Opini Pembaca

Penulis Naskah dan Pemain Film Hollywood Mogok Kerja

Screen Actors Guild (SAG) dan Writers Guild of America (WGA) untuk pertama kalinya setelah tahun 1980 melakukan aksi mogok kerja. Ini juga penanda bahwa untuk pertama kalinya di Hollywood terdapat dua serikat pekerja dalam kurun waktu 63 tahun melakukan aksinya secara bersamaan. Seluruh aktivitas Hollywood diperkirakan akan berhenti selama mogok. Sekitar 160.000 anggota melakukan aksi mogok kerja; menghentikan semua aktivitas produksi film dan TV bernaskah, bahkan dapat dilihat bahwa banyak yang telah menghentikan pekerjaannya di tengah jalan seiring dengan aksi pemogokan yang dilakukan oleh WGA. Sebelumnya, SAG telah melakukan pemogokan sejak 2 Mei.

Diperkirakan akan terjadi keterlambatan untuk melakukan penyiaran, dan penundaan perilisan film di masa mendatan (untuk waktu yang belum ditentukan) hingga pemutaran perdana acara atau program di TV. Kita mengetahui bahwa film Barbie dan Oppenheimer rilis dalam minggu-minggu ini, hal ini tentu saja berdampak pada perluasan pemasaran dan promosi film tersebut. Kita juga sudah melihat bahwa secara simbolis bintang film “Oppenheimer”, Matt Damon, Emily Blunt, Cilian Murphy, dan Florence Pugh meninggalkan ruangan pada saat pemutaran perdana film setelah pemogokan tersebut diumumkan ke publik.

Sutradara Oppenheimer, Christopher Nolan menyatakan bahwa aksi mogok tersebut adalah “momen penting dalam industri”. Hal ini sejalan dengan sikap yang ditunjukkan oleh para aktor dan penulis naskah untuk menyikapi perubahan model bisnis yang dilakukan oleh perusahaan, dan dengan demikian kesepakatan baru antara serikat pekerja dan korporasi borjui harus segera dirumuskan kembali untuk kepentingan setiap orang di dalamnya.

Selain mereka berdua, ada John Cusack yang terlibat mogok. Ia adalah salah satu bintang Hollywood yang dengan lantang berbicara tentang upah yang tidak adil bagi para aktor. Selain itu, Cusack juga memberikan kriitik dan sindiran kecil terhadap sikap para eksekutif Hollywood di media sosial setelah deklarasi aksi dilakukan.

Dalam mogok ini, keputusan hampir didapatkan secara bulat di kedua serikat. SAG meminta kenaikan upah umum sebesar 11% pada tahun pertama, 4% pada tahun kedua, dan 4% pada tahun ketiga dari kontrak tiga tahun. Permintaan tersebut ditanggapi oleh perusahaan bahwa tawaran mereka “bersejarah dalam konteks yang absurd, terakhir kali serikat mendapatkan kenaikan upah umum sebesar 5% setiap tahun pada tahun 1988.” WGA dalam survey yang mereka buat, menunjukkan bahwa penulis naskan telah menurun upahnya sebesar 14% dalam kurun waktu lima tahun dan penulis-produser mendapatkan penghasilan 23% lebih rendah dari dari satu dekade lalu. Banyak dari mereka juga mengklaim bahwa upah mereka telah dipotong setengahnya.

Selain meminta kenaikan upah, WGA dan SAG juga meminta dijaminnya kerja mereka di tengah derasnya arus penggunaan AI. Selama teknologi berkembang pesat dan penggunaan aplikasi streaming untuk menonton film semakin banyak digunakan, para pekerja film melihat posisi mereka semakin rentan. Mereka didorong untuk semakin mengikuti pola kerja “gig” dimana mereka dipanggil ketika “dibutuhkan”.

Solidaritas antar kedua serikat menunjukkan kekuatannya dan pelajaran penting bagi gerakan buruh seluruh dunia. Sejak SAG memulai mogok, anggota WGA bergabung dalam barisan piket. Ketika WGA memulai mogoknya sendiri, mereka berdua sepakat untuk menolak kesepakatan apapun yang melemahkan posisi para pekerja Hollywood. Sehingga, pemogokan telah benar-benar menghentikan industri yang sangat menguntungkan, dan melanjutkannya akan berdampak parah pada perusahaan. Kekuatan mogok akan diuji mengingat bahwa menjamurnya pemutaran film berlangganan membuat keuntungan sebenarnya yang dihasilkan oleh film atau acara sulit untuk ditentukan keuntunagnnya.

