Opini Pembaca

Tugas Mendesak Kita Untuk Pembebasan Papua

Perjuangan pembebasan nasional Papua Barat telah memasuki usianya yang ke 60 tahun. Sudah tiga generasi Papua dihabiskan dalam medan pertempuran melawan kolonialisme. Ratusan ribu nyawa diburu, disiksa, dipenjarakan, bahkan tidak sedikit yang mati di tangan penjajah. Namun sampai saat ini apa yang dicita-citakan belumlah terwujud. Lantas sekarang kita bertanya, tugas apa yang harus kita lakukan untuk lebih memajukan perjuangan Papua?

Dalam tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Tirani di Papua dan Kebutuhan Partai Revolusioner untuk Menggulingkannya” sudah sedikit banyak mengevaluasi kerja-kerja organisasi perjuangan di Papua, tetapi juga menegaskan tugas apa yang harus dilakukan kaum muda saat ini. Dalam kesimpulannya, tugas itu adalah pembangunan alat politik ideologis yang kuat, yakni partai revolusioner. Sebab, pada saat ini, setelah melalui pengalaman panjang dan berliku, kita telah sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada yang lebih mendesak bagi kaum muda Papua yang revolusioner dan militan, kecuali membangun sebuah partai yang memiliki kemampuan untuk memimpin perjuangan rakyat Papua melawan kolonialisme.

***

Selama kekuatan massa rakyat yang terdidik dan maju secara teori maupun praktek tidak mengorganisir kekuatan utamanya, seperti yang disarankan oleh V. Lenin bahwa “lapisan paling maju dan sadar kelas dari proletariat harus mengorganisir diri membentuk organisasi politik demi menarik lapisan lebih luas dari kelas buruh serta memenangkanya ke poltik revolusioner sekaligus menjadi perwujudan angkatan politik proletar melawan musuh-musuh kelasnya”. Maka selama itu pula revolusi demokratik Papua tidak akan pernah terwujud.

Revolusi manapun, dimanapun, kapan pun, membutuhkan dua hal pokok, yakni faktor objektif dan faktor subjektif. Faktor objektif adalah kondisi material akibat dari kerja kapitalisme-kolonialisme di atas tanah Papua, misalnya krisis ekonomi, rasisme, perbudakan, dsb. Sementara faktor subjektif adalah faktor yang mempengaruhi pikiran massa dan arah gerak “kemana massa akan pergi?” setelah merespon kondisi objektif. Hubungan antara keduanya adalah faktor penentu kemenangan terakhir 100%.

Kondisi objektif, tak terelakan akan tercipta akibat dari hasil kerja kapitalisme. Mau tidak mau suka tidak suka watak kapitalisme yang rakus keuntungan, sudah pasti akan melahirkan penindasan di pihak lain, dalam hal ini kelas pekerja dan kelompok rentan lainnya seperti masyarakat adat yang hari ini merupakan kelompok mayoritas di Papua. Dan akibat dari hal ini adalah orang akan berpikir untuk melawan.

Namun perlawanan yang tidak dilakukan dengan tepat, tidak akan mungkin menghasilkan kemenangan. Dalam kasus Papua, dalam perlawanan melawan kapitalisme-kolonialisme kita membutuhkan kesadaran kelas, kesadaran marxis revolusioner.  Dan kesadaran semacam itu tidak akan jatuh dari langit, tetapi ia harus diciptakan, harus dibangun alat produksinya.

Gerakan-gerakan rakyat yang berkembang hari ini secara spontan dimana-mana tidak akan berarti apa-apa apabila tidak diarahkan oleh kepemimpinan yang tepat. Sebagaimana dijelaskan oleh Lenin, bahwa ‘elemen spontan’, esensinya, merepresentasikan sesuatu yang tidak lebih dan tidak kurang daripada kesadaran dalam bentuk embrionik[1]. Dan dalam perjuangan penggulingan kapitalisme-kolinalisme di Papua, kesadaran semacam itu (embrionik), tidak akan kuat dan mampu membawa rakyat menuju kemenangan. Satu-satunya yang dibutuhkan adalah massa rakyat yang terdidik dan memiliki kesadaran maju, yakni marxis-revolusioner.

Lalu bagaimana mewujudkan angkatan massa rakyat yang terdidik itu? Disinilah letak pentingnya pengaruh revolusioner. Lewat kerja-kerja atau intervensi kaum marxis yang terikat dan tersatukan dalam sebuah alat politik, ‘elemen spontan’ secara perlahan namun pasti akan memproduksi tenaga-tenaga ‘revolusioner profesional’. Tetapi juga di sisi lain memberi konsepsi perlawanan yang benar kepada massa rakyat.

Apabila syarat ini tidak segera disediakan, dan atau tanpa intervensi yang kuat dari kaum marxis revolusioner, maka kesadaran massa yang masih dalam bentuk embrionik akan segera mengambil kesetiannya kepada ideologi borjouis yang sedang dominan hari ini. Lenin dalam pamfletnya Apa yang Harus Dikerjakan? menekankan persoalan ini secara jelas, bahwa kita tidak bisa menyembunyikan fakta pertarungan ideologis yang sedang tersaji dihadapan kita.

“Kesadaran massa yang masih dalam bentuk embrionik” bisa saja akan berkembang menjadi matang entah kesadaran borjuis, ataupun kesadaran proletariat (marxis revolusoner). Alasan dari argumen ini adalah, Lenin menulis:

“Karena tidak bisa ada pembicaraan mengenai ideologi independen yang dirumuskan oleh massa buruh itu sendiri dalam dalam proses pergerakannya,* Maka satu-satunya pilihan adalah, ideologi borjouis atau ideologi sosialis. Tidak terdapat jalan tengah (karena umat manusia belum melahirkan ideologi “ketiga”, dan lebih jauh lagi dalam masyarakat yang dirobek oleh antagonisme kelas, tidak akan pernah ada ideologi non-kelas atau ideologi di atas kelas). Karenanya untuk meremehkan ideologi sosialis dengan cara apapun, mengesampingkannya di dalam tingkat yang paling rendah, bermakna memperkuat ideologi borjuis.” [2]

Pengalaman kita selama 60 tahun berjuang, terutama pengalaman pada tahun 2019 membuktikan tesis Lenin di atas. Radikalisasi massa yang berkembang dan pecah di seluruh negeri, karena tidak ada pengaruh marxis revolusioner yang kuat, gerakan yang berkembang diserobot oleh elit-elit lokal yang goblok (ideologi borjuis) dan segala macam penipu sayap kanan. Akhirnya hasil akhir dari “aksi rasisme 2019” adalah resolusi-resolusi sampah seperti pembangunan istana presiden di Papua, dsb, yang sebenarnya jauh dari tuntutan massa, yakni kemerdekaan penuh.

Sekarang dan atau ke depan kondisi objektif pasti akan ada. Radikalisasi juga akan ada. Dan itu pasti! Namun apakah kita akan membiarkan nasibnya seperti pengalaman kita di tahun-tahun sebelumnya? Jelas tidak! Dan untuk menghindari hal itu, satu-satunya yang bisa menyelamatkan adalah pembangunan alat politik. Sebuah alat yang bukan sembarang alat, atau hanya sekedar nama, tetapi alat yang mampu memberikan kepada massa rakyat ideologi sosialis, panduan praktik-praktik revolusioner, atau secara umum kita menyebutnya kepemimpinan yang tepat.

Dan alat itu, hanya dan satu-satunya adalah partai revolusioner. Hanya itu. Tidak ada alat lain!

Lalu kapan waktu yang tepat untuk mulai membangunnya?

Vladimir  Lenin dalam tulisannya “Dari Mana Harus Kita Mulai?” menerangkan bahwa “Adalah konyol untuk mengajukan dalih situasi-situasi yang berbeda dan periode yang berubah-ubah: membangun sebuah organisasi perjuangan dan melakukan agitasi politik adalah hal yang esensial di bawah setiap situasi “membosankan, penuh kedamaian”, dalam segala periode, tak peduli bagaimana pun ini ditandai oleh suatu “penurunan semangat revolusioner”; lebih lanjut, adalah justru di dalam periode-periode demikian dan di bawah situasi-situasi demikian kerja-kerja macam ini amat sangat dibutuhkan, karena akan terlalu terlambat untuk membentuk organisasi di masa-masa terjadinya ledakan dan pergolakan; partai harus berada dalam kondisi siap siaga untuk beraksi sewaktu-waktu.”

Disini dengan jelas Lenin menjelaskan bahwa pembangunan partai revolusioner yang kuat tidak bisa menunggu datangnya ledakan dan pergolakan lalu terburu-buru membangunnya, karena akan sangat terlambat. Namun pembangunannya harus dimulai, bahkan di saat-saat paling “damai” sekalipun.

Memang kita mengakui, di saat-saat seperti sekarang ini, terutama saat  rezim mempromosikan infrastruktur, Otonomi Khusus, PON, akan membuat tuntutan kemerdekaan ‘meredup’; diskusi-diskusi jarang dihadiri, dsb. Namun, mari kita bertanya: sampai kapan ‘kebaikan’ rezim ini akan bertahan? Apakah kelas borjuasi akan berhenti membabat hutan adat dan tetap memberi subsidi bagi mahasiswa Papua? Apakah kelas borjuasi akan menyerahkan seluruh hasil kekayaan alam Papua untuk manusia Papua? Jawaban yang pasti adalah tidak! Dan fakta yang lebih menarik, dan mengejutkan kita semua adalah di masa ‘kebaikan’ pemerintah– di masa pemberlakuan Otsus, ledakan luar biasa– yang baru petama kalinya terjadi dalam sejarah perlawanan rakyat Papua pecah pada tahun 2019.

Ini artinya, ledakan radikalisasi massa tidak akan pernah kita prediksikan. Tugas kita adalah membangun alat politiknya. Dan itu harus dimulai dari sekarang! Sebab, menundanya, sebagaimana disampaikan Allen Myers “hingga kemunculan beberapa kondisi yang diharapkan lebih sesuai hanyalah bermakna bahwa tujuan itu akan tercapai–jika dan hanya jika–kemudian hari, bukan segera.”

Dan sampai di sini. Sekarang muncul pertanyaan baru, apakah kita sudah punya organisasi politik marxis yang kita harapkan? Sebelum menjawab pertanyaan itu, alangkah baiknya kita memahami lebih dulu apa itu partai revolusioner?

Alan Woods dalam bukunya “Bolshevisme: Jalan Menuju Revolusi” menerangkan bahwa “Sebuah partai bukan hanya sebuah organisasi, sebuah nama, sebuah panji, sebuah koleksi individu-individu, atau sebuah aparatus. Bagi seorang Marxis, sebuah partai revolusioner adalah pertama-tama ide, program, metode, dan tradisi; dan hanya setelah itu sebuah organisasi dan aparatus (yang tidak diragukan kepentingannya) guna merealisasikan ide-ide tersebut ke dalam lapisan terluas rakyat pekerja. Partai Marxis, semenjak kelahirannya, harus mendasarkan dirinya pada teori dan program, yang merupakan ringkasan umum dari pengalaman historis kaum proletar. Tanpa ini, partai tersebut bukanlah apa-apa. Pembangunan sebuah partai revolusioner selalu dimulai dengan kerja mengumpulkan dan mendidik kader yang membutuhkan waktu yang lama dan melelahkan, dan kader-kader ini akan menjadi tulang punggung partai selama masa kehidupannya.”

Jadi sangatlah jelas disini, bahwa partai bukanlah hanya persoalan nama, melainkan ide, program, metode, tradisi, dan ketepatan-ketepatan persepktifnya yang diuji berdasarkan logika berpikir Marxisme ilmiah serta pengalaman praktek-praktek perjuangannya. Di luar ini, bukanlah partai Marxis revolusioner!

Saya ulangi, bahwa pengalaman kita selama 60 tahun berjuang telah memberikan kejelasan segalanya. Bahwa kita belum memiliki organisasi Marxis revolusioner yang kuat dan mampu memimpin kita ke arah gerak perjuangan yang tepat. Yang terjadi selama ini adalah bentuk front persatuan yang kemudian dirubah menjadi organisasi permanen, seperti misalnya Organisasi Papua Merdeka (OPM), Presidium Dewan Papua (PDP), Negara Republik Federal Papua (NRFPB), dan yang terakhir United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Kita memang membutuhkan persatuan, namun ini janganlah dianggap sebagai satu-satunya langkah strategis menuju Papua merdeka. Apalagi bersatu karena usulan elit-elit borjuis dari negara lain, sebab front persatuan dalam waktu tertentu sifatnya hanyalah langkah taktis. Apalagi front persatuan yang isinya dari berbagai tendesi, apabila tidak ada kepemimpinan dari kaum marxis revolusioner, maka yang tejadi adalah kebingungan luar biasa dan arah gerak dari front akan menuju kepada ideologi borjuis seperti yang kita saksikan hari ini di ULMWP dengan Green State Visionnya.

Dan untuk mengatasi hal tersebut, kita membutuhkan kepeloporan yang tepat dari kaum marxis dalam sebuah front. Lantas bagaimana kaum marxis bisa memberi kepemimpinan, jika belum terikat dan tersatukan dalam sebuah organisasi politik revolusioner yang kuat? Untuk itulah, tidak ada tugas mendesak lain bagi kita sekarang, kecuali membangun alat politik revolusioner yang kuat, yakni partai revolusioner.

ditulis oleh Sharon Muller, anggota Lingkar Study Revolusioner

Catatan.

  1. Lenin CW 5, Hal. 386
  2. Ibid, hal. 384

Referensi :

  1. Bruce Landau, Lenin dan Partai Bolshevik, Bintang Nusantara 2014.
  2. Allen Myers, Apalagi Yang Kita Tunggu?, Bintang Nusantara 2013.
  3. Dari Mana Kita Mulai. (2015, Mei 27) Diakses 14 Mei 2021 dari https://www.arahjuang.com/2015/05/27/dari-mana-kita-memulai/ 

Loading

Comment here