Perspektif

Bagaimana Seharusnya Kaum Sosialis Bersikap Terhadap Kuba?

Pada 11 Juli 2021, terjadi demonstrasi di Havana, Kuba, dan beberapa kota lainnya. Demonstrasi tersebut memunculkan reaksi di berbagai negara di luar Kuba. Reaksi tersebut secara umum adalah seruan untuk memperkuat solidaritas bagi Revolusi Kuba dan penggulingan “rezim” di Kuba. Dalam seruan yang kedua terdapat individu ataupun organisasi yang menyatakan dirinya sebagai sosialis. Mereka terutama adalah kelompok-kelompok sosialis anti-Kuba yang sejak lama memegang posisi bahwa pemerintah negara Kuba harus digulingkan lewat revolusi politik.

Demonstrasi tersebut mengekspresikan keresahan di antara sebagian masyarakat atas kelangkaan makanan, obat-obatan dan listrik serta secara umum adalah meningkatnya kesulitan hidup yang dialami Kuba saat ini. Para demonstran menyalahkan pemerintah Kuba atas kondisi tersebut, alih-alih embargo Amerika Serikat (AS) yang sudah berjalan selama 60 tahun. Beberapa demonstran meminta vaksinasi, yang walaupun Kuba sudah mengembangkan lima vaksin secara mandiri namun penyebarluasannya lambat karena kekurangan jarum suntik serta peralatan medis lainnya yang harus diimpor. Beberapa demonstran yang lain menyerukan diakhirinya sistem sosialis. Tampaknya demonstrasi ini dikoordinasikan dengan kelompok-kelompok ultra kanan di AS.

Setelah demonstrasi tersebut serangkaian demonstrasi terjadi juga di Miami, Florida dan berbagai kota-kota lain di AS. Demonstrasi terbesar terjadi di Miami turut dihadiri oleh Walikota Miami, Francis Suarez serta Gubernur Florida, Ron DeSantis. Demonstrasi didominasi oleh The Proud Boys sebuah milisi ultra-kanan. Mereka menuntut Biden untuk mengambil langkah yang lebih keras terhadap Kuba sementara Suarez menyerukan intervensi militer ke Kuba. Biden kemudian mengumumkan dua tambahan sanksi untuk Kuba. Ini merupakan tambahan dari 243 sanksi ekonomi yang dikeluarkan oleh Trump. Sanksi kali ini diarahkan ke Kementerian Pertahanan Kuba dan Brigada Especial Nacional dengan alasan peran mereka dalam menghadapi demonstrasi “damai” di Kuba.

Demonstrasi di Kuba sendiri tidaklah sebesar yang dipropagandakan media massa borjuis ataupun kelompok-kelompok anti-Kuba baik yang Sosialis maupun Kanan. Tidak ada media massa borjuis ataupun kelompok anti-Kuba yang bisa menyediakan bukti dokumentasi foto ataupun video mengenai besarnya demonstrasi tersebut. Beberapa media massa seperti Guardian, Fox News, Boston Globe, Financial Times, Yahoo! News dan NBC’s Today justru menggunakan foto demonstrasi pro pemerintah Kuba yang terjadi setelah demonstrasi tersebut. Demonstrasi pro pemerintah Kuba itu sendiri sengaja diabaikan oleh media massa borjuis.

Dalam sekejap mata muncul pernyataan sikap bersama sekitar 500 aktivis. Beberapa darinya kita kenal di Indonesia setidaknya lewat buku-buku karya mereka, antara lain Noam Chomsky, Tithi Bhattacharya, Mike Davis, Gayatri Spivak, Alex Callinicos, Dan La Botz serta John Molyneux. Dalam pernyataan sikapnya mereka menuntut pembebasan Frank Garcia Hernandez, seorang aktivis serta ahli sejarah di Universitas Havana, serta tiga orang kawannya. Mereka juga menuntut dihormatinya hak-hak demokratik rakyat Kuba. Beberapa kelompok kiri seperti Left Voice menyatakan pemerintahan Kuba menyerang aktivis Komunis yang ingin mempertahankan capaian Revolusi Kuba.

Dalam pernyataan Frank Garcia di website comunistascuba.org dia ditangkap bukan karena mengkritik pemerintahan Kuba ataupun karena terlibat dalam demonstrasi 11 Juli. Frank ditangkap karena tuduhan melakukan tindak kekerasan saat demonstrasi, ketika tuduhan tersebut dipastikan salah maka dia dibebaskan keesokan harinya.

Tidak ada pola represi yang meluas, penangkapan tidak dapat dihindari karena penyerangan serta perusakan yang dilakukan oleh sebagian demonstran. Frank Garcia sendiri menjelaskan bahwa demonstran melancarkan aksi vandalisme dan menyerang pendukung pemerintah serta aktivis-aktivis komunis dengan tongkat dan batu. Di Havana beberapa mobil dibalikkan sementara rumah sakit anak-anak dilempari batu. Sedangkan di Taman Maximo Gomez, Havana, demonstrasi bubar setelah taman tersebut diambilalih dengan damai oleh demonstrasi pro-pemerintah.

