Teori

Penyakit Mental atau Penyakit Sosial?

Oleh Susan Rosenthal

Dalam fungsi kesehariannya, kapitalisme merampas, melukai, menyakiti dan membunuh jutaan orang. Apa yang mencegah mereka yang disingkirkan dari bangkit untuk mengakhiri tatanan sosial yang menindas ini?

Untuk mempertahankan dirinya, kelas penguasa mendirikan institusi kontrol sosial yang didukung oleh gagasan yang membenarkan kondisi yang ada. Salah satu institusinya adalah pengobatan modern yang dikembangkan sebagai sistem untuk mendiagnosis dan mengobati individu, bukan kondisi sosial mereka. (1)

Ideologi medis mengasumsikan bahwa malfungsi individu karena alasan yang tidak ada hubungannya dengan dunia sosial. Dokter mengobati buruh yang cedera, bukan tempat kerja yang mengakibatkan buruh cedera.

Penyakit mental menujukkan masalah yang spesifik dalam kapitalisme. Fakta bahwa kondisi sosial menghasilkan tekanan mental sebenarnya sangat jelas, sehingga industri psikiatrik dibutuhkan untuk meyakinkan kita akan hal sebaliknya.

Psikiatri menampilkan diri sebagai sebuah cabang kedokteran yang mendiagnosis dan merawat penyakit mental dengan cara yang sama seperti cabang pengobatan lain yang mendiagnosis dan merawat penyakit fisik. Apabila diteliti lebih jauh, klaim tersebut tidaklah benar.

Ilmu untuk mendiagnosis penyakit fisik dikembangkan dari pemahaman tentang fisiologi manusia dan penyakit yang menyebabkan tubuh mengalami kerusakan. Diagnosis yang tepat dapat mengidentifikasi masalah, memberikan panduan perawatan, dan memperkirakan hasilnya. Sebagai contoh, diagnosis pneumonia bakteri mengidentifikasi sejenis infeksi paru-paru yang biasanya dapat disembuhkan dengan antibiotik.

Diagnosis merupakan sebuah ilmu karena penyakit fisik menunjukkan karakteristik perubahan biologis atau “tanda-tanda”. Hampir semua orang dengan penyakit tertentu akan menunjukkan penanda biologis yang sama. Sementara mereka yang tidak memiliki penyakit jarang menunjukkan perubahan ini. Basis gejala biologis ini memungkinkan untuk melakukan diagnosis atas penyakit fisik secara ilmiah dan tepat. Namun, penyakit mental memiliki karakteristik yang sangat berbeda.

Pikiran bukanlah Otak

Penyakit parkinson, Alzheimer, penyakit Huntington, multiple sclerosis, neurosifilis, merupakan berbagai nama dari penyakit otak. Penyakit ini menampilkan penanda karakteristik biologis yang memungkinkan untuk mendiagnosis mereka.

Namun, pikiran tidak sama dengan otak. Pikiran bukanlah organ fisik tetapi berkembang dari hubungan yang kompleks antara otak, tubuh dan lingkungan sosial. (2) Tekanan mental dapat terjadi ketika salah satu komponen atau hubungan mereka terpengaruh secara negatif.

Karena pikiran lebih dari otak – mempelajari otak saja tidak menjelaskan apapun kepada kita tentang lingkungan fisik dan sosial yang membentuk pikiran. Tekanan mental memiliki berbagai bentuk, yang semuanya menciptakan kesengsaraan dan tidak ada yang merupakan penyakit. Ilmu pengetahuan belum mendeteksi penanda biologis di otak seseorang dengan berbagai bentuk tekanan mental yang tidak muncul pada orang yang tidak mengalami tekanan mental. Hal ini berlaku bahkan untuk skizofrenia, sebuah bentuk tekanan mental yang bersifat melumpuhkan, yang secara luas diasumsikan berbasis genetik.

Bukti mengatakan sebaliknya. Studi dari berbagai negara menunjukkan bahwa tinggal di area perkotaan memberi seseorang kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengidap skizofrenia daripada kemungkinan dari anggota keluarga dengan skizofrenia. Pindah dari pedesaan ke pusat kota meningkatkan risiko mengembangkan skizofrenia, sebaliknya pindah dari kota ke desa akan mengurangi risiko. (3) Kehidupan kota dikaitkan dengan meningkatnya paparan terhadap timbal (4), infeksi (5), kekurangan gizi (6), dan diskriminasi rasial (7) yang semuanya terkait dengan tingkat skizofrenia yang lebih tinggi.

Studi ini menunjukkan bahwa, meskipun skizofrenia bukan penyakit genetik, penyakit ini mungkin masih bisa dikategorikan sebagai penyakit fisik. Namu demikian, skizofrenia tidak memiliki penanda biologis. Skizofrenia diidentifikasi dengan cara mengevaluasi perilaku. Mengevaluasi perilaku sangat subjektif, dan proses untuk mengidentifikasi skizofrenia adalah kompleks dan membingungkan. Akibatnya, salah identifikasi adalah umum dan mengarah pada temuan penelitian yang salah. Misalnya, studi yang melaporkan temuan kejadian skizofrenia lebih tinggi pada sepasang orang kembar, tidak dapat mengkonfirmasi jika individu ini sebenarnya memiliki skizofrenia, karena tidak ada cara objektif untuk mengkonfirmasi diagnosis ini. Jika kita tidak tahu apa yang kita ukur, maka kita tidak bisa mengukurnya secara akurat.

