Oleh Andrew Martin
“Semakin canggih senjata yang menumpuk di gudang senjata mereka yang terkaya dan terkuat dapat membunuh mereka yang buta huruf, sakit, miskin dan lapar; tetapi mereka tidak dapat membunuh ketidakmautahuan, penyakit, kemiskinan atau kelaparan.”
Fidel Castro
Kuba, bangsa kepulauan kecil di bagian utara Karibia, saat ini sedang menghadapi pertempuran di berbagai bidang. Blokade Amerika Serikat selama enam dekade telah memutus akses pulau tersebut baik secara politik maupun ekonomi, sehingga menghambat pembangunan sosialnya. Pandemi kini menghantam negara yang kecil namun sangat berpengaruh itu, memperkuat tekanan pada revolusi sosialis Kuba.
Sempat digadang-gadang sebagai kisah sukses awal dalam penanganan Covid-19, saat ini Kuba sedang berjuang untuk mengendalikan tingkat infeksi. Covid-19 di Kuba pertama kali dilaporkan pada Maret 2020 setelah tiga turis Italia yang mengunjungi pusat kota Trinidad dinyatakan positif mengidap penyakit tersebut. Kuba menangani pandemi ini secara tegas, dengan fokus pada upaya pencegahan dan pengendalian. Negara ini memimpin kawasan Karibia dalam pengujian serta pelacakan kontak dan kemudian menangguhkan semua penerbangan internasional. Pada bulan Mei, kasus baru turun menjadi kurang dari 20 kasus per hari. Pembatasan dilonggarkan pada bulan November ketika jumlah kasus telah mencapai jauh di bawah rata-rata dibandingkan dengan wilayah lainnya. Kapal pesiar dan penerbangan internasional ke Kuba kemudian dibuka kembali.
Pemerintah Kuba mengandalkan kesediaan para wisatawan untuk mengisolasi diri secara sukarela. Seperti di banyak negara lain, masalah dengan sistem isolasi mandiri kemudian menyebabkan peningkatan jumlah kasus secara eksponensial. Pada saat itu, Pemerintah mewajibkan para pendatang untuk mengisolasi diri selama tujuh hari dan menunjukkan hasil tes negatif sebelum berbaur dengan masyarakat. Pemerintah Kuba memperkirakan bahwa 70% pelanggaran berasal dari warga negara Kuba yang tinggal di luar negeri dan kembali untuk mengunjungi keluarganya. Pada Januari 2021, dengan tingkat infeksi yang meningkat, Kuba memutuskan untuk menerapkan program karantina hotel.
Akhir Februari jumlah kasus baru diperkirakan mencapai 1500 per hari. Prediksi ini berasal dari pemodelan yang dilakukan oleh Akademi Matematika dan Ilmu Komputer Havana. Diperkirakan bahwa bisa saja Kuba memiliki 7.000 lebih kasus aktif pada akhir bulan tersebut. Puncak rekor hariannya diperkirakan mencapai 1.044 kasus infeksi. Beban kasus nasional mencapai puncaknya pada angka 32.000, tetapi dengan tingkat pemulihan yang tinggi, berhasil turun menjadi 11.603 pada saat tulisan ini dibuat. Dengan korban meninggal sejumlah 282 jiwa.
Januari 2021 merupakan bulan terparah, dengan jumlah 70 kematian dan 15.536 kasus. Pusatnya adalah Havana, sebuah kota berpenduduk 2,2 juta orang. Hanya tersisa satu area kota yang tetap bebas dari virus, dengan 5.500 orang menerima perawatan medis dan 49 dalam perawatan intensif.
Meskipun demikian, terdapat banyak negara yang lebih kaya dengan tingkat populasi yang relatif sama namun mengalami keadaan yang jauh lebih buruk. Misalnya, dengan 10 juta orang, Swedia yang menerapkan strategi herd immunity (kekebalan kawanan) saat ini telah kehilangan lebih dari 12.500 jiwa karena Covid-19 dan memiliki lebih dari 600.000 kasus. Kegagalan pemerintahan Trump untuk menangani pandemi di Amerika Serikat telah membuat negara tersebut terjebak dalam situasi yang mengerikan. Hampir 500.000 orang telah meninggal dari total 27 juta kasus.
Di Amerika Serikat, virus ini juga membongkar realita kesenjangan ras sistemik, dengan kondisi kesehatan yang mendasarinya, kurangnya jaminan keamanan kerja, kurangnya akses ke pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan risiko pemaparan yang lebih besar terhadap virus, dan kombinasi semua hal tersebut sangat merugikan orang-orang keturunan latin dan kulit hitam. Kurangnya lokasi tes COVID-19 di komunitas yang lebih miskin juga memperparah persoalan. Jumlah kematian orang kulit berwarna di Amerika Serikat mencapai 5,8 kali lebih tinggi, dan 4,2 kali lebih tinggi bagi orang keturunan latin apabila dibandingkan dengan orang kulit putih. Kesenjangan ini semakin menunjukkan adanya kebutuhan mendesak akan sistem perawatan kesehatan sosial secara gratis sepenuhnya.