Sikap berbagai kelompok ataupun individu sosialis anti-Kuba tersebut tidak terlepas dari pandangan mereka sebelumnya mengenai Kuba. Pandangan mereka “Kapitalisme Negara” melihat bahwa penggulingan pemerintahan Kuba merupakan kemajuan dalam perjuangan kelas. Di luar itu berbagai kritikus sosialis juga memiliki pandangan-pandangan yang serupa. Mereka biasanya mengatakan bahwa kepemimpinan Kuba itu represif, anti-demokrasi, birokratik, revolusi Kuba tidak dipimpin oleh kelas buruh dan pemerintahan Kuba bertanggungjawab atas ketidakefisienan serta kesalahan ekonomi di Kuba.

Satu fakta yang sering dianggap remeh adalah kondisi objektif yang dihadapi oleh Kuba. Terutama adalah serangan terus menerus terutama dari Imperialisme AS. Blokade AS menargetkan pembatasan akses pasokan medis, makanan, dan pembiayaan hingga larangan impor Kuba—juga memaksa negara pihak dunia miskin lainnya melakukan hal yang sama. Runtuhnya Soviet di tahun 1991 mengakibatkan hilangnya sekitar 80 persen perdagangan luar negeri dan menyebabkan kebijakan penghematan ekstrem diberlakukan. Penyesuaian secara ekstrem membuat rakyat Kuba yang sebelumnya berfokus pada kerja dengan mesin, suku cadang, bahan bakar, dan barang-barang yang sebelumnya telah dapat diakses secara mudah dari Soviet, hilang. Ini membuat Kuba dipaksa untuk mendapatkan barang-barang yang sebelumnya ditopang oleh Soviet di pasar kapitalis.

Di masa kepemimpinan Trump, AS memberlakukan kembali kebijakan blokade yang pernah dicabut oleh Obama—yaitu Helms-Burton Act. Blokade ini dapat melegitimasi kapitalis yang perusahaannya dinasionalisasi oleh Kuba, menyeret pemerintah Kuba ke pengadilan AS. Selain itu, juga melegitimasi pembatasan perjalanan ke AS bagi mereka yang telah terlibat dalam penyitaan properti AS di Kuba atau memperdagangkan properti tersebut. Di pemerintahan Biden, Ia menambahkan dua sanksi tambahan terhadap Kuba. Sanksi baru itu menargetkan Menteri Pertahanan Kuba dan Brigade Ecpecial Nacional atas peran “represifnya” menangani aksi protes “damai”.

Menteri Luar Negeri Kuba, Bruno Rodriguez melaporkan bahwa antara April 2019 hingga Desember 2020, pemerintah mengalami kerugian $9,1 miliar karena blokade. Ini memperbanyak nominal kerugian akibat blokade 6 dekade—$147,8 miliar.

Paska diberlakukan kembali oleh Trump, kondisi Kuba semakin parah. Sektor pariwisata di Kuba yang dapat menyerap rata-rata 4 juta turis mancanegara/tahun, turun drastis di masa Covid-19 menjadi 80.000. Ini ditambah dengan pemberlakuan Helms-Burton Act. Kapal pesiar yang pernah berlabuh di pelabuhan Kuba, dilarang berlabuh di Amerika selama 180 hari.

Sehari setelah Miguel Diaz-Canel terlibat dalam aksi, Ia menjelaskan dalam konferensi pers bahwa Kuba menghadapi kekurangan makanan dan obat-obatan yang serius. Sebabnya dengan jelas, “adalah blokade”, tambahnya. Jika blokade yang diberlakukan oleh AS berakhir, banyak rintangan yang ada di depan rakyat Kuba dan pemerintahannya akan menghilang. Sebagai contoh di sektor medis, Kuba memang telah memiliki vaksin Abdalla—sebuah vaksin dengan tingkat keampuhan di atas 90% melawan virus Covid-19 di tubuh manusia. Namun, Kuba tidak bisa memproduksi dan mengimport alat penyimpanan vaksin—yang memungkinkan vaksin bertahan lama dan dapat didistribusikan dengan aman.

Ini membuat pemerintah Kuba kewalahan menekan laju penyebaran Covid-19. Pada 8 Maret 2021, pemerintah memberitakan 55.693 kasus Covid-19 dan 348 kematian. Ini lonjakan dua kali lipat dari bulan Februari di tahun yang sama—23.193 kasus. Segala penanganan itu membuat mereka harus mengeluarkan biaya yang tak terencana. Pada tahun 2020, pemerintah menghabiskan $102 juta untuk reagan, peralatan medis, peralatan pelindung dan bahan-bahan lainnya. Karena lonjakan dua kali lipat, kuartal pertama 2021 telah menghabiskan $82 juta untuk kebutuhan yang sama. Ini mencakup karantina di rumah sakit mereka yang terjangkit ($180/hari dan $550 bagi mereka yang membutuhkan perawatan intensif). Semua beban biaya itu ditanggung oleh pemerintah, rakyat Kuba tak mendapatkan tagihan sepeser pun.