Psikiatri bukanlah ilmu kedokteran; melainkan ilmu semu – yakni ideologi yang menyamar sebagai ilmu pengetahuan. (8) Psikiatri dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan kapitalisme untuk kontrol sosial dan kebutuhan psikiater untuk mendapatkan uang dari pelanggan.

Sigmund Freud

Sebelum abad ke-20, tekanan hidup dipandang sebagai masalah spiritual atau penyakit fisik, dan penderita mencari bantuan dari penasihat keagamaan atau dokter. Dokter medis memperlakukan “histeria” dan “saraf” sebagai masalah fisik. Psikiatri dibatasi untuk pengobatan orang yang memiliki gangguan paling parah di Rumah Sakit Jiwa. (9)

Klasifikasi pertama gangguan kejiwaan di Amerika Serikat muncul pada tahun 1918 dan berisi 22 kategori. Semua kategori (kecuali satu) disebut sebagai bentuk kegilaan.

Pada tahun 1901, Sigmund Freud merevolusi psikiatri dengan memecah penghalang antara tekanan mental dan perilaku normal.

Dalam The Psychopatology Daily Activities, (10) Freud menyatakan bahwa perilaku biasa – seperti keceplosan atau salah bicara,  apa yang orang temukan lucu, apa yang mereka lupa dari kesalahan yang mereka buat – mengindikasikan adanya perasaan seksual yang ditekan namun tersembunyi di bawah permukaan perilaku normal. Freud percaya bahwa perasaan yang disembunyikan harus mendapat perawatan untuk mencegah mereka berperilaku anti-sosial.

Melalui teori yang menghubungkan perilaku sehari-hari dengan penyakit mental, Freud dan pengikutnya kemudian melepaskan psikiatri dari Rumah Sakit Jiwa. Antara tahun 1917 hingga 1970, psikiater menangani klien dengan berbagai masalah, dan jumlah psikiater yang membuka praktik di luar institusi Rumah Sakit Jiwa membengkak dari 8% menjadi 66%. (11)

Apa yang ditangani oleh para psikiater ini? Karena tekanan mental tidak memiliki penanda biologis dan bukan penyakit, kemudian psikiatri mengadopsi istilah, “gangguan mental.”

Definisi “gangguan” sesuai dengan kamus, adalah mengacu pada: kurangnya tatanan atau pengaturan reguler (kebingungan); gangguan dalam fungsi mental atau fisik; pelanggaran ketertiban sipil atau gangguan publik (perilaku yang tidak tertib); atau kondisi apa pun yang tidak ada di tempat yang diharapkan (penyimpangan).

Siapa yang memutuskan apa yang “teratur” dan apa yang “terganggu,” apa yang “normal” dan apa yang “menyimpang”? Ini bukan pertanyaan yang bersifat ilmiah atau medis, melainkan bersifat sosial dan politik.

Mereka yang memerintah masyarakat adalah yang membuat aturan. Kelas penguasa mendefinisikan perilaku tertib sebagai hal yang melayani kepentingan mereka dan perilaku tidak tertib sebagai hal yang mengancam kepentingannya.

Sebab kebutuhan kelas penguasa berubah sepanjang sejarah, maka apa yang dianggap normal dan apa yang dianggap menyimpang juga berubah. Sebaliknya, penyakit yang nyata tak berubah seiring berjalannya waktu. Pneumonia di zaman prasejarah tampak persis sama seperti halnya hari ini.

Psikiatri tak mempertanyakan sistem kelas yang menghasilkan tekanan mental; sebaliknya mereka menargetkan para korban dari sistem dan mereka yang protes terhadap hal itu. Tekanan mental lalu menjadi masalah yang harus diobati, bukan kondisi sosialnya yang menciptakan tekanan tersebut.

Menumbuhkan Industri

Psikiater tak “mendiagnosis” dalam arti kata ilmiah; mereka mengkategorikan dan memberi label. Di Amerika Utara, kategori dan label ini ditentukan dengan mencocokkan keluhan pasien dengan kelompok gejala dan perilaku yang tercantum dalam Panduan Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental atau diagnostic and statistic manual of mental disorders (DSM) yang diterbitkan Asosiasi Psikiater Amerika. DSM sering disebut “Alkitab psikiatri.” Ini adalah label yang sesuai karena DSM berdasarkan pada dogma, bukan ilmu pengetahuan.

Edisi pertama dari DSM diterbitkan pada tahun 1952 dan memberikan informasi statistik mengenai 106 gangguan mental. Pada 1980, Asosiasi Psikiater Amerika (APA) memperluas DSM untuk memasukkan apa pun yang psikiater pikir mungkin merupakan sebuah gangguan.

Jika ada kesepakatan umum di antara dokter, yang diharapkan untuk menghadapi kondisi tersebut, bahwa ada sejumlah besar pasien yang memilikinya (keluhan) dan bahwa identifikasinya penting dalam pekerjaan klinis, itu termasuk dalam klasifikasi.

Spitzer, R.L., Sheeney, M. & Endicott, J. (1977). DSM III: Guiding principles. In Rakoff, V., Stancer, H. & Kedward, H. (Eds). Psychiatric diagnosis. New York: Brunner Mazel.

