Pernyataan Sikap

Pernyataan Sikap Bersama Mengecam Pembubaran dan Penangkapan Aksi Damai Petisi Rakyat Papua

Tidak pernah ada demokrasi untuk rakyat Papua! Kita terus dipertontonkan wujud penghinaan terhadap hak berdemokrasi rakyat Papua. Semakin hari ruang kebebasan ekspresi bagi rakyat Papua terus dikerdilkan. Melalui aparat penegak hukum, dalam hal ini TNI-POLRI, disertai dengan ormas sipil reaksioner, menjadi antagonis dan alat represif terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi rakyat Papua. Padahal kebebasan berpendapat dan berekspresi telah dijamin melalui pasal 28 UUD 1945, 1999 Pasal UU No 9 1998, dan pasal 1 ayat 3 UU No 39 tentang Hak Asasi Manusia. Jaminan tersebut meliputi kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum baik secara lisan maupun tulisan tanpa adanya intimidasi atau gangguan dari pihak manapun.

Tanggal 05 Mei 2022, Jefri Wenda, juru bicara Petisi Rakyat Papua (PRP) membuat himbauan di berbagai media tentang rencana aksi damai serentak PRP secara nasional pada tanggal 10 Mei 2022. Aksi tersebut merupakan sikap penolakan terhadap keberlanjutan Otsus Jilid II, pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB), sekaligus menuntut hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua. Himbauan aksi ini ditujukan kepada seluruh rakyat yang bermukim di atas tanah Papua, baik Orang Asli Papua (OAP) maupun non-OAP, pihak gereja Papua, lembaga pegiat demokrasi dan HAM di Papua, serta organisasi dan individu pro demokrasi di berbagai wilayah Indonesia. Di Papua sendiri aksi tersebut direncanakan digelar di 10 kota, antara lain Jayapura, Manokowari, Sorong, Kaimana, Wamena, Yahokimo, Dogiyai, Mapia, Fakfak, dan Deiyai.

Tidak butuh waktu lama, himbauan aksi tersebut langsung mendapatkan respon intimidatif. Salah satunya dari Kapolresta Jayapura, Gustav R. Urbanis. Pihaknya menyatakan akan membubarkan jika ada yang melakukan aksi. Sedangkan pihak TNI melalui pernyataan Mayor Inf. Jhon D Dahar sebagai Danramil 1701 Sentani, mengatakan telah membangun komunikasi dengan Polres dan Polsek untuk sama-sama menjaga keamanan kota Jayapura. Setidaknya 1000 personil gabungan TNI-POLRI yang disiapkan untuk pengamanan aksi tersebut.

Di sisi lain, opini negatif terhadap aksi tersebut juga dibangun oleh Bupati Jayapura: Mathius Awoitauw, Tokoh Adat: Yanto Eluay, dan Tokoh Agama: Pdt. Albert Yoku. Yang memandang pelaksanaan aksi ini akan mengganggu pelayanan publik, merusak kerukunan umat, dan mengikuti kehendak dari segelintir orang.

Benar saja, bukan hanya intimidasi dan serangan propaganda hitam menjelang aksi 10 Mei. Sekitar 3 dari 10 kota yang menggelar aksi kemarin dibubarkan secara paksa oleh aparat keamanan. 3 kota itu, yakni Jayapura, Manokowari, dan Sorong. Sementara Makassar dan Denpasar menjadi 2 kota di luar Papua yang mendapat represifitas serupa. Pembubaran dan represifitas disertai dengan tindak pemukulan, tembakan gas air mata, penggunaan senjata peluru karet, dan water cannon. Akibatnya, sekitar 50-an massa aksi di Jayapura terluka.

Tidak hanya itu, 7 orang kemudian ditangkap, di antaranya adalah

1. Juru bicara PRP, Jefri Wenda

2. Ones Suhuniap

3. Omikson Balingga

4. Abi Douw

5. Ester Haluk

6. Marthen Rumbiak, dan

7. Imam Kogoya.

Jefri, Ones, dan Omikson dijerat dengan UU ITE.

Meski ketujuhnya kemudian dibebaskan, pembubaran disertai penangkapan terhadap aksi damai PRP tetap tidak dapat dibenarkan dan harus dikecam dengan keras. Sebab kejadian ini bukan yang pertama kali menimpa aksi bertemakan Papua. Padahal Papua adalah wilayah yang diberikan hak istimewa oleh pemerintah Indonesia melalui otonomi khusus (special autonomy). Seyogyanya dengan otonomi khusus ini  penghormatan hak-hak sosial ekomomi, politik, dan budaya orang Papua harus diutamakan. Termasuk di dalamnya adalah kebebasan dalam menyatakan pendapat di muka umum. Sebab hal ini berkait berkelindan dengan perkembangan dalam memajukan demokrasi secara umum di Indonesia.

Intimidasi, black campaign, pembubaran, dan kriminalisasi harus dipahami sebagai upaya memukul mundur demokrasi. Demokrasi yang sedikit terbuka, buah dari perjuangan reformasi yang masih harus semakin diperluas bukannya malah dipersempit. Kita telah cukup memiliki ingatan sejarah yang kelam terkait tertutupnya ruang demokrasi di zaman Orde Baru. Sebagai generasi pasca reformasi, kita tentu tidak menginginkan sejarah kelam demokrasi di masa kepemimpinan rezim militeristik Soeharto terus diulang dan direplikasi di masa kini. Khususnya di tanah Papua. Maka dari itu, demi terwujudnya demokrasi yang sejati, kami menyatakan sikap:

  • Mengecam pembubaran dan represifitas aparat gabungan Indonesia terhadap massa aksi Petisi Rakyat Papua, Selasa 10 Mei 2022.
  • Mengecam kriminalisasi terhadap aktivis dan massa solidaritas Papua.
  • Mengecam pembungkaman ruang demokrasi di Papua.
  • Menuntut pembebasan seluruh tahanan politik Papua tanpa syarat.


Kami yang turut serta dalam pernyataan sikap ini:

  1. Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN
  2. Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI).
  3. Front Muda Revolusioner (FMR)
  4. Aliansi Mahasiswa Papua-Serang (AMP-Serang)
  5. Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia-Jakarta Timur (PMKRI-Jaktim)
  6. Federasi Gerakan Buruh Kerakyatan (FGBK)
  7. Perserikatan Sosialis (PS)
  8. Cakrawala Muda Kerakyatan-Komite Central
  9. Kesatuan Perjuangan Rakyat-Jogyakarta (KPR-Jogyakarta)
  10. Maharani Caroline, Advokat.
  11. Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan Universitas Pendidikan Indonesia (UKSK UPI).
  12. Gender Research Student Center Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
  13. Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK-UIN SGD Bandung).
  14. LPM Daunjati ISBI Bandung.
  15. Ruang Aman RASI ISBI Bandung.
  16. Agrarian Resource Center (ARC).
  17. Partai Pembebasan Rakyat (PPR)
  18. Aksi Kamisan Bandung.
  19. Aliansi Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB).
  20. Federasi Serikat Buruh Militan (F-SEBUMI).
  21. Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI)
  22. Mahasiswa Kalijaga Bantu Rakyat-Universitas Islam Negeri (MAKAR-UIN)
  23. 90 bpm rhythm (Kelompok hip hop Serang)
  24. Bunda house ( Pasar Gratis dan Perpustakaan Jalan Serang).
  25. Aliansi Mahasiswa Komite Kota Jogyakarta (AMP-KK Jogyakarta).
  26. Serikat Pembebasan Perempuan (Siempre).

Loading

Comment here