Peran Kelas Buruh dan Kaum Tani dalam Revolusi Kuba

Kritik lain yang dilancarkan oleh kubu sosialis anti-Kuba adalah Revolusi Kuba merupakan hasil segelintir kelompok bersenjata nasionalis radikal dengan latar belakang kelas menengah. Kelas buruh tidak memainkan peran dalam Revolusi Kuba, paling baik hanyalah terlibat secara pasif. Di sisi yang lain, di Indonesia citra yang berkembang termasuk di kalangan kiri dalam melihat Revolusi Kuba penuh dengan heroisme dari segelintir orang memenangkan revolusi dengan angkat senjata… kembali peran kelas buruh dan kaum tani tidak dilihat.

Gerakan 26 Juli (G26J) berasal dari kaum tani namun juga bagian besar adalah buruh di sektor perkebunan gula dan kopi serta pabrik di perkotaan. Mereka turut membangun jaringan bawah tanah di perkotaan yang mengirimkan suplai makan, uang, rekruitmen untuk pasukan gerilya, melancarkan propaganda di perkotaan, mengorganisir aksi serta mogok. Tak hanya itu, mereka juga melancarkan sabotase dan serangan bersenjata terhadap polisi dan militer Batista di kota.

Dalam periode 1956-1959 terdapat tiga mogok nasional politik utama yang penting di Kuba. Pemogokan Santiago pada Agustus 1957, upaya mogok nasional pada April 1958 dan mogok nasional pada Januari 1959. Kita dapat melihat bagaimana perkembangan jaringan bawah tanah para pemberontak dari pemogokan-pemogokan tersebut.

Ide mogok nasional merupakan bagian utama dari strategi G26J. Namun usaha awalnya untuk benar-benar menjalankan strategi tersebut tidak berhasil atau sebagian saja berhasil. Pada tahun 1957, persoalan politik dan sosial utama adalah kediktaktoran Batista. Ini merubah prioritas dari perjuangan ekonomi menjadi politik. Di sisi yang lain aksi-aksi buruh di tingkatan pabrik menjadi tidak mungkin karena adanya represi, ini menurunkan pemogokan dengan isu sektoral dan meningkatkan aksi sabotase dan bantuan bawah tanah untuk para pemberontak. Proses ini kemudian mendorong G26J mendirikan Frente Obrero Nacional-FON (Front Buruh Nasional). Namun FBN jauh dari berhasil, karena CTC (serikat buruh utama di Kuba) dikontrol oleh Eusebio Mujal, elit birokrasi serikat buruh yang membersihkan CTC dari pengaruh PSP dan menjadi kolaborator dekat Batista. Serta PSP (Partido Socialista Popular) yang memiliki pengaruh di bagian-bagian tertentu kelas buruh bermusuhan dengan G26J, permusuhan yang sama juga dimiliki oleh banyak pimpinan-pimpinan G26J.

Setelah kegagalan mogok nasional April 1958, pimpinan G26J tidak menolak strategi pemogokan umum. Namun mereka melakukan evaluasi terhadap kegagalan tersebut dan menyadari bahwa pemogokan kedepannya harus dipersiapkan lebih baik serta hanya dilancarkan ketika kondisi objektif telah matang. Selain itu kesimpulan juga diambil mengenai kebutuhan persatuan seluruh kekuatan kelas buruh untuk menyiapkan mogok nasional revolusioner berikutnya. Pelajaran ini menghasilkan perubahan organisasi dan politik yang memastikan kemenangan akhir kekuatan revolusioner. G26J merubah kebijakannya dan mulai berusaha bekerjasama dengan PSP, PSP sendiri juga setuju dan mendukung perjuangan bersenjata melawan diktaktor Batista. FON kemudian disatukan dengan Comité Nacional de Defensa de las Demandas Obreras y por la Democratización de la CTCCNDDO (Komite untuk Perjuangan Tuntutan Buruh) membentuk Frente Obrero Nacional Unido-FONU (Front Persatuan Buruh Nasional). Berbagai konferensi ataupun rapat akbar dilancarkan di daerah-daerah yang telah dibebaskan oleh G26J ataupun di daerah lokal-lokal lainnya.

Kelas buruh juga memainkan peran penting dalam kemenangan Revolusi Kuba di Januari 1959. Walaupun Batista telah kabur namun pada saat itu terdapat ancaman kediktaktoran militer dengan upaya dari Jenderal Cantillo untuk mendirikan pemerintahan baru yang didominasi oleh militer. Mogok nasional yang secara efektif terjadi di seluruh Kuba berkembang menjadi pemberontakan yang membantu melumpuhkan dan menghancurkan polisi dan militer Batista. Cantillo yang tidak dapat mengendalikan situasi menyerahkan kekuasaan ke Colonel Ramon Barquin yang mencoba negosiasi dengan G26J, namun gagal.

Paska itu, kelas buruh dan kaum tani kembali memainkan peran penting untuk memajukan Revolusi Kuba. Adalah lelucon untuk menganggap bahwa pengambilalihan pabrik-pabrik ataupun tanah hanyalah hasil dari seruan Fidel Castro dan dijalankan oleh seribu atau tiga ribuan tentara gerilya G26J. Faktanya adalah buruh dan kaum tani, lewat Milicias Nacionales Revolucionarias (Milisi Revolusioner Nasional) mereka, yang mengambil alih pabrik-pabrik, perkebunan-perkebunan serta tanah dan kemudian mengusir tuan tanah dan majikannya. Tanpa peran mereka pula tidak mungkin ada pabrik-pabrik serta tanah yang berjalan dikerjakan paska pengambilalihan. Kelas buruh dan rakyat Kuba juga menyusun Comités de Defensa de la Revolución-CDR (Komite Pertahanan Revolusi) yang bertujuan untuk melawan aktivitas kontra-revolusioner, selain juga berbagai organisasi gerakan. Dimulai pada Oktober 1959, sekitar 200 ribu milisi buruh dan kaum tani dipersenjati dan tentara gerilyawan G26J dibubarkan.

Demokrasi, Birokrasi dan Kekuasaan Kelas Buruh dan Rakyat di Kuba

Doug Lorimer mengatakan bahwa untuk membenarkan seruan kepada kelas buruh Kuba agar menggulingkan pemerintahan di Kuba maka harus dapat menunjukan, seperti yang dilakukan oleh Trotsky dalam menganalisa rezim Stalin di Uni Soviet:

  1. Rezim tersebut mewakili lapisan sosial administrasi borjuis kecil yang terkristalisasi dengan hak istimewa yang terinstitusionalkan sehingga kepentingan strata berkuasa ini bertentangan dengan kepentingan kelas buruh Kuba.
  2. Bahwa dengan membela hak istimewa yang terinstitusionalisasi dari lapisan birokrasi tersebut maka rezim Kuba berkuasa melalui metode-metode totalitarian yang memecah belah rakyat pekerja Kuba.
  3. Bahwa dalam kebijakan-kebijakan internasional rezim Kuba menempatkan kepentingan sempit lapisan birokrasi ini di atas kelas buruh Kuba. Yaitu mereka mendorong kolaborasi kelas dengan imperialisme yang akan membebaskan lapisan birokrasi menikmati hak istimewanya tanpa ancaman entah kontra-revolusi imperialis atau ancaman bangkitnya aktivitas politik kelas buruh Kuba yang dipicu oleh contoh kemenangan revolusi di negeri-negeri tetangganya.

Tidaklah cukup hanya menunjukan bahwa kepemimpinan di Kuba melakukan kesalahan atau mengambil posisi yang salah dalam berbagai peristiwa dunia. Jika ini dijadikan kriteria maka kita harus menyimpulkan bahwa kepemimpinan semacam itu tidak pernah ada di dunia ini. Tidak pernah ada kepemimpinan revolusioner, termasuk Marx dan Lenin sekalipun yang tidak pernah membuat kesalahan ataupun mengambil posisi yang salah dalam berbagai peristiwa yang terjadi di negeri lain.

Membuat daftar deformasi birokrasi di sistem politik Kuba juga tidak cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa kepentingan kelas buruh Kuba hanya bisa dipertahankan dan dimajukan dengan penggulingan revolusioner rezim yang berkuasa di Kuba. Lenin sendiri melihat bahwa terdapat deformasi birokrasi di Uni Soviet pada tahun 1921-22. Namun tentu saja tidak ada kelompok Marxis sejati yang mengambil kesimpulan bahwa memajukan kepentingan kelas buruh Uni Soviet pada saat itu adalah dengan cara menggulingkan secara revolusioner rezim Bolshevik.

Dalam “Revolusi yang Dikhianati,” Trotsky menunjukan bahwa konsentrasi kekuasaan di tangan lapisan birokrasi Uni Soviet itu direfleksikan dalam hubungan antara angkatan bersenjata dan massa. Angkatan bersenjata bukan saja tidak digantikan oleh rakyat bersenjata namun melahirkan kasta lapisan perwira yang berhak istimewa. Trotsky juga menunjukan bahwa salah satu gejala perebutan kekuasaan oleh birokrasi Soviet adalah penghapusan sistem milisi. Apa yang terjadi di Kuba justru sebaliknya, pasukan pemberontak dibubarkan sementara 200 ribu milisi buruh dan kaum tani dipersenjatai. Pada pertengahan 1980an, Milisi Teritorial berjumlah 1,5 juta orang. CDR memiliki keanggotaan setengah juta orang pada 1961; 3,2 juta orang pada 1979 (37 persen dari penduduk Kuba) dan pada tahun 1980 menjadi 5,4 juta orang (56% dari penduduk Kuba atau 80% dari seluruh penduduk dewasanya).

CDR didirikan pada September 1960, walau awalnya bertujuan untuk melawan aktivitas kontra-revolusioner dalam perkembangan CDR menjalankan keseluruhan layanan masyarakat di level lokal. Mereka menjaga keamanan keamanan masyarakat (menjaga pabrik-pabrik, sekolah, dsb), memerangi penimbunan dan spekulasi barang-barang langka, mengawasi distribusi makanan dan kebutuhan lainnya melalui sistem kartu ransum. Mereka juga mengorganisir vaksinasi dan donor darah, aktivitas budaya dan oleh raga, dsb. Pemimpin CDR dipilih oleh anggota-anggota CDR di lingkungan (katakanlah tingkat RT atau RW seperti di Indonesia). Pada tahun 1970 terdapat 67.457 komite semacam itu, dimana sepuluh hingga lima belas CDR menjadi satu CDR tingkat distrik. Pimpinan CDR tingkat distrik dipilih oleh anggota dewan CDR tingkat distrik, dimana semua kerja CDR di tingkat distrik didiskusikan dan diputuskan oleh penduduk lingkungan.