Sejak itu, DSM telah berkembang atas dasar yang sama – keinginan untuk mempertahankan pasien yang sudah ada dan memasukkan pasien baru yang mungkin mencari bantuan untuk sejumlah masalah. Semakin banyak orang mencari pengobatan, semakin banyak kondisi yang dapat dimasukkan ke dalam DSM, dan semakin banyak orang dapat didorong untuk mencari pengobatan untuk kondisi baru ini. Sebuah industri yang menguntungkan dan melanggengkan diri telah lahir. Menurut salah satu kritikus,

DSM-IV merupakan sebuah katalog. Barang dagangannya terdiri dari gangguan kejiwaan yang dijelaskan di dalamnya, pelanggannya adalah para terapisnya, dan ini mungkin satu-satunya katalog di dunia yang benar-benar menghasilkan uang bagi pelanggannya: setiap gangguan, betapapun sepelenya, disertai dengan kode tagihan, memungkinkan para terapis untuk mengisi formulir asuransi yang relevan dan menerima hadiah yang disepakati.

Davis, L.J. (1997). The encyclopedia of insanity: A psychiatric handbook lists a madness for everyone. Harper’s Magazine. February.

DSM-IV, yang diterbitkan pada tahun 1994, berisi ratusan gangguan − mulai dari fobia sosial (perasaan malu) hingga frotteurisme (dorongan yang tak tertahankan untuk menyentuh sesama penumpang secara seksual di kendaraan umum).

DSM-V, yang diharapkan terbit pada tahun 2013, akan menawarkan “penilaian dimensi” atau tingkat keparahan (agak neurotik?). Perubahan ini akan memudahkan untuk memberi label lebih banyak pada orang dewasa dengan gangguan mental. Dan kategori baru – Gangguan Disregulasi Temper dengan Disforia – dapat diterapkan pada anak yang sering marah dan tak bahagia. (12)

Pada tahun 2005, sebuah penelitian besar mengumumkan bahwa “Sekitar setengah dari masyarakat Amerika akan memenuhi kriteria untuk gangguan DSM-IV suatu saat dalam hidup mereka …” (13) Bagaimana ini mungkin? Apakah sakit mental sudah menjadi normal, atau apakah definisi penyakit mental telah berkembang di luar nalar? Keduanya benar.

Kapitalisme adalah tatanan sosial yang sakit yang merusak kesehatan fisik dan mental. Dan dengan memperluas definisi penyakit mental, lebih banyak orang dapat dicap sakit dan lebih banyak keuntungan dapat diperoleh dari menjual perawatan kepada mereka. Dalam Menciptakan Penyakit Mental, Alan Horowitz mengamati,

…sebagian besar perilaku yang saat ini dianggap sebagai penyakit mental adalah konsekuensi normal dari tatanan sosial yang penuh tekanan atau bentuk penyimpangan sosial. Berlawanan dengan definisi umum gangguan mental, DSM dan banyak penelitian yang mengikutinya menganggap semua gejala, baik internal atau tidak, diharapkan atau tidak, menyimpang atau tidak, sebagai tanda gangguan.

Horowitz, A.V. (2002). Creating mental illness. Chicago: University of Chicago Press. hlm.37.

Kebanyakan orang mengetahui perbedaan antara perilaku normal (seperti kesedihan atas kematian orang yang dicintai) dan perilaku abnormal (halusinasi) yang mungkin memerlukan perawatan. Namun, dengan satu pengecualian, Ganguan Stres Pascatrauma, DSM mencantumkan dan mengkategorikan gejala di luar penyebab atau konteks sosial apa pun. Ini secara artifisial meningkatkan jumlah orang yang dianggap menyandang sakit mental dan memperluas pasar potensial untuk perawatan obat-obatan.

Survei populasi DSM mencakup janda yang berduka serta perempuan yang mengalami depresi tanpa alasan yang jelas. Survei ini juga meliputi orang-orang yang sakit secara fisik.

Setidaknya ada 60 penyakit fisik yang dapat menimbulkan gejala psikologis. (14) Para peneliti memperkirakan bahwa 41 hingga 83 persen orang yang dirawat karena gangguan kejiwaan sebenarnya menderita penyakit fisik yang salah didiagnosis seperti hipo atau hipertiroidisme, penyakit jantung, gagal ginjal, gagal hati, penyakit sistem kekebalan, malnutrisi, penyakit sistem saraf dan kanker. (15) Penyakit ini melumpuhkan atau membunuh jika tak diobati dengan benar. Dan banyak obat psikiatri justru memperburuk kondisi penyakit fisik, bahkan terkadang fatal.

Tingkat penyakit mental yang meningkat dari DSM biasanya disertai dengan peringatan bahwa tak cukup banyak orang yang mendapatkan perawatan. (16) Apakah semua orang ini membutuhkan atau menginginkan perawatan psikologis tak pernah dipertanyakan.

Apa yang Diobati?

Edisi pertama DSM menyatakan tekanan mental sebagai reaksi terhadap beberapa peristiwa, situasi atau kondisi biologis. Namun, ketika edisi kedua diterbitkan pada tahun 1968, kata “reaksi” telah hilang.

Dengan memisahkan penyebab dari suatu akibat, psikiatri menghilangkan tekanan mental dari ranah sains. Sejak saat itu, penyakit mental akan menjadi apa pun yang dipilih oleh profesi psikiatri untuk diidentifikasi sebagai penyakit mental.

Sebagian besar gejala yang tercantum dalam DSM saat ini menggambarkan respons normal manusia terhadap perampasan dan penindasan (kecemasan, kemarahan, depresi) dan cara orang-orag mencoba mengelola perasaan yang tak tertahankan (obsesi, kompulsi, kecanduan). Namun, psikiatri memperlakukan tekanan mental sebagai tanda kerusakan batin alih-alih respons yang masuk akal terhadap kondisi sosial yang tak masuk akal.