Dua serikat pekerja tersebut mendapat dukungan dari dalam Hollywood dan juga dari luar. Ini termasuk tokoh publik utama seperti senator AS Elizabeth Warren, senator Negara Bagian New York dan pemimpin Partai Pekerja Keluarga, Jessica Ramos, presiden konfederasi serikat pekerja Federasi Buruh Amerika dan Kongres Organisasi Industri (AFL-CIO), Liz Shuler, Perancang kostum pemenang Academy Award Ruth Carter, dan aktor seperti Joseph Gordon-Lewitt dan Mindy Kaling.

Ancaman dari musuh yang merupakan eksekutif-eksekutif perusahaan industri film muncul dengan pernyataan akan membiarkan pemogokan berlangsung sampai “anggota serikat pekerja mulai kehilangan apartment dan rumah mereka”. Para bos rumah produksi bisa saja menggantungkan pundi-pundi penghasilan mereka dari penempatan film dan acara tv mereka di pos-pos aplikasi streaming, namun di sisi lain, produk tontonan secara langsung akan terancam jika mogok terus berjalan.

Sejarah Pemogokan Pekerja Film Hollywood

Pemogokan di tahun 2023 bukan terjadi untuk pertama kalinya, di tahun-tahun sebelumnya kita dapat melihat bahwa terdapat beberapa protes yang terjadi di Hollywood. Beberapa aksi mogok kerja terjadi di tahun 2007 hingga 2008 yang terjadi kurang lebih selama 100 hari, aksi mogok kerja ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kompensasi kerja, pembayaran yang tidak tuntas, untuk pertunjukan dan film yang didistribusikan secara digital. Kejadian ini cukup memberikan guncangan yang begitu keras dan menyebabkan dampak sebesar 2 miliar USD terhadap aktivitas perekonomian California, aksi ini dilakukan oleh Writers Guild of America (dahulu dikenal sebagai Screen Writers Guild).

Aksi mogok kerja juga pernah terjadi pada tahun 1980 yang terjadi kurang lebih 98 hari, aksi protes dan mogok kerja ini dilakukan oleh Screen Actors Guild dan American Federation of Television and Radio Artist yang diakibatkan oleh gagalnya negosiasi kontrak kerja antara dua serikat buruh dan perwakilan studi film, jaringan televisi, dan produser independen lainnya. Serikat pekerja menuntut kenaikan gaji sebesar 35% untuk seluruh anggotanya, namun tidak disepakati dan dikabulkan oleh pihak rumah produksi hingga menyebabkan protes terjadi. Meski begitu, setelah negosiasi lanjutan terjadi di sekitar bulan september tahun 1980, kesepakatan baru berhasil dibuat meski dengan nilai kenaikan atau poin-poin yang lebih rendah dari apa yang diajukan oleh kedua serikat, tetapi kesepakatan tersebut juga memberikan manfaat lebih yang dapat dirasakan oleh setiap anggota serikat, yaitu: jaminan kesehatan, dana pensiun, upah lembur, dan beberapa keuntungan lainnya yang memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup para pekerja.

Kemajuan Teknologi Di Bawah Kapitalisme

Kemajuan teknologi dengan ditandai munculnya Artificial Intelligence (AI)  di abad-21 ini telah memberikan gambaran bahwa berperannya kelas buruh dalam memajukan peradaban. Otomatisasi AI membawa perkembangan yang canggih dalam proses pembuatan film. Khususnya dalam proses editing atau keseluruhan proses pasca produksi. Dengan mengemban tugas seperti transisi adegan, pewarnaan, dan suara, AI dapat mempermudah dan mempercepat proses pasca produksi. Namun, dalam kasus pemogokan buruh Hollywood. Para pekerja, di sektor pasca-produksi terutama, merasa terancam dengan dikembangkannya teknologi AI tersebut.

Marx menjelaskan bahwa sistem sosial tertentu menyediakan kerangka kerja untuk pengembangan kekuatan produktif. Tetapi, pada tahap tertentu, tenaga-tenaga produktif melampaui hubungan-hubungan priduksi di mana mereka harus bekerja, dan dengan demikian hubungan-hubungan priduksi ini menjadi suatu belenggu bagi perkembagan lebih lanjut. Cara produksi kapitalis mendorong perkembangan besar-besaran kekuatan produktif, jauh melampauai tngkat masyarakat feodal, tetapi untuk beberapa waktu terus berubah menjadi belenggu. Dalam kacamata profit, ini bisa mengarah pada stagnasi peningkatan keuntungan.

Pada konteks perjuangan yang umun, pemogokan pekerja Hollywood kali ini sama seperti yang terjadi selama beberapa dekade terakhir. Pekerja terus menerus harus mengikuti perubahan teknologi dan melindungi diri dari intrik cerdik produsen yang mengelak dari kewajiban kontraktual untuk mengeksploitasis pasar baru guna memaksimalkan keuntungan dengan menggunakan AI.