Antara tahun 1974 dan 1976, dengan menggunakan CDR sebagai basisnya, institusi perwakilan demokrasi buruh dibangun di tingkat nasional, propinsi, kota dan lokal. Institusi ini bernama Poder Popular (Kekuasaan Rakyat). Ini bukanlah badan legislatif dengan model parlementer melainkan badan pekerja yang menggabungkan fungsi legislatif dan eksekutif. Ini adalah tipe institusi perwakilan yang mirip dengan awal soviet di Rusia. Struktur Kekuasaan Rakyat dibangun dari akar rumput. Di bawah Dewan Nasional Kekuasaan Rakyat terdapat kotamadya yang, tergantung daerahnya, bisa berisi beberapa kota-kota kecil. Setiap kotamadya dibagi menjadi beberapa distrik pemilihan umum dengan jumlah populasi yang relatif sama. Mereka kemudian memilih satu delegasi untuk Dewan Kotamadya Kekuasaan Rakyat. Calon delegasi harus tinggal di daerah yang dia wakili dan mereka dicalonkan bukanlah berdasarkan atas partai politik dia melainkan didiskusikan dalam rapat-rapat akbar dan diputuskan oleh suara mayoritas. Ketika calon delegasi sudah diputuskan maka biografi mereka akan ditempel di kantor-kantor CDR, tempat kerja, toko-toko dan tempat berkumpulnya massa. Karena area pencalonan relatif kecil maka umumnya para pemilih mengenali pandangan-pandangan para calon dalam berbagai macam isu.

Para delegasi terpilih harus memberikan laporan setidaknya empat bulan sekali rapat dengan pemilihnya. Mereka juga harus melakukan pertemuan-pertemuan individu setidaknya satu kali dalam seminggu. Delegasi yang tidak memuaskan dapat direcall oleh para pemilihnya kapanpun. Jika mayoritas setuju melakukan recall maka pemilihan baru akan dengan segera diselenggarakan. Delegasi dari Kekuasaan Rakyat tidak menerima upah lebih tinggi dari buruh ahli. Para delegasi diharapkan menjalankan fungsi mereka dalam waktu luang, namun untuk delegasi yang harus bekerja penuh-waktu (seperti anggota komisi permanen dari Kekuasaan Rakyat) mereka mendapatkan cuti yang dibayar dari pekerjaan reguler mereka dan menerima upah sama dengan yang mereka dapatkan sebelumnya.

Negara kelas buruh adalah negara yang mulai melenyap ketika dia lahir. Marx dan Lenin memberikan beberapa karakteristik negara kelas buruh yang mereka temukan di Komune Paris 1871. Karakteristik tersebut adalah: (1) tidak ada pemisahan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. (2) semua pejabat publik dapat dipilih seluas mungkin dan (3) tidak ada upah yang berlebihan. Semua karakteristik tersebut ada di negara Kuba.

Ketika berbicara mengenai hak istimewa, mari kita lihat hak istimewa yang dimiliki oleh lapisan birokrasi di Uni Soviet dan Tiongkok. Di Tiongkok pada 1956 terdapat sistem jenjang karir di pegawai negeri dengan 30 jenjang, dimana jenjang paling atas menerima upah tidak kurang dari 28 kali upah jenjang paling rendah. Selain upah tersebut, pejabat tinggi juga diberikan perumahan khusus (rumah-rumah mewah peninggalan pejabat masa kaisar dan borjuis besar), pelayan pribadi, mobil dan supirnya untuk penggunaan pribadi dan keluarga, toko-toko khusus yang penuh dengan barang-barang konsumen yang tidak bisa didapatkan oleh buruh. Ketika para pejabat pemerintahan ataupun Partai Komunis Tiongkok ingin berlibur mereka dapat menggunakan vila-vila maupun resor mewah yang ada.

Sementara itu sistem hak istimewa di Uni Soviet juga berdasarkan atas jenjang birokrasi. Di puncak, para pemimpin Politbiro Partai Komunis, anggota Komite Sentral Partai, menteri-menteri dan sejumlah kecil eksekutif yang menjalankan Majelis Agung Soviet mendapatkan kremlevsky payok, ransum Kremlin, yaitu makanan berlimpah mewah untuk keluarga mereka setiap bulan dan gratis. Sedangkan keluarga biasa di perkotaan dengan empat orang anggota keluarga harus menghabiskan 180-200 rubel sebulan untuk makanan, itu hampir setengah dari pendapatan mereka. Pimpinan-pimpinan utama mendapatkan layanan pengiriman ke rumah atau toko yang tepat berada di dalam Kremlin dan markas Komite Sentral. Wakil menteri dan eksekutif Majelis Agung Soviet memiliki toko khusus mereka sendiri di Perumahan Pemerintah. Toko-toko dengan potongan harga lainnya juga tersedia untuk perwira tinggi Soviet, ilmuan-ilmuan utama, kosmonot, manajer ekonomi, pahlawan dengan tanda jasa, aktor, editor di Pravda, Izvestia dan publikasi penting lainnya, dsb. Sementara Komite Sentral memiliki tiga jenjang. Secara keseluruhan nilai dan kualitas ransum diatur secara berjenjang, menurut jenjang karir mereka yang menerimanya.