Mengapa Kuba kesulitan karena Pandemi dan bagaimana respon Pemerintah
Kuba sangat bergantung pada pariwisata. Secara khusus, perekonomian bergantung pada wisatawan dari kapal pesiar dan penerbangan internasional. Terdapat beberapa alasan mengapa Covid-19 menyebar dengan cepat di Kuba sejak akhir 2020. Pemerintah tidak mampu memaksakan isolasi mandiri. Mutasi virus dengan risiko penularan lebih tinggi juga menyebar ke Kuba.
Kurangnya sumber daya finansial dan material di Kuba berkontribusi pada kurangnya ketersediaan perumahan yang membuat penerapan jarak sosial menjadi sulit. Karena mengandalkan industri pariwisata sebagai sumber penghasilan, banyak penduduk Kuba memiliki tingkat interaksi sosial yang tinggi dengan para wisatawan. Sebagian besar kehidupan sosial dan budaya Havana terletak di gang-gang sempit, jalan setapak, dan jalan raya yang sibuk. Transportasi umum sering kali penuh sesak, dan “menjaga jarak” sulit dilakukan dalam berbagai antrian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Karena alasan ekonomi, jauh lebih sulit bagi negara-negara miskin untuk melakukan penguncian wilayah yang ketat. Sebagian besar negara miskin kekurangan sumber daya untuk mendukung tindakan karantina yang ketat. Sistem karantina hotel yang dibayar oleh pengguna jauh lebih berat untuk diterapkan di negara-negara miskin. Namun demikian, Kuba harus menerapkan tindakan serupa dengan yang digunakan di Australia dan Selandia Baru. Pemerintah Kuba juga telah membatasi perjalanan antar provinsi dan mewajibkan penggunaan masker. Pemerintah juga telah menerapkan jam malam. Hanya para buruh yang bekerja di sektor paling penting yang diizinkan untuk bepergian.
Bila dibandingkan dengan sebagian besar negara berkembang, Kuba memiliki lebih banyak keunggulan yang membantu menangani pandemi. Kuba dapat berbangga karena memiliki sistem pelayanan kesehatan terbaik di wilayah tersebut. Semua layanan kesehatan disediakan oleh pemerintah. Sistem pelayanan kesehatan adalah produk revolusi Kuba, yang menganggap bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Meskipun mengalami ketertinggalan di bidang pembangunan, negara ini memiliki tingkat kematian bayi terendah (4,2 per seribu) dan salah satu negara yang memiliki harapan hidup tertinggi (77 tahun untuk laki-laki dan 81 tahun untuk perempuan). Rasio dokter dan pasien adalah satu per 150, lebih rendah dari negara-negara kapitalis maju lainnya (berarti ada lebih banyak dokter bagi jumlah penduduk yang sama di Kuba bila dibandingkan dengan di negara lain). Sampai hari ini, terdapat hampir 100.000 orang dokter di Kuba.
Di Kuba, rumah sakit tidak terlalu tersentralisasi, dengan sebagian besar rumah sakit hanya memiliki sekitar 150 tempat tidur. Tindakan perawatan kesehatan yang paling cepat diambil untuk menangani pandemi adalah meningkatkan jumlah ketersediaan tempat tidur rumah sakit.
Kuba telah melakukan hingga 18.000 tes per hari dan mampu memberikan hasilnya hanya dalam tiga hari. Tingkat pemulihan di Kuba lebih baik daripada sebagian besar negara-negara lain – 35.000 orang telah pulih, setara dengan tingkat pemulihan sebesar 86,9% (dibandingkan dengan 65,6% di AS, di mana orang tetap sakit dalam jangka waktu lebih lama). Terlepas dari situasi yang mengkhawatirkan di Kuba, tingkat kematian bagi mereka yang terinfeksi tetap relatif rendah yakni 0,7% (dibandingkan dengan 1,8% di AS).
Sektor Bioteknologi Kuba
Selama lebih dari 60 tahun, blokade AS telah melumpuhkan pembangunan ekonomi dan sosial Kuba. Pada 2002, John Bolton, yang kemudian menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Pengendalian Senjata dan Keamanan Internasional, menuduh Kuba (tanpa adanya bukti apapun) mengembangkan teknologi untuk senjata biologis. Narasi neo-konservatif ini mirip dengan tuduhan tanpa bukti atas Senjata Pemusnah Massal di Irak – yang kemudian digunakan sebagai pembenaran invasi AS ke Irak pada era Bush.
Kuba menanggapi hal itu dengan membuka pintu dan mengizinkan tim pakar ilmiah dan keamanan AS untuk memeriksa laboratorium medisnya. Delegasi AS lalu memilih laboratorium yang ingin mereka kunjungi. Mereka diizinkan merekam dan mendokumentasikan apa yang mereka lihat. Phillip Coyle, mantan Asisten Menteri Pertahanan kemudian menyatakan: “Tuan rumah di Kuba sangat ramah atau terbuka… Mereka menunjukkan kepada kami informasi kepemilikan tentang industri farmasi Kuba, informasi yang kemungkinan besar tidak akan dibagikan perusahaan-perusahaan AS jika situasinya terbalik.”
Dalam laporan mereka, tim investigasi menyatakan: “Saat berbicara dengan para peