DiskusiReportase

Reportase Diskusi: “Kolonialisme is Real: Apa yang Harus Dilakukan Gerakan Rakyat?”

Aliansi Gerakan Rakyat untuk Kemerdekaan Palestina cabang kota Jakarta pada Kamis, 16 November 2023 menyelenggaralan diskusi bertajuk “Kolonialisme is Real: Apa yang Harus Dilakukan Gerakan Rakyat?”. Diskusi ini diselenggarakan sebagai rangkaian persiapan aksi serentak nasional merespon peningkatan serangan Israel terhadap rakyat Palestina yang hingga sekarang telah menewaskan lebih dari 11.000 penduduk. Diskusi dipantik oleh perwakilan dari Perserikatan Sosialis, Serikat Mahasiswa Indonesia, dan Aliansi Mahasiswa Papua.

Pemantik pertama, dari Perserikatan Sosialis mencoba memblejeti mitos-mitos yang disebarkan oleh Zionis dan Imperialis AS dalam konflik Israel-Palestina. Perwakilan dari Perserikatan Sosialis menjelaskan bahwa konflik Israel-Palestina bukanlah masalah perbedaan agama antara Yahudi vs Islam dengan memaparkan sejarah berdirinya negara Zionis tersebut. Namun berhubungan dengan proxy imperialisme menguasai Timur Tengah. Perserikatan Sosialis juga menunjukkan bahwa Israel bukanlah negara yang demokratis seperti yang dikampanyekan oleh imperialis AS dan para sekutunya. Pembicara kedua, Aliansi Mahasiswa Papua menjelaskan bahwa praktek-praktek militer yang dilakukan oleh tentara Israel hampir mirip dengan apa yang dilakukan oleh tentara Indonesia terhadap rakyat Papua. Ia juga mendorong aliansi bisa secara langsung terhubung dengan organisasi-organisasi pro-demokratik atau kiri di Palestina untuk bisa menjalin perjuangan internasional secara berkelanjutan.

Pemantik ketiga, Serikat Mahasiswa Indonesia menjelaskan bahwa Israel dapat bergerak dengan percaya diri melakukan kolonialisme-pendudukan dikarenakan adanya dukungan secara penuh dari imperialis AS. Ia menunjukkan gemuknya aliran pendanaan dan bantuan dalam bentuk persenjataan yang diberikan oleh pemerintah AS kepada Israel. Pemantik menjelaskan bahwa agenda AS menyokong Israel bukan didasari pada agenda ekspansionis imperialis. Namun lebih  pada agenda untuk politik dalam negeri. Yaitu, pertarungan kelas borjuis mempertahankan kursi kekuasaan di AS. Karena jika agenda AS ditujukan untuk menguasai minyak, sumber daya alam tersebut dapat habis

Dalam sesi tanya-jawab, salah satu peserta dari Perserikatan Sosialis mengatakan bahwa agenda imperialisme AS dalam proxy Isreal tidak melulu berhubungan dengan penguasaan minyak di Timur Tengah. Kendati memang, se-terbatas apapun minyak, ia tetap menjadi komoditas yang penting saat ini. Lebih jauh lagi, agenda imperialisme AS juga berhubungan dengan hegemoni kawasan dalam percaturan kekuasaan global. Sehingga adanya Israel di Timur Tengah adalah kepanjangan tangan AS untuk mengontrol kawasan tersebut. Hal lain yang tidak kalah penting adalah posisi geografis Palestina yang penting strategis dalam jalur perdagangan global. Menghilangkan penghalang AS adalah syarat penting agar sirkulasi ekonomi negara-negara imperialis dapat berjalan mulus di seluruh dunia. Peserta dari Perserikatan Sosialis juga menekankan bahwa lahirnya negara Israel sama sekali jauh dari moral dekolonisasi yang berkembang pasca perang dunia kedua, yang kental visinya terhadap perjuangan anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Sehingga perjuangan kemerdekaan palestina penting untuk didukung.

Peserta lainnya yang menanggapi, Solidaritas Perempuan menjelaskan bahwa dampak perang terhadap perempuan dan anak sangatlah besar. Dari jumlah korban saja, 4.000 perempuan dan 3000 anak tewas dari total keseluruhan 11.000 yang meninggal. Ia menekankan bahwa ada kemungkinan bahwa sasaran tentara Israel disengaja untuk membunuh kelompok perempuan dan anak, “ada motif menghancurkan regenerasi populasi di sini”, tegas peserta dari Solidaritas Perempuan.

Peserta lainnya, dari PEMBEBASAN mejelaskan bahwa agenda kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Israel semakin hari semakin tinggi. Ini menunjukkan bahwa Indonesia berkampanye mendukung Palestina hanyalah gimmick, maka mendesak kelas berkuasa di Indonesia untuk menghentikan hubungan ekonomi non-bilateral adalah kebutuhan mendesak gerakan hari ini. Diskusi kemudian disambung oleh pendapat dari salah satu perwakilan Front Muda Revolusioner. Ia menjelaskan bahwa gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) tidaklah berdampak secara signifikan di gerakan. Sehingga bukan pilihan taktik yang tepat untuk dijalankan dalam perjuangan. Hal ini didasari pada kesadaran masyarakat di Indonesia yang masih terhegemoni konsumerisme.

Diskusi diakhiri dengan dorongan dari perwakilan serikat buruh FGBK. Ia mendorong aliansi untuk turun ke basis-basis buruh guna mengorganisir kelas buruh. Memberikan penyadaran kepada kelas buruh tentang pentingnya mendukung gerakan pro-kemerdekaan Palestina. Ini didasari pada kenyataan bahwa kelas buruh di Indonesia masih berkutat pada kesadaran ekonomisme kerena minimnya pendidikan politik yang dikonsumsi oleh buruh di akar rumput. (raw)

Loading

Comment here