Pernyataan Sikap Gerakan Buruh Bersama Rakyat dalam aksi di Kemnaker RI
Jakarta, 20 November 2024 – Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) menemukan bahwa nilai upah minimum kaum buruh saat ini tidak layak, karena belum mencukupi kebutuhan hidup riil rumah tangga. Akibatnya, nilai utang rumah tangga pun semakin meningkat dan menjerat buruh ke dalam kerentanan. Atas dasar kondisi tersebut, aliansi GEBRAK menuntut adanya perubahan upah minimum menjadi upah layak nasional, atau setidaknya di tahun 2025 nanti harus ada peningkatan kenaikan upah sebesar 25 – 30% dari nilai UMK yang berlaku tahun 2024 ini. Tuntutan ini disampaikan melalui aksi unjuk rasa di Kantor Kemnaker RI pada tanggal 20 November 2024.
Bahwa tuntutan kenaikan upah buruh untuk tahun 2025 sebesar 25-30% dilandasi atas banyaknya kebijakan ekonomi negara yang cenderung memproteksi lingkaran pengusaha semata tanpa melihat kondisi rakyat yang berada di bawah, khususnya kaum buruh. Kita perlu mengingat kembali bahwa dalam situasi pandemi Covid-19 saja, upah buruh untuk tahun 2021 dan 2022 di beberapa daerah tidak mengalami kenaikan sama sekali. Padahal pengeluaran biaya hidup buruh dan keluarganya saja mengalami peningkatan cukup besar, namun dibalik tingginya biaya hidup tersebut kenaikan upah justru tidak terjadi.
Di tahun 2023 Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan Peraturan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan untuk sektor industri padat karya yang tujuannya adalah memotong upah buruh di sektor padat karya hingga 25% dari UMK yang berlaku di kota/kabupaten seluruh daerah. Tindakan yang dilakukan oleh negara justru membuat situasi kehidupan ekonomi kaum buruh semakin jatuh kedalam jurang kemiskinan struktural dan menambah beban baru yang ditanggung oleh kaum buruh.
“Kita kaum buruh sudah bekerja keras siang dan malam, memberikan keuntungan bagi pengusaha dan sudah berkontribusi untuk perekonomian Indonesia. Sejak pandemi Covid 19 upah kita tidak naik, imbasnya daya beli kaum buruh sangat rendah selama 2 tahunan yang berakibat ekonomi nasional terpuruk yang menjadikan kaum buruh menjadi tumbal krisis. Maka sudah wajar jika saat ini kita menuntut kenaikan upah tahun 2025 lebih dari 20 persen”, pungkas Sunarno, Koordinator Presidium GEBRAK.
Hal senada juga disampaikan oleh M. Yahya, salah satu juru bicara GEBRAK. “Pemerintah jangan selalu berpihak pada pengusaha saja. 4 tahun kaum buruh sudah sangat menderita karena tidak naik upahnya. Sekarang, wajar jika kita menutut upah tinggi. Ini juga buat kepentingan ekonomi Indonesia biar daya beli masyarakat bisa tinggi. Pengusaha juga untung jika upah naik karena barang mereka bisa di beli oleh buruh.”, terang M. Yahya.
GEBRAK mengidentifikasi rendahnya nilai upah saat ini adalah akibat dari kurangnya komponen kebutuhan hidup layak yang kurang mencukupi kebutuhan riil pekerja serta semakin berkurangnya dukungan material dari negara untuk kepentingan publik.
Dalam Survei Biaya Hidup 2022 yang telah dirilis oleh BPS, tercantum biaya hidup rumah tangga di Jakarta pada tahun 2018 mencapai Rp. 13.453.989,00 dan pada tahun 2022 mencapai Rp. 14.884.110,27. Sementara itu, nilai UMP Jakarta pada tahun 2018 mencapai Rp. 3.648.036 dan UMP pada tahun 2022 mencapai Rp. 4.641.854.
Angka-angka tersebut menunjukkan, keluarga dengan double income pun, gajinya tidak cukup untuk menghidupi kebutuhan rumah tangga karena angka biaya hidup rumah tangga mencapai sekitar tiga kali lipat dari UMP. Bagi yang belum berkeluarga pun, biaya tersebut kurang mencukupi kebutuhan hidup mereka yang dituntut untuk menjadi sandwich generation. Ditambah lagi dengan kondisi pekerja lepas yang memiliki kerentanan jauh lebih parah dari pekerja tetap, ditambah lagi mereka harus menghidupi alat kerjanya sendiri.
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya perhitungan kenaikan upah yang hanya mengacu pada inflasi. Padahal, peningkatan pengeluaran per tahun itu bukan hanya dari inflasi saja, melainkan dari adanya pertumbuhan kebutuhan hidup. Sebagai contoh, di tengah perkembangan digitalisasi saat ini, kebutuhan akan peralatan teknologi komunikasi semakin meningkat beserta perkakas rumah tangga lainnya. Tapi, penambahan kebutuhan ini tidak diasumsikan dalam kenaikan upah minimum per tahun. Sementara itu, beberapa jaminan sosial yang diharapkan untuk mengurangi beban pengeluaran buruh, mesti ditanggung oleh buruh seperti pembayaran BPJS dan daycare.