Di Kuba, menurut sosiolog AS Maurice Zeitlin buruh ahli dapat menerima upah lebih tinggi dari administratur, namun ini juga dalam marjin yang sempit. Seorang administrator di sebuah pabrik bisa mendapatkan upah 250 USD perbulan, kepala teknisi sekitar 400 USD, buruh terampil 300 USD dan buruh yang tidak terampil mendapatkan upah sekitar 95 USD perbulan. Sementara itu upah pegawai pemerintahan berkisar antara 200 hingga 700 USD untuk seorang menteri. Ada beberapa tunjangan yang terbatas untuk pejabat. Misalnya mereka disediakan supir dan mobil untuk urusan pemerintahan.

Skala upah tertinggi di Kuba bisa dikatakan hanyalah sekitar 7 kali upah terendah. Namun dalam prakteknya jarang ada yang mendapatkan upah kurang dari 168 USD. Namun buruh yang terlibat dalam kerja produksi (bukan administraturnya) berhak mendapatkan insentif upah ketika melampaui norma-norma produksi. Jika buruh dapat menghasilkan dua kali lipat dari norma yang ditetapkan maka dia bisa mendapatkan upah dua kali lipat. Semua buruh, termasuk administraturnya berhak mendapatkan bonus 10% saat periode tiga bulan mereka bekerja jika targetan kuantitas produksi, efisiensi penggunaan bahan baku, dsb tercapai. Tidak jarang para buruh enggan menjadi administratur karena itu berarti mengurangi pendapatannya.

Perbedaan dalam standar hidup lebih jauh lagi dikurangi karena semua orang di Kuba menerima banyak barang-barang dan layanan esensial gratis atau disubsidi. Pendidikan dan kesehatan sepenuhnya gratis. Sekitar dua pertiga biaya perawatan anak disubsidi dan biayanya disesuaikan dengan pendapatan, antara 2 Peso hingga 40 Peso sebulan. Biaya sewa tempat tinggal tidak lebih dari 10% pendapatan, umumnya 6%. Semua buruh mendapatkan setidaknya satu kali makan, kadang dua kali, setiap hari di tempat kerja mereka seharga 50 sen.

Secara umum petinggi pemerintahan maupun industri hidup sederhana, marjin antara gaya hidup mereka dengan buruh biasa tidaklah besar, atau bahkan lebih kecil dari yang diindikasikan oleh perbedaan upah. Rumah-rumah mewah serta bangunan-bangunan besar yang diambilalih tidak menjadi “istana” bagi birokrasi pemerintahan ataupun pejabat partai. Mereka dirubah menjadi sekolah, museum, tempat hiburan yang terbuka untuk umum, tempat tinggal untuk pelajar ataupun mahasiswa dari keluarga buruh dan petani ataupun dijadikan kantor pemerintah.

Dalam kehidupan sehari-hari hubungan antara buruh dengan tenaga administrasi, teknisi, dsb cukup egaliter. Kapanpun seorang buruh ingin menemui administratur di tempat kerjanya, itu dapat dilakukan. Semua orang di Kuba memiliki ransum sesuai dengan kebutuhan keluarganya, tidak lebih tidak kurang. Admnistratur juga mengantri seperti buruh-buruh untuk mendapatkan ransum tersebut.

Langkah-langkah juga diambil untuk mencegah pertumbuhan hak istimewa untuk fungsionaris-fungsionaris. Sebagai contoh, setelah berbagai pengalaman, untuk mengatasi kekurangan tempat tinggal, televisi, lemari es dan barang-barang konsumsi lainnya maka distribusi barang-barang tersebut diputuskan lewat dewan-dewan buruh di tempat kerja. Para buruh akan melakukan pemilihan untuk menentukan siapa di antara mereka yang tidak memiliki salah satu barang tertentu dan yang paling pantas mendapatkannya karena performa kerjanya.

Jika ada lapisan birokrasi terkristal yang memiliki hak istimewa di Kuba, maka itu akan terlihat jelas oleh kelas buruh dan rakyat Kuba. Pada tahun 1989 dan 1993 terjadi goncangan ekonomi yang menyebabkan kelangkaan parah dalam suplai barang-barang akibat blokade AS dan keruntuhan Uni Soviet. Kejadian itu bisa memunculkan perlawanan besar dari kelas buruh dan rakyat Kuba terhadap lapisan birokrasi tersebut. Tidak adanya perlawanan tersebut dan dukungan yang kuat terhadap kepemimpinan Castro menunjukan bahwa tidak ada lapisan birokrasi berhak istimewa yang terkristal di Kuba.

