Pada minggu (13/8), berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5. Situs pemantau kualitas udara dengan waktu terkini tersebut mencatatkan Jakarta sebagai kota dengan udara terburuk di dunia. Kualitas udara di Jakarta 9 kali lebih buruk dari standar kualitas ideal WHO.
Berita-berita bermunculan bahwa warga Jakarta dan sekitarnya mulai banyak terserang penyakit saluran pernafasan. Bahkan Jokowi sendiri diberitakan batuk-batuk selama beberapa minggu. Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebutkan selama 2023 terjadi peningkatan kasus warga yang mengalami penyakit saluran napas dibandingkan tahun lalu. Secara umum polusi udara setidaknya dapat menyebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan, Pneumonia, Bronchopneumonia, Penyakit kardiovaskular serta kanker. Mereka yang paling rentan adalah anak-anak karena secara fisiologis mereka bernapas dengan laju napas yang lebih besar.
Apa penyebab itu semua? Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK, Sigit Reliantoro, mengatakan saat ini pemerintah sedang fokus pada upaya mengendalikan polusi udara di bidang transportasi. Ini karena menurutnya transportasi menjadi penyumbang terbesar polusi udara, dengan 44%. Sementara bidang industri menyumbang polusi udara sebesar 31%.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan, penyebab pencemaran kualitas udara ini disebabkan oleh kendaraan bermotor. Karena dari catatannya pada tahun 2022 lalu, ada 24,5 juta kendaraan bermotor dan 19,2 juta di antaranya sepeda motor. Ia juga menampik kabar polusi udara berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Cilegon. Ini karena dari hasil analisis pencemaran udara tidak bergerak ke arah Jakarta melainkan ke Selat Sunda. “Jadi bisa dikatakan bahwa bukan karena PLTU begitu ya, apalagi dilihat dari hasil studi penggunaan batubara berpengaruh ke Jakarta sih gak sampai 1%,” katanya.
Padahal, riset Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) yang diterbitkan pada Agustus 2020 mendapati pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan pabrik industri sebagai pencemar udara utama. Pada tahun 2020 CREA mencatat bahwa Jakarta juga dikelilingi 118 fasilitas industri yang turut berkontribusi terhadap pencemaran udara di Jakarta. Polutan-polutan tersebut bisa sampai ke Jakarta akibat arah angin pada waktu-waktu tertentu.
Sebenarnya Presiden Republik Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan sudah divonis melakukan perbuatan melawan hukum berkaitan dengan penanganan polusi udara. Para tergugat dinyatakan melanggar Pasal UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Gugatan pencemaran udara di ibu kota diajukan oleh 32 warga yang dikuasakan kepada Tim Advokasi Gerakan Ibukota (Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta) pada Juli 2019 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Para penggugat menilai udara Jakarta yang tercemar menyebabkan hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak terpenuhi. Pada 2010 terjadi 5 juta kasus timbulnya penyakit yang berkaitan dengan pencemaran udara dan meningkat pada 2016 menjadi 6 juta kasus. Akibatnya masyarakat DKI Jakarta menanggung beban biaya sebesar Rp38,5 triliun pada tahun 2010 dan Rp51,2 triliun pada 2016 untuk pengobatan penyakit yang berhubungan dengan pencemaran udara.
Sanksi yang dijatuhkan adalah kepada Tergugat 1 (Presiden Joko Widodo) disebut untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tergugat 2 (Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar) disebut untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI (Anies Baswedan), Gubernur Banten (Wahidin Halim) , dan Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil), dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Tergugat 3 (Menteri Dalam Negeri) disebut untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja tergugat 5 (Gubernur DKI) dalam pengendalian pencemaran udara. Tergugat 4 (Menteri Kesehatan) disebut untuk melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKIyang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan tergugat 5 (Gubernur DKI) dalam penyusunan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara. Namun bukannya melaksanakan putusan pengadilan, Presiden Republik Indonesia dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan lebih memilih mengajukan kasasi pada awal Januari tahun ini.
Rapat koordinasi digelar oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memanggil dua pimpinan daerah dan beberapa menteri secara langsung. Dalam instagramnya, Luhut mengatakan ada enam langkah yang akan diambil. Pertama adalah modifikasi cuaca; kedua, kewajiban bagi industri untuk menggunakan scrubber untuk mengurangi polutan pada cerobong pabrik dan juga pembangkit listrik; ketiga, perluasan dan pengetatan uji emisi kendaraan; keempat, melakukan pembagian jam kerja; kelima, Luhut mengatakan pemerintah akan mendorong penggunaan transportasi publik dengan meningkatkan kapasitas transportasi publik pada jam sibuk; terakhir mempercepat penggunaan kendaraan listrik.
Sementara itu Pj Gubernur DKI Jakarta Heri Budi Hartono meminta semua kementerian dan lembaga yang berkantor di Jakarta menerapkan kebijakan work from home alias kerja dari rumah kepada pegawainya. Termasuk mengganti kendaraan dinas dengan kendaraan listrik. Sementara itu Siti Nurbaya juga mengatakan pihaknya akan mengawasi ketat pembangkit-pembangkit listrik independen di Jakarta dan sekitarnya.