Selama tahun 1960-an, psikiater mengobati perempuan yang tertekan sehingga para perempuan tersebut akan menerima penindasan mereka. The Rolling Stones mengolok-olok praktik ini dalam lagu mereka, Mother’s Little Helper (1966):

Ibu butuh sesuatu hari ini untuk menenangkannya

Dan meskipun dia tak benar-benar sakit, ada pil kuning kecil

Dia berlari mencari perlindungan dari penolong kecilnya

Dan itu membantunya dalam perjalanannya, membuatnya melewati hari-harinya yang sibuk

Aktivis sosial menyerang peran psikiatri dalam mempertahankan penindasan. Dr. Alvin Poussaint mengingatkan kembali konvensi APA tahun 1969,

Setelah beberapa pembunuhan rasis selama adanya gerakan hak-hak sipil, sekelompok psikiater kulit hitam berusaha untuk membunuh fanatisme berdasarkan ras yang diklasifikasikan sebagai gangguan mental. Pejabat APA menolak rekomendasi itu, dengan alasan bahwa karena begitu banyak orang Amerika yang rasis, rasisme di negara ini adalah normatif.

Poussaint, A.F. & Alexander, A. (2000). Lay my burden down: Suicide and the mental health crisis among African-Americans. Boston: Beacon Press, hlm.125.

DSM mencantumkan ratusan gangguan mental yang mencakup berbagai perilaku pada orang dewasa dan anak-anak. Namun, seksisme, rasisme, fanatisme, homofobia (takut homoseksualitas) dan misogini (kebencian terhadap perempuan) tidak pernah masuk dalam daftar gangguan jiwa. Pada tahun 1999, ketua Dewan Psikiatri dan Hukum APA menegaskan bahwa rasisme “bukanlah sesuatu yang ditetapkan sebagai penyakit yang dapat diobati oleh profesional kesehatan mental.” (17)

Homoseksualitas terdaftar sebagai gangguan mental sampai para aktivis mendorong penghapusannya dalam revisi DSM-II tahun 1974. Namun, DSM-III 1980 mencantumkan perasaan buruk menjadi homoseksual sebagai gangguan mental. (18) Dalam Mereka Bilang Kamu Gila: Bagaimana Psikiater Paling Kuat di Dunia Memutuskan Siapa yang Normal, Paula Caplan menjelaskan,

Dalam budaya yang mencemooh dan merendahkan lesbian dan laki-laki gay, sulit untuk benar-benar nyaman dengan homoseksualitas seseorang, sehingga penulis DSM-III memperlakukan homoseksualitas sebagai gangguan mental yang seringkali merupakan reaksi yang dapat dipahami dengan sempurna untuk dihina dan ditindas.

Caplan, P. (1995). They say you’re crazy: How the world’s most powerful psychiatrists decide who’s normal. New York: Addison-Wesley, hlm.180-181

Caplan menjelaskan kampanye untuk mencegah Gangguan Kepribadian Masokistik dimasukkan ke dalam DSM. Perempuan yang menolak untuk meninggalkan pasangan yang kasar dicap dengan gangguan ini dengan asumsi bahwa mereka menikmati penderitaan. Faktanya, banyak perempuan yang dilecehkan tak memiliki sumber daya untuk pergi dan berisiko dibunuh jika mereka berusaha. Meskipun banyak menuai protes, Gangguan Kepribadian Masokis tetap ditambahkan ke dalam DSM edisi 1987, dan meskipun kemudian dibatalkan.

Para aktivis juga menolak dimasukkannya Gangguan Disforik Pramenstruasi (GDP) dalam DSM. Menurut Caplan,

Masalah dengan GDP bukanlah perempuan yang melaporkan masalah mood pramenstruasi tetapi diagnosis GDP itu sendiri. Penelitian yang sangat baik menunjukkan bahwa perempuan-perempuan ini secara signifikan lebih mungkin mengalaminya ketika berada dalam situasi kehidupan yang mengecewakan, seperti dipukuli atau dianiaya di tempat kerja, daripada perempuan lain yang tak mendapati hal serupa. Untuk memberi label mereka dengan gangguan mental – untuk mengirim pesan bahwa masalah mereka adalah masalah individu, masalah psikologis – menyembunyikan sumber eksternal yang nyata dari masalah mereka.

Caplan, P.J. (2001). Expert decries diagnosis for pathologizing women. Journal of Addiction and Mental Health. Toronto. September/October. hlm.16.

Manusia memprotes penindasan mereka dengan pemberontakan terbuka dan melalui gejala penyakit dan kesedihan. Sistem penjara menghancurkan para pemberontak, obat-obatan mengobati yang sakit, dan psikiatri menundukkan yang tertekan. Tujuan dari “pengobatan” psikiatris adalah untuk membuat orang-orang menerima nasib mereka yang tidak memuaskan dan membius para penentang agar tunduk.

Sebuah sumber perdagangan

Industri psikiatri telah menyediakan tambang emas bagi industri obat-obatan.

Food and Drug Administration (FDA) akan menyetujui obat untuk mengobati gangguan mental hanya jika gangguan tersebut terdaftar dalam DSM. Oleh karena itu, setiap daftar baru penjualan obat yang potensial bernilai jutaan. Karena sebagian besar ahli yang membangun DSM secara finansial berhubungan dengan industri farmasi, tak mengherankan bahwa setiap edisi baru DSM mencantumkan lebih banyak gangguan daripada yang sebelumnya.