Selain itu, GEBRAK juga melihat salah kaprah pemerintah dalam memahami hidup layak sebagai hidup minimum. Standar hidup layak tidak dapat direpresentasikan dengan pengeluaran riil per kapita per tahun, karena dalam pengeluaran riil ada sumber yang berasal dari utang serta keterpaksaan untuk hidup sangat berhemat karena pendapatan yang kecil. Hal ini menyebabkan buruh terjebak dalam lingkaran setan yang menurunkan kualitas hidup mereka dari tahun ke tahun. Hal ini terbukti dengan banyaknya data yang menunjukkan penurunan angka kelas menengah di Indonesia.
Berkaca dari hal tersebut, beberapa kelompok buruh pun mengajukan tuntutan perubahan perundang-undanganan. 31 Oktober 2024, Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara terkait gugatan Judicial Review (JR) UU Cipta Kerja yang diajukan oleh beberapa Serikat Pekerja/Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh. Setidaknya terdapat 21 poin yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 meliputi sistem pengupahan, mekanisme hubungan kerja, jam kerja, tenaga kerja asing, dan lain-lain.
Implikasinya, terdapat dua poin yang seharusnya dijadikan acuan selain persoalan kelayakan nilai upah saat ini. Pertama, dasar penentuan upah tidak lagi mengacu pada PP 51/2023 yang hanya merumuskan upah berlandaskan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Kedua, kembalinya pemberlakuan upah sektoral. Terakhir, political will dari pemerintah untuk memenuhi hak dasar hidup para pekerja untuk menciptakan sistem pengupahan yang adil dan bermartabat bagi kelompok buruh akibat kurangnya regulasi pengupahan saat ini.
“Terkait karut-marut sistem pengupahan di Indonesia yang terjadi setiap akhir tahun, mestinya menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Pemerintahan Prabowo – Gibran jangan hanya sekedar gimmick belaka, tapi wajib membuat kebijakan pengupahan buruh Indonesia dengan melibatkan unsur keterwakilan serikat buruh. Sistem pengupahan Indonesia harus segera direformasi total, dibuat adil, bermartabat dan melindungi kaum buruh. Sehingga perselisihan hak-hak normatif dan khususnya pelanggaran upah tidak lagi terjadi secara massif. Apalagi saat ini terjadi disparitas yang luar biasa upah buruh daerah satu dengan daerah lainnya, padahal kebutuhan hidup buruh antara daerah satu dengan lainnya tidak jauh berbeda”, jelas Sunarno.
Rekomendasi MK yang meminta DPR merancang UU Ketenagakerjaan yang baru bisa dijadikan momentum untuk mendorong peraturan yang lebih berpihak kepada buruh. Termasuk dalam hal aturan dan sistem pengupahan yang lebih manusiawi. Sunarno menyatakan bahwa upah adalah pendasaran dari suatu hubungan kerja antara buruh dengan pengusaha, sehingga menjadi penting bagi kita untuk segera membuat Undang-undang Pengupahan yang adil dan bermartabat bagi kaum buruh Indonesia, tambahnya.
Berdasarkan uraian di atas, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), menyampaikan tuntutan di aksi tanggal 20 November 2024, sebagai berikut:
- Naikan Upah Buruh tahun 2025 sebesar 25-30 persen
- Tolak pemberlakukan PP 51/2023 sebagai dasar penentuan upah
- Tolak Upah padat karya di bawah UMP/UMK
- Berlakukan kembali upah sektoral di seluruh kota/kabupaten
- Jalankan UMP/UMK tahun 2025 berdasarkan perhitungan Kebutuhan HIdup Layak (KHL)
Demikian press release ini disampaikan kepada seluruh awak media, aliansi gerakan rakyat, aliansi gerakan petani, aliansi gerakan mahasiswa, dan aliansi buruh di seluruh kota/kabupaten.
Juru Bicara Aliansi Gebrak :
- Sunarno (Konfederasi KASBI), +62 812 8064 6029
- M. Yahya (SGBN), + 62 857 1481 2122
- Herman (Kesatuan Perjuangan Rakyat), +62 822 1342 6109
- Ilhamsyah (KPBI), +62 812-1923-5552
- Hermawan (KSN) +62 822-2152-8192
Organisasi yang tergabung dalam aliansi GEBRAK ;
- Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
- Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
- Konfederasi Serikat Nasional (KSN)
- Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN)
- Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI)
- Jaringan Komunikasi Serikat Pekerja Perbankan (Jarkom SP Perbankan)
- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
- Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO)
- Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI)
- Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID)
- Federasi Pelajar Indonesia (FIJAR)
- Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta)
- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
- Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR)
- Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI)
- Federasi Serikat Buruh Makanan & Minuman (FSBMM)
- Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM)
- Federasi Pekerja Industri (FKI)
- Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI)
- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
- Greenpeace Indonesia (GP)
- Trend Asia (TA)
- Aliansi Jurnalis Independent (AJI)
- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS)
- BEM STIH Jentera
- Serikat Pekerja Kampus (SPK)
- Rumah Amartya
- Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS)
- Perempuan Mahardhika
- Komite Revolusi Pendidikan Indonesia (KRPI)
- Kesatuan Serikat Pekerja Medis dan Tenaga Kesehatan Indonesia (KSPMTKI)
- Perserikatan Sosialis (PS)
- Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN)
Comment here