Beberapa solusi tersebut terlihat bagus, kontrol terhadap industri-industri harus diperketat bahkan sanksi pengambilalihan bisa dilakukan bagi pelanggar. Tapi apakah pemerintah akan benar-benar mengontrol para pemilik industri besar tersebut? Mayoritas anggota DPR adalah pebisnis konglomerat, demikian juga mereka yang duduk di dalam pemerintahan. Mereka yang ketika buruh berjuang menuntut kenaikan upah selalu menjawab produktivitas rendah dan perusahaan mengalami kerugian. Mereka yang bisa bebas melakukan kriminalisasi dan represi untuk bisa merampas tanah petani. Mereka yang menggunakan segala tipu daya dan represi untuk mengesahkan UU Cipta Kerja yang menguntungkan mereka sendiri.
PLTU-PLTU Swasta yang secara umum memberikan sumbangan bagi polusi udara terutama dimiliki oleh Sandiaga Uno, Luhut, Erick Thohir, Aburizal Bakrie, Dahlan Iskan, AM Hendropriyono, Arini Subianto, Fachrul Razi, Teddy Permadi Rachmat, Wiwoho Basuki Tjokronegoro, “Boy” Thohir, Prajogo Pangestu dan Martua Sitorus.
Lalu kenapa transportasi publik hanya ditingkatkan pada saat jam sibuk saja? Padahal justru transportasi publik harus dimassalkan ini berarti semua transportasi publik harus dinasionalisasi sehingga dapat dibangun saling keterhubungan, bukan diprivatisasi. Upah dan kesejahteraan juga harus diberikan bagi supir transportasi publik. Transportasi juga harus mudah diakses, nyaman, murah dan tepat waktu. Serta tentunya ramah lingkungan.
Kendaraan listrik yang terus menerus didengung-dengungkan tidaklah bebas emisi atau polutan. Produksi kendaraan listrik dan baterainya menggunakan lebih banyak energi dan melepaskan lebih banyak karbon dioksida ketimbang kendaraan konvensional. Ini banyak berhubungan dengan bagaimana listrik yang digunakan pembuatnya dihasilkan: apakah dari membakar batu bara atau energi yang terbarukan? Setiap kilowatt-jam kapasitas penyimpanan baterai kendaraan listrik mengakibatkan 150 hingga 200 kilogram karbon dioksida dikeluarkan. Proses produksi sebuah kendaraan listrik menghasilkan 17,5 ton kabon dioksida. Melihat bagaimana para konglomerat ini senang menjejer-jejerkan mobil mewah maka bahkan ketika setiap kendaraan menjadi kendaraan listrik, sejumlah besar karbon tetap dihasilkan.
Masalah lainnya banyak produksi kendaraan listrik meskipun mengklaim ramah lingkungan ternyata juga sarat pelanggaran hak asasi manusia dan hak-hak perburuhan. Sekitar 100 ribu buruh tambang di Kongo mengandalkan peralatan sederhana untuk mendapatkan Kobalt. Ini pekerjaan yang sangat berbahaya dan sering menghasilkan kecelakaan kerja termasuk kematian. Upah mereka juga rendah. Sementara lithium di Chili didapatkan dengan merampas tanah masyarakat adat serta perusakan lingkungan. TIdak jarang tambang-tambang Lithium mempekerjakan anak-anak. Elon Musk yang dibangga-banggakan oleh Jokowi dan para menterinya adalah pendukung kudeta terhadap Evo Morales di Bolivia untuk merebut akses ke Lithium.
Rakyat pada umumnya tidak dapat mudah beralih ke kendaraan listrik. Selain harganya ratusan hingga miliaran rupiah, juga konsumsi daya listriknya yang tinggi. Penelitian ITB merekomendasikan rumah tangga dengan daya 2.200 VA harus dinaikkan. Sedangkan untuk daya 1.300 VA ke bawah maka mustahil bisa melakukan pengisian daya mobil listrik.
Ada apa dengan kendaraan listrik sehingga dianggap solusi bagi polusi bahkan dianggap ramah lingkungan hingga diberikan subsidi? Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan) adalah ketua asosiasi pengusaha mobil listrik. Sedangkan Luhut bersama konglomerat seperti Hartono Bersaudara, Agus Lasmono, Bambang Soesatyo ataupun Bakrie juga memiliki bisnis dalam kendaraan listrik. Kenapa mereka-mereka ini, para elit dan konglomerat bisa selalu diuntungkan saat rakyat kesusahan. Banyak diantara mereka yang meningkat kekayaannya saat kita rakyat terpuruk karena pandemi Covid 19.
Ada kemungkinan persoalan ini akan menghilang seiring dengan datangnya hujan, yang diperkirakan mulai di bulan September. Hujan akan membantu meluruhkan polutan yang melayang di udara. Tekanan agar pemerintah bertanggung jawab atas polusi yang terjadi bisa mereda. Bisnis kendaraan listrik dan industri bisa terus berjalan. Tapi masalah polusi tidak akan berhenti, dia hanya reda sementara untuk muncul di kemudian hari, mungkin lebih parah lagi. Kita harus bertindak sekarang.
Ditulis oleh Dipo Negoro , kader Perserikatan Sosialis
Comment here