Untuk DSM-IV, semua ahli yang bekerja pada gangguan mood (kecemasan, depresi, dll.) dan “skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya” memiliki hubungan dengan perusahaan obat. Industri farmasi juga mendanai konvensi dan penelitian terkait gangguan yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam DSM karena “apa yang dianggap dapat didiagnosa berdampak langsung pada penjualan obat-obatan mereka.” (19)

Setelah DSM mendaftar gangguan mental baru, obat untuk gangguan itu dipromosikan untuk siapa saja yang mungkin cocok dengan daftar gejala dari diagnosis tersebut.

Segera setelah DSM mendaftarkan Gangguan Disforik Pramenstruasi (GDP), perusahaan raksasa farmasi Eli Lilly mengemas ulang obat terlarisnya Prozac dalam format pil merah muda, yang dinamai Serafem, dan mendorongnya sebagai pengobatan untuk GDP. Dengan membuat Serafem, Lilly dapat memperpanjang patennya atas formula Prozac selama tujuh tahun lagi.

Jumlah orang yang didiagnosis dengan gangguan mental tertentu meningkat dengan cepat setelah obat disetujui untuk mengobati gangguan tersebut.

Sampai tahun 1990-an, Gangguan Bipolar dianggap jarang terjadi pada orang dewasa dan tidak ada pada anak-anak. Ledakan diagnosis Bipolar baru-baru ini mengikuti persetujuan obat antipsikotik untuk mengobatinya.

Pada awal tahun 1990-an para ahli yang berhubungan dengan industri farmasi mulai berpendapat bahwa Bipolar Disorder kurang terdiagnosis pada orang dewasa. Tak lama setelah itu, psikiater anak mulai berpendapat bahwa Gangguan Bipolar lebih sering terjadi pada anak-anak daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Antara tahun 1995 dan 2000, jumlah anak laki-laki berusia 7 hingga 12 tahun yang dilabeli dengan Gangguan Bipolar meningkat lebih dari dua kali lipat. Saat ini, Gangguan Bipolar adalah label psikiatri yang paling cepat berkembang yang diterapkan pada anak-anak. The New York Times melaporkan bahwa (20),

Beberapa diagnosis gangguan bipolar telah terjadi pada anak-anak berusia 2 tahun, dan ada laporan yang tersebarluas bahwa dokter yang mempromosikan diagnosis menerima biaya konsultasi dan bicara dari pembuat obat.

Carey, B. (2010). Revising book on disorders of the mind. New York Times, 10 Februari

Pada tahun 2005, perusahaan obat AS menghabiskan $ 4 miliar per tahun untuk televisi dan iklan cetak agar memberikan pengakuan terhadap produk mereka sama dengan merek yang dinikmati seperti minuman ringan dan sereal sarapan.

Beberapa perusahaan obat menawarkan kupon, sampel gratis, uji coba gratis, dan jaminan uang kembali untuk obat-obat resep.

Pada tahun 2002, ratusan penduduk Florida dipasok persediaan awal Prozac Weekly selama satu bulan, antidepresan yang memiliki masa kerja lama. Penerima tak menggunakan obat tersebut, tak memintanya dan tak tahu kenapa mereka menerimanya. Penyelidik kemudian menemukan bahwa catatan dokter dan apoteker telah digali untuk mengidentifikasi orang yang mungkin mencoba antidepresan ini. (21)

Perusahaan obat membombardir dokter dengan iklan satu halaman penuh yang mempromosikan penggunaan obat pengubah suasana hati seluas mungkin. Perusahaan industry farmasi, GlaxoSmithKline, mendesak dokter untuk “Mencari spektrum Paxil pada setiap pasien,” menambahkan, “Spektrum Paxil. Obati Satu. Obati mereka semua.”

Sejak Paxil diperkenalkan sebagai anti-depresan pada tahun 1993, GlaxoSmithKline telah membayar hampir $1 miliar untuk menyelesaikan tuntutan hukum atas obat tersebut, termasuk $390 juta untuk bunuh diri atau percobaan bunuh diri dan $200 juta untuk menyelesaikan kasus kecanduan dan cacat lahir. Bandingkan saja jumlah ini dengan $11,7 miliar yang diperoleh perusahaan dari penjualan Paxil AS antara tahun 1997 dan 2006. (22)

Semakin banyak obat yang diiklankan, semakin banyak pasien yang memintanya dan semakin banyak dokter yang meresepkannya.

Pada tahun 2008, penjualan obat resep di AS mencapai $291 miliar, setara dengan $950 untuk setiap pria, perempuan dan anak di Amerika. Penjualan obat antipsikotik melampaui semua jenis obat resep lainnya. (23)

Untuk melayani sistem yang sakit, psikiatri memisahkan individu dari masyarakat, memisahkan otak dari tubuh, memisahkan pikiran dari otak dan membius otak. (24)

Serangan terhadap Anak-Anak

Anak-anak sangat rentan terhadap perampasan dan memiliki kapasitas terbatas untuk mengartikulasikan apa yang salah. Jadi mereka memprotes dengan cara yang mereka bisa – dengan gejala dan perilaku yang mengingatkan kita bahwa ada sesuatu yang salah di dunia mereka. Dan sangat banyak yang salah!

Di sebagian besar sekolah, anak-anak dipaksa untuk duduk diam di ruangan tertutup untuk waktu yang lama dan menghafal informasi yang tak ada hubungannya dengan kehidupan mereka. Mereka yang tertinggal dapat dilabeli dengan Gangguan Membaca, Gangguan Matematika, dan Gangguan Bahasa Ekspresif. Yang gelisah dan menentang dapat dilabeli dengan Attention Defisit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas, Gangguan Tingkah Laku, Gaangguan Menentang Oposisional, dan Gangguan Perilaku Mengganggu yang Tidak Ditentukan. Setelah diberi label, anak-anak ini dapat dipaksa untuk meminum obat-obatan beracun yang mengubah pikiran mereka.