Internet telah membuat pengambilan film dengan mudah dan didistribusikan tanpa harus membayar pada perusahaan produksi. Sehingga pembajakan adalah ancaman bagi industri film selama kurang lebih dua dekade terakhir. Industri mencoba menanggulanginya dengan platform streaming video atau mematikan website-website pembajakan. Namun hitung-hitungan keuntungan, pemutaran film model seperti ini tidak lebih banyak dan para birokrat bisnis sektor ini harus menekan angka pengeluaran. Hal yang paling mudah untuk ditekan adalah gaji buruh. Kecuali bagi para CEO dimana mereka masih menerima gaji yang fantastis.

Hal ini kemudian menyebabkan adanya ketidakseimbangan kondisi kerja, di mana para CEO dan investor berkolaborasi untuk menekan aktivitas pekerja untuk mencapai efisiensi, namun tidak secara utuh memberikan kompensasi yang layak dari surplus value yang mereka dapatkan. Pada bagian inilah tambal-sulam menghasilkan stagnasi keuntungan dalam industri film Hollywood.

Hal lain adalah, protes pekerja terhadap penggunaan AI yang mengancam adalah salah satu contoh. AI mewakili alat produksi yang terlalu maju untuk dimanfaatkan dengan baik oleh kapitalisme. Di sisi lain,  Ini karena kapitalisme adalah produksi untuk keuntungan pribadi. Jika keuntungan tidak diperas dari investasi potensial, maka teknologi tersebut tidaklah akan dibuat. Sedangkan laba hanya dapat diperoleh dengan mengekspolitasi tenaga para buruh. Kemudian direalisasikan menjadi produk yang dijual di pasar.

Keberadaan AI dalam sistem kapitalisme menjadi kegentingan bagi buruh film karena mereka hari ini tunduk pada keanehan pasar. Pekerja kreatif harus dengan penuh semangat melindungi hak eksklusif mereka atas penjualan karya, jika tidak, mata pencaharian mereka beresiko dihancurkan. Jauh dari membebaskan umat manusia, AI di bawah kapitalisme hanya akan memperburuk kecenderungan inherennya terhadap monopoli dan ketimpangan. Dengan memonopoli ekonomi lebih lanjut, menurunkan upah lebih jauh, dan memusatkan lebih banyak kekayaan di tangan para borjuasi yang semakin terkonsentrasi, AI di bawah kapitalisme akan memperburuk anarki pasar.

Gambar dan video buatan AI telah memasuki pasar dalam beberapa waktu terakhir. Sebagai contoh, Curious Refuge adalah tim pembuat film baru di Amerika Serikat yang telah membuat trailer film palsu menggunakan wajah aktor papan atas yang dihasilkan AI dari laptop mereka. Podcast.ai adalah situs web yang menyelenggarakan podcast buatan AI menggunakan suara yang meyakinkan dari pembawa acara bincang-bincang Joe Rogan dan mendiang Steve Jobs. Jenis mimikri ini dikenal oleh para aktor SAG sebagai tindakan yang menjiplak “kemiripan” mereka. Pengusaha memiliki setiap keinginan untuk mengotomatisasi tenaga kerja karena membantu mereka memaksimalkan keuntungan. Melindungi “kesamaan” mereka telah menjadi krisis eksistensial bagi penulis dan aktor. 

Selama tiga tahun terakhir, telah menjadi rahasia umum bahwa eksekutif puncak Netflix, Disney, Warner Bros, NBC Universal, dan Paramount telah membawa pulang jutaan dolar lebih banyak setiap tahun sejak pandemi pada tahun 2020 bahkan setelah mereka melakukan PHK besar-besaran di seluruh Hollywood. Sekarang, para pekerja berdiri dan berkata cukup. Dengan para aktor yang sekarang bergabung dengan para penulis di garis piket, pemogokan Hollywood telah menjadi titik nyala utama dalam perjuangan melawan keserakahan dan eksploitasi perusahaan.

Selama kita hidup di bawah kapitalisme, kapitalismelah yang akan menentukan bagaimana AI dikembangkan dan digunakan, bukan potensi teknologi semata apalagi dimaksudkan untuk meringankan kerja-kerja kelas buruh. Selama gagasan tersebut terus digemborkan selama itu pula ilusi turut dikembangkan oleh kelas borjuis mengena kebaikannya memperbaiki kondisi kelas buruh. Satu-satunya kekuatan yang dapat melawan ini adalah kelas buruh.

Ditulis oleh Angga Pratama, pendiri Ruangan Filsafat

Loading

Comment here