga semakin digencet dengan kebijakan ini. Dengan Omnibus Law dan program-program yang disebut sebagai “pemberdayaan UMKM” mereka dididik untuk tetap menjadi kecil, dipersiapkan sebagai sasaran pencaplokan borjuis yang lebih besar. Dengan PPN 12%, beban akan semakin berat bagi mereka. Setiap hari kita melihat bagaimana kelas ini dihancurkan oleh kekuatan kapital, misalnya, bagaimana para penjahit dan pembuat lemari kehilangan pelanggan terbaik mereka ke toko-toko yang menjual pakaian dan furnitur siap pakai dan dari kapitalis kecil, anggota kelas pemilik properti , berubah menjadi kaum proletar yang bergantung dan bekerja untuk orang lain, menjadi anggota kelas yang tidak memiliki properti.

Di sektor agraria mirip, perampasan lahan besar-besaran oleh korporasi atau yang biasa kita kenal dengan land grabbing semakin mempertajam ketimpangan tanah di pedesaan. Petani dengan tanah berkepemilikan sedang, gurem, tercerabut aksesnya akan tanah. Terlempar menjadi buruh korporasi maupun buruh tani perusahaan.

Kawan-kawan sekalian,

Indonesia adalah negara yang tidak pernah kekurangan sumber daya alam untuk mencukupi kebutuhan masyarakatnya. Namun di tangan para borjuis nasional dan internasional, kita sempat kelangkaa minyak goreng. Sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, ini adalah anomali. Konon, Indonesia juga penghasil batu bara terbesar di dunia. Para pejabat (merangkap pengusaha) dengan bangganya menyatakan bahwa cadangan batu bara di Indonesia masih akan terus dikeruk sampai 2070! Tidak terbayang bagaimana daya rusaknya yang akan dihasilkan dari eksploitasi itu. Tak jarang Indonesia juga mengalami oversupply. Sebut saja 3 tahun ke belakang. Di tahun 2022, Indonesia mengalami oversupply konsumsi Listrik 7 GW, di tahun selanjutnya 6 GW, dan 5 GW di tahun 2024. Per 1 GW, terhitung kasar Indonesia merugi 3 triliun. Begitu borosnya kapitalisme itu. Pemborosan tersebut tidak berarti bahwa kebutuhan Listrik masyarakat selalu terpenuhi. Kami mencatat bahwa sepanjang 2020 – 2023 rata-rata pemadaman listrik di Indonesia mencapati 7,5 jam dengan frekuensi sekitar 6,46 kali setiap tahunnya.

Kawan-kawan sekalian,

Situasi itu menunjukkan bahwa siapapun pemimpinnya, baik dari kalangan sipil maupun militer tidak pernah mampu atau mau untuk menentaskan ketimpangan itu. Malah, mereka justru diuntungkan dari ketimpangan tersebut.

Di tahun 2024 ini, Prabowo sudah resmi menjadi Presiden. Kita hari ini memiliki presiden penculik dan pelanggar HAM dengan tangan berlumur darah. Ini membuktikan, sekali lagi bahwa gerakan buruh tidak dapat lagi berada pada posisi bertahan. Tidak bisa berada dalam posisi “mengawal”. Kaum buruh harus secara sadar merumuskan sikap-sikap politik yang kongkrit untuk memenangkan program-program yang bertujuan untuk membawa kelas buruh itu sendiri dan rakyat tertindas di Indonesia keluar dari dominasi para borjuis.

Tentu, itu tidak dapat dilakukan dengan menitipkan nasib kepada elit borjuis. Tidak dapat “nggah..nggeh..nggah…nggeh” pada elit borjuis. Tidak dapat cium tangan pada elit-elit yang terlihat populis. Kita mau sosialisme dengan program-program yang bisa membawa kelas buruh di Indonesia dapat mengembangkan tenaga produktifnya. Sosialisme yang kita mau adalah program-program yang bisa membawa kaum tani bisa berdikari dari para borjuis, para tengkulak. Sosialisme yang kita mau adalah pendidikan gratis dan berkualitas yang dapat mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia agar dapat memikirkan secara kolektif jalan keluar segala masalah yang dihadapi oleh kita semua. Dari mana duit sebanyak itu? Nasionalisasi aset-aset strategis dan pangkas tunjangan-tunjangan tidak berguna elit politisi.

Perjuangan-perjuangan ini hanya bisa dimenangkan jika, kelas buruh dapat mengontrol negara. Ini artinya kita berbicara kekuasaan. Kekuasaan politik hanya dapat dimenangkan dengan pembangunan partai politik. Namun, yang perlu ditegaskan, partai politik yang dibutuhkan oleh kelas buruh harus memiliki garis demakrasi yang tegas dengan para elit. Demarkasi yang menandakan kita dan mereka! Termasuk demarkasi dengan kaki tangan kelas borjuis yang berada di lingkaran gerakan buruh.

Akhir kata, Perserikatan Sosialis mengucapkan selamat kepada kawan-kawan FSPBI yang telah menyelenggarakan kongres yang ke dua tahun ini. Selamat juga bagi pengurus-pengurus yang telah terpilih. Terpilihnya mereka bukan berarti semua kerja-kerja organisasi ada pada mereka. Namun tetap berada di pundak setiap kader untuk sekuat tenaga memajukan program-program hasil kongres beberapa hari ke belakang. Bersamaan dengan ini, kami ingin mengucapkan bahwa Perserikatan Sosialis berharap untuk bisa terus bekerja sama dan saling bersolidaritas dengan FSPBI dalam perjuangan-perjuangan massa.

Terima kasih,

Hidup Buruh!

Loading

Comment here