Bahkan dalam keluarga yang dapat menyediakan kebutuhan materi hidup, orang-orang dewasa yang sangat stres tak memiliki cukup waktu untuk memenuhi kebutuhan emosional anak-anak mereka. Ketika anak-anak memprotes dengan bertingkah, orang tua didorong (lebih sering ditekan) untuk berkonsultasi dengan dokter dan ahli lain yang “mendiagnosis” anak-anak tersebut, bukan situasi yang mana mereka memberikan reaksi.

Anak-anak yang cemas dan tak mendapatkan perhatian yang cukup, atau jenis perhatian yang tepat, dapat dicap dengan Gangguan Kecemasan akan Perpisahan. Anak-anak yang telah mengalami pengabaian yang parah, pelecehan, trauma atau penelantaran dapat diberi Gangguan Kelekatan Reaktif. Meskipun anak-anak ini bereaksi terhadap keadaan yang menyedihkan, DSM-IV menyatakan mereka sakit jiwa. Label semacam itu tak mengubah situasi anak-anak agar mereka bisa mendapatkan apa yang mereka butuhkan.

Menggunakan kriteria DSM, jutaan anak-anak Amerika telah didiagnosis dengan gangguan mental yang serius. Dan perusahaan obat secara aktif mencari lebih banyak target.

Sebuah survei DSM 2007 terhadap anak berusia 8 hingga 15 tahun menemukan bahwa 9 persen memenuhi kriteria untuk ADHD. Penulis penelitian mengeluhkan bahwa kurang dari setengah dari anak-anak ini telah didiagnosis atau diobati. Memperhatikan bahwa anak-anak miskin lebih kecil kemungkinannya untuk menjalani pengobatan, penulis merekomendasikan “penyelidikan lebih lanjut dan kemungkinan intervensi.” (25)

DSM V yang baru mengusulkan untuk mengidentifikasi “sindrom risiko” atau risiko mengembangkan sebuah gangguan seperti skizofrenia. Namun, penelitian terhadap remaja yang diidentifikasi memiliki risiko tinggi mengalami psikosis ditemukan bahwa 70 persen atau lebih tak pernah mengalami gangguan tersebut. Mempertahankan tambahan DSM ini, salah satu psikiater terkemuka menyatakan, “Kekhawatiran tentang stigma dan pengobatan yang berlebihan harus ada. Tetapi perlu diingat bahwa ini adalah orang-orang yang mencari bantuan, yang mengalami kesusahan, dan pertanyaannya adalah, Apa yang salah dengan mereka?” (26) (Cetak miring saya).

Tak ada satupun yang bertanya, “Apa yang dibutuhkan anak-anak ini, dan bagaimana kita dapat menyediakannya?” Untuk melestarikan sistem yang membuat gila, anak yang sehat dan memprotes diberi label “gila” dan diberi obat untuk menjadi anak yang ditaklukkan dan disubordinasi. (27)

Meningkatkan Standar Hidup

Depresi sangat berkaitan dengan kemiskinan, dan pengentasan kemiskinan dapat mengangkat depresi. (28) Hal ini ditunjukkan ketika kasino perjudian dibuka di tengah-tengah studi 8 tahun mengenai masalah kejiwaan anak.

Kasino ini dimiliki oleh First Nations dan membayar setiap keluarga aborigin bonus finansial yang meningkat setiap tahun. Pembayaran ini mengangkat 14 persen keluarga keluar dari kemiskinan, sementara 53 persen tetap miskin. Tiga puluh dua persen keluarga tak miskin sejak awal.

Sebelum kasino dibuka, anak-anak miskin didiagnosis dengan empat kali lebih banyak memiliki gejala kejiwaan daripada anak-anak yang tak pernah miskin. Setelah kasino dibuka, gejala kejiwaan di antara anak-anak yang tak lagi miskin turun ke level yang sama dengan anak-anak yang tak pernah miskin. Sebaliknya, gejala kejiwaan tetap tinggi di antara anak-anak yang tetap miskin. Hasil serupa ditemukan pada anak-anak non-aborigin yang keluarganya juga telah keluar dari kemiskinan selama periode yang sama. (29)

Mengapa meningkatnya pendapatan akan memperbaiki perilaku anak?

Terkadang, semua anak impulsif, hiperaktif, agresif, dan menentang. Anak-anak membutuhkan orang dewasa yang suportif untuk membantu mereka mengelola emosi yang kuat. Ketika orang tua yang terlalu stres tak dapat memenuhi kebutuhan mereka, anak-anak memprotes dengan bertingkah.

Meningkatnya pendapatan cukup untuk memenuhi kebutuhan orang tua sehingga mereka, pada gilirannya, lebih mampu memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Dukungan sosial memiliki dampak menguntungkan yang sama. (30)

Sejak tahun 1980-an, pemotongan dana untuk pendidikan, dukungan keluarga dan layanan anak telah menyebabkan peningkatan jumlah anak yang didiagnosis dengan gangguan psikiatri dan resep obat psikiatri. Resep untuk anak usia sekolah biasanya mencapai puncaknya pada bulan September dan turun pada bulan Juni – durasi tahun ajaran sekolah.

Terdapat sebuah program yang menawarkan sebuah alternatif pengobatan. Setiap minggu seorang pekerja sosial terlatih bertemu dengan anak-anak yang didiagnosis dengan Gangguan Defisit Perhatian beserta orang tua mereka di rumah dan di sekolah. Selama mengikuti program ini, tak ada anak yang membutuhkan pengobatan. Ketika dana untuk program berakhir, semua anak menjadi tertekan dan diberi obat-obatan.

Perilaku buruk anak selalu menandakan krisis di dunia mereka. Dalam masyarakat yang waras, anak-anak yang tertekan dan pengasuh mereka akan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

Serangan psikiatris pada anak-anak dipicu oleh propaganda perusahaan obat-obatan bahwa masalah perilaku anak adalah hasil dari “ketidakseimbangan kimiawi”, bukan ketidakadilan sosial. Alih-alih menantang perampasan yang menggelisahkan anak-anak, psikiatri memaksakan konformitas melalui pengobatan. Untuk memaksakan kepatuhan, akses pada manfaat asuransi, perawatan medis, dan layanan sosial yang bergantung pada “memiliki diagnosis.”

Menyalahkan Korban

Kapitalisme tak hanya menyangkal kontrol nyata masyarakat atas kehidupan mereka, tetapi juga menegaskan bahwa tatanan yang tak adil ini diterima sebagai hal yang normal. Untuk mengekang pemberontakan, semua yang miskin dan tertindas diperlakukan sebagai pribadi yang tak memadai, cacat biologis, sakit mental – apa pun selain korban dari sistem yang tak berperasaan dan eksploitatif.

Selama hari-hari perbudakan, para ahli berpendapat bahwa orang kulit hitam secara psikologis cocok untuk kehidupan perbudakan, sehingga pasti ada yang salah dengan mereka yang memberontak. (31) Pada tahun 1851, diagnosis Drapetomania (demam melarikan diri) diterapkan pada budak yang menunjukkan kerinduan yang tampaknya tak dapat dijelaskan untuk melarikan diri. (32)

Selama Depresi Hebat tahun 1930-an, pendukung “kemurnian ras” Amerika berpendapat bahwa masalah sosial paling baik diselesaikan dengan mencegah “yang tidak layak” agar tak menyebar.

Kongres Eugenika Internasional Ketiga, yang diadakan di kota New York, menyerukan sterilisasi massal para pekerja yang menganggur juga anak-anak mereka untuk menghilangkan “keberadaan ras tertentu yang miskin kronis, ras parasit pada masyarakat, berkembang biak di dalam dan melalui generasi berturut-turut, di Antara kita.” Seorang pembicara menyatakan bahwa,

sebagian besar dari pasukan penganggur yang besar ini adalah orang-orang yang tak mampu secara sosial, dan dalam banyak kasus cacat mental, yang mungkin terhindar dari kesengsaraan yang kini mereka hadapi jika mereka tak pernah dilahirkan.

Quoted in Chase, A. (1977). The legacy of Malthus: The social costs of the new scientific racism. Chicago: R.R. Donnelley & Sons, hlm.328.

Pada tahun 1934, editor New England Journal of Medicine menyatakan, “Jerman mungkin adalah negara paling progresif dalam membatasi kesuburan di antara yang tak layak.” (33) Psikiater sangat antusias. Pada tahun 1931, presiden Asosiasi Psikiater Amerika menyarankan,

Saya percaya waktunya telah tiba ketika kita, sebagai sebuah Asosiasi, sekali lagi dengan tegas menyatakan persetujuan kita terhadap prosedur sterilisasi sebagai upaya efektif untuk mengurangi jumlah populasi yang cacat.

English, W.M. (1931). The feeble-minded problem. Am J Psychiatry. Vol. 88, hlm.1-8.

Antara tahun 1930-an dan 1950-an, American Journal of Psychiatry menerbitkan banyak artikel yang mendukung sterilisasi eugenik (konsep memperbaiki ras untuk mendapatkan genetika yang baik) dan eutanasia (tindakan mengakhiri hidup seseorang). Salah satu artikel merekomendasikan eutanasia untuk anak-anak cacat mental, yang “seharusnya tak pernah dilahirkan – kesalahan alam.” Sebuah editorial dalam edisi yang sama menyarankan psikiater untuk meyakinkan orang tua dari anak-anak seperti itu “bahwa eutanasia adalah solusi yang paling manusiawi.” (34)

Sementara genosida Nazi mendiskreditkan pembicaraan tentang kemurnian ras dan eutanasia, psikiatri terus memperjuangkan kepentingan kelas kapitalis dengan menggambarkan korban dan lawannya sebagai orang sakit atau menyimpang dan membutuhkan “pengobatan” atau hukuman.

Bagaimana seharusnya kita mendiagnosis sistem yang sakit ini?

Kita tahu apa yang salah. Beberapa orang mengumpulkan kekayaan dan kekuasaan dengan mengorbankan orang lain.

Apa pengobatannya? Kapitalisme harus diganti dengan masyarakat sosialis yang mengutamakan kebutuhan manusia.

Siapa yang bisa mengantarkan obat? Mayoritas kelas pekerja global.

Apa yang menahan kita? Kurangnya kejelasan dan organisasi.

Saya tak berharap diagnosis ini akan pernah muncul di DSM

Referensi:

  1. Satu-satunya cabang pengobatan yang meneliti kondisi sosial – kesehatan dan keselamatan kerja – minim pendanaan dan secara politik terbatas.
  2. Siegel, D.J. (2001). The developing mind: How relationships and the brain interact to shape who we are. The Guilford Press.
  3. Pedersen, C.B. & Mortensen, P.B. (2001). Evidence of a dose-response relationship between urbanicity during upbringing and schizophrenia risk. Arch Gen Psychiatry. Vol. 58, No. 11, hlm.1039-46.
  4. Calamai, P. (2004). Lead exposure in womb linked to schizophrenia. Risk also found if mother had flu: 1960’s US data help unravel mystery. The Toronto Star, 15 Feb.
  5. Opler, M.G.A., et al. (2004). Prenatal lead exposure, -aminolevulinic acid, and schizophrenia. Environmental Health Perspectives, Vol.112, hlm.548-552.
  6. St Clair, D. et al. (2005). Rates of adult schizophrenia following prenatal exposure to the Chinese Famine of 1959-1961. JAMA. Vol. 294, No. 5, hlm.557-562.
  7. Arehart-Treichel, J. (2003). Is schizophrenia a downside of urban life? Psychiatric News. American Psychiatric Association. 16 Mei, Vol.38, No.10, hlm.37.
  8. Kirk, S.S. & Kutchins, H. (1992). The selling of DSM: The rhetoric of science in psychiatry. New York: Aldine De Gruyter.
  9. Horowitz, A.V. (2002). Creating mental illness. Chicago: University of Chicago Press.
  10. Freud, S. (1901/1991). The psychopathology of everyday life. New York: Penguin.
  11. Shorter, E. (1997). A history of psychiatry: From the era of the asylum to the age of Prozac. New York: John Wiley & Sons.
  12. Davis, L.J. (1997). The encyclopedia of insanity. Harper’s Magazine. February.
  13. Kessler, R.C. et. al. (2005). Lifetime prevalence and age-of-onset distributions of DSM-IV disorders in the National Comorbidity Survey Replication. Arch Gen Psychiatry. Vol.62, No.6, hlm.593-602.
  14. Morrison, J. (1997). When psychological problems mask medical disorders: A guide for psychotherapists. Guilford Press.
  15. Klonoff, E.A. & Landrine, H. (1997). Preventing misdiagnosis of women: A guide to physical disorders that have psychiatric symptoms. Thousand Oaks, CA: Sage.
  16. Talen, J. (2005). Survei mengatakan hampir serparuh dari penduduk Amerika akan terpengaruh oleh penyakit mental, beberapa sebelum masa dewasa. Newsday, 7 Juni.
  17. Egan, T. (1999). Racist shootings test limits of health system and laws. New York Times, 14 Agustus, hlm.1.
  18. Kirk, S.A. & Kutchins, H. (1992). “DSM and homosexuality: A cautionary tale” in The selling of DSM: The rhetoric of science in psychiatry. New York: Aldine De Gruyter, hlm.81-90.
  19. Collier, R. (2010). DSM revision surrounded by controversy. CMAJ, 12 Januari. Vol.182, No.1, hlm.16-17.
  20. Carey, B. (2006). What’s wrong with a child? Psychiatrists often disagree. New York Times, 11 November.
  21. Kohn, D. (2003). Pitching Prozac: Prescription drugs not ordered by patients turn up in mailboxes. CBS. 19 Februari. http://www.cbsnews.com/stories/2003/02/19/60II/main541202.shtml
  22. Feeley, J. & Fisk, M.C. (2009). Glaxo said to have paid $1 billion in Paxil suits, 14 Desember.
  23. News Release. (2009). IMS Health reports US prescription sales grew 1.3 percent in 2008 to $291 billion. 19 Maret.
  24. Ross, C.A., & Pam, A. (1995). Pseudoscience in biological psychiatry: Blaming the body. New York: Wiley.
  25. Froehlich T.E., et al. (2007). Prevalence, recognition, and treatment of attention-deficit/hyperactivity disorder in a national sample of US children. Arch Pediatr Adolesc Med. Vol.161, hlm.857-864.
  26. Cited in Carey, B. (2010). Revising book on disorders of the mind. New York Times, 10 Februari.
  27. Breggin, P.R. & Breggin, G. R. (1994). The war against children: How the drugs, programs, and theories of the psychiatric establishment are threatening America’s children with a medical ‘cure’ for violence. New York: St. Martin’s Press.
  28. Duenwald, M. (2003). More Americans seeking help for depression. New York Times, 18 Juni.
  29. Costello, E.J. et al. (2003). Relationships between poverty and psychopathology: A natural experiment. JAMA 15 Okt, 290 (15), hlm.2023-2029
  30. Hawkins, J.D. et al. (2005). Promoting positive adult functioning through social development intervention in childhood: Long-term effects from the Seattle Social Development Project. Arch Pediatr Adolesc Med. Jan. Vol. 159, hlm.25-31.
  31. Poussaint, A.F. & Alexander, A. (2000). Lay my burden down: Suicide and the mental health crisis among African Americans. Boston: Beacon Press.
  32. Cartwright, S. (1851). Report on the diseases and physical peculiarities of the Negro race. New Orleans Medical and Surgical Journal. Mei, hlm. 707.
  33. Editorial. (1934). Sterilization and its possible accomplishments. N Engl J Med. Vol. 211, hlm.379-80.
  34. Editorial. (1942). Euthanasia. Am J Psychiatry. Vol. 99, hlm.141-3. Cited in Nathanson, J.A., &. Grodin, M.A. (2000). Letter re: Eugenic sterilization and a Nazi analogy. Annals of Internal Medicine, Vol. 132, No. 12. 20 Juni, hlm.1008.

Naskah diambil dari website susanrosenthal.com. Dapat diakses melalui Mental Illness or Social Sickness? dimuat pada 18 Mei 2018. Diterjemahkan oleh Angel, anggota Lingkar Studi Kerakyatan.

Loading

Comment here