Tentu saja ada tingkat birokratisme tertentu di Kuba. Keterbelakangan Kuba (dan sebenarnya negara Dunia Ketiga lainnya) membuat persoalan birokratisme menjadi masalah revolusi sosialis yang terjadi disana. Birokratisme ini sendiri sudah secara resmi diakui, dihadapi dan telah menjadi perjuangan bagi Kuba selama berdekade. Setidaknya kita bisa melihat bagaimana Fidel Castro secara politik melawan Stalinis Kuba di PSP yaitu Anabel Escalante pada tahun 1962 dan kemudian 1968. Bahkan dalam periode 1966 hingga 67, Partido Communista de Cuba (Partai Komunis Kuba) melakukan penelitian intensif mengenai persoalan birokratisme, mengambil pelajaran dari tulisan-tulisan Lenin di awal tahun republik Soviet. Kesimpulan-kesimpulan mereka dipublikasikan dalam editorial koran harian PCC, Granma yang ditulis oleh sekretaris PCC dan mantan pemimpin G26J, Armando Hart. Dua langkah diserukan di Granma untuk memerangi tendensi birokratisasi di negara buruh Kuba. Pertama adalah kampanye masif untuk memangkas ukuran aparatus negara. Puluhan ribu fungsionaris dihentikan dari jabatannya dalam beberapa bulan setelah publikasi tulisan-tulisan tersebut. Di beberapa departemen pemerintahan, staf dikurangi hingga 70%. Langkah kedua adalah kampanye ideologis melawan metode kerja birokratik dan sikap borjuis kecil yang digambarkan mementingkan diri sendiri dan hanya melakukan apa yang menguntungkan diri sendiri.

Sosialisme Satu Negeri dan Tugas Kaum Sosialis Indonesia

Manusia membuat sejarahnya sendiri namun tidak seenaknya melainkan dalam batasan-batasan yang dibentuk secara historis. Sesuatu yang Marx katakan namun sering dilupakan, termasuk dalam menganalisa Kuba. Sebuah negeri kecil, miskin dan secara industri terbelakang juga tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sudah lebih dari 60 tahun diblokade, disabotase dan bahkan diserang oleh AS sejak 19 Oktober 1960. Secara keseluruhan posisi Kuba adalah bertahan, bahkan tidak jarang harus mundur. Dengan mempertahankan capaian revolusi sebanyak mungkin dan mundur sesedikit mungkin, menghindari kondisi tercerai berai dan tidak terkontrol. Tidak ada prospek kemajuan ekonomi yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan dasar seperti tenaga produktif serta produktivitas yang rendah. Tidak ada prospek kemajuan tanpa ada revolusi di negara maju. Begitulah internasionalisme proletar sering disebutkan, termasuk kenapa tidak mungkin ada “sosialisme di satu negeri.” Sesempurna apapun kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan Kuba, tidak akan dapat membalikkan kondisi objektif tersebut.

Kelompok-kelompok sosialis anti-Kuba juga menyepakati tidak mungkin ada sosialisme di satu negeri. Namun ketika kenyataan di Kuba tidak se-sosialis seperti yang mereka inginkan, maka kesalahan ditimpakan kepada kepemimpinan di Kuba. Ketika kebijakan kepemimpinan di Kuba menunjukan bahwa “sosialisme di satu negeri” tidak mungkin, misalnya dengan membuka pasar secara terbatas, itu digunakan untuk menunjukan bahwa rezim di Kuba tidak mewakili kepentingan kelas buruh Kuba dan berupaya merestorasi kapitalisme.

Kondisi di Kuba hari ini secara garis besar mendekati aspek-aspek situasi yang dihadapi Rusia pasca perang sipil. Ada detail penting yang tak bisa kita jawab di sini, namun dalam arti luas kedua negara telah mengkonsolidasikan kekuatan kelas buruh dan tani dalam negara kelas buruh. Disamping itu keduanya adalah negeri terbelakang dibandingkan dengan negeri-negeri Imperialis. Ditambah kehancuran yang disebabkan oleh Perang Sipil, terisolasi tanpa ada prospek kemenangan revolusi di negeri maju ataupun imperialis yang dapat membantu mereka.

Dalam situasi tersebut, Lenin mengajukan novaya ekonomicheskaya politika (Kebijakan Ekonomi Baru). Dalam kebijakan tersebut, pemulihan ekonomi didorong lewat metode-metode kapitalis. Lenin melihat kebijakan tersebut memiliki resiko dan akibat negatif. Namun itu adalah satu-satunya langkah untuk menstabilkan dan meningkatkan basis ekonomi. Ini bukan berarti menolak sosialisme ataupun negara kelas buruh. Lenin mengatakan bahwa proletariat sebagai kelas yang memimpin dan berkuasa, harus mampu mengarahkan kebijakan agar dapat menyelesaikan persoalan yang paling mendesak dan paling sulit untuk meningkatkan tenaga produktif dari pertanian kaum tani. Hanya dengan cara itu maka kondisi kelas buruh diperkuat, memperkuat aliansi buruh dan kaum tani dan mengkonsolidasikan kediktaktoran proletariat.

———-

Pandangan kelompok-kelompok sosialis anti-Kuba itulah yang membuat mereka begitu mudah bersimpati pada perlawanan apapun terhadap pemerintahan Kuba, bahkan demonstrasi yang dipimpin oleh kaki tangan Imperialis AS seperti Juli lalu. Itu juga kenapa mereka kemudian berada dalam satu kubu dengan Biden, Trump juga Proud Boys yang berupaya menghancurkan Revolusi Kuba. Sangat disayangkan kelompok-kelompok sosialis yang berada di jantung kekuasaan Imperialisme di Amerika Serikat, Eropa Barat ataupun Australia dapat dengan mudah mendukung penggulingan pemerintahan sebuah negara miskin yang hampir setengah abad bertahan diri dari cekikan negara terkuat di dunia.

Kaum sosialis di Indonesia harus bersolidaritas terhadap Revolusi Kuba. Untuk melakukan itu kita harus menghindari merapal jargon: anti birokrasi dan mendukung demokrasi dan kontrol buruh. Termasuk juga menghindari romantisme heroisme segelintir orang bersenjata memenangkan revolusi.

Menurut kami, Revolusi Kuba memberikan banyak pelajaran berharga bagi kaum sosialis Indonesia. Pelajaran-pelajaran yang melengkapi pelajaran yang kita dapatkan dari Revolusi Oktober hingga kebelakang Marx dan Engels. Paling penting adalah pelajaran mengenai bagaimana kemenangan Revolusi di negara kapitalis terbelakang dapat bertahan selama hampir setengah abad dan bagaimana mengatasi persoalan birokratisme. Solidaritas paling baik yang bisa kita berikan adalah dengan memenangkan revolusi di Indonesia dan untuk itu kita semua harus bergabung dengan partai revolusioner. Mari bergabung dengan Perserikatan Sosialis.

Ditulis oleh Dipo Negoro, Kader Perserikatan Sosialis dan Riang Karunianidi, Anggota Lingkar Studi Sosialis

Tulisan ini juga diterbitkan dalam Arah Juang edisi 113, III-IV Juli 2021, dengan judul yang sama

Referensi:

Comunistas Editorial Board, “From Cuba: a description of the protests,” socialistworker.co.uk, 17 Juli 2021, artikel asli di: https://socialistworker.co.uk/art/52115/From+Cuba%3A+a+description+of+the+protests

Chris Slee, “Cuba: How the workers & peasants made the Revolution”, Resistance Books, Australia, 2008.

Doug Lorimer, “The Cuban Revolution & Its Leadership: A reply to a sectarian criticism”, artikel asli:  https://www.dsp-rsp.org/sites/default/files/documents/the-cuban-revolution-its-leadership-a-reply-to-a-sectarian-criticism-2000.pdf

DW, 22 Juli 2021, artikel asli: “Biden announces fresh sanctions against Cuba”, DW.com, https://www.dw.com/en/biden-announces-fresh-sanctions-against-cuba/a-58604664.

Euronews, “Trump endurece las sanciones a Cuba con la aplicación de la ley Helms-Burton”, 2 Mei 2019, artikel asli: https://es.euronews.com/2019/05/02/trump-endurece-las-sanciones-a-cuba-con-la-aplicacion-de-la-ley-helms-burton

Manola De Los Santos & Vijay Prashad, “The United States tries to take advantage of the price Cubans are paying for the blockade and the pandemic”, People Dispatch, 13 Juli 2021, artikel asli: https://peoplesdispatch.org/2021/07/13/the-united-states-tries-to-take-advantage-of-the-price-cubans-are-paying-for-the-blockade-and-the-pandemic/

Sam King, “Should the Cuban Revolution Hold on to Power?”, red-ant.org, 31 Agustus 2021, artikel asli: https://red-ant.org/2021/08/24/should-the-cuban-revolution-hold-on-to-power-introduction-to-a-new-four-part-series/

Steve Cushion, “A Hidden History of the Cuban Revolution: How the Working Class Shaped the Guerrila Victory”, Mounthly Review Press, New York, 2016.

Stephen Cushion, “Organised Labour and the Cuban Revolution, 1952-1959”, Institute for the Study of the Americas, University of London, thesis, 2012

teleSUR, “Cuban President Calls To Join Forces Against Opposition”, telesurenglish.net, 11 July 2021, artikel asli: https://www.telesurenglish.net/news/Cuban-President-Calls-To-Join-Forces-Against-Opposition-20210711-0004.html

Tricontinental: Institute for Social Research, “Washington Beats the Drum of Regime Change, but Cuba Responds to Its Own Revolutionary Rhythm: The Twenty-Ninth Newsletter, ticontinental.org, 22 Juli 2021, artikel asli: https://thetricontinental.org/newsletterissue/29-cuba-and-haiti/

Lenin, “The Tax in Kind: The Significance of The New Policy And Its Conditions”,  Lenin’s Collected Works, 1st English Edition, Progress Publishers, Moscow, 1965, Volume 32, pages 329-365.

Petisi “RELEASE FRANK GARCÍA HERNÁNDEZ AND HIS COMRADES”, petisi asli di: https://www.change.org/p/cuban-government-release-frank-garc%C3%ADa-hern%C3%A1ndez-and-his-comrades

Loading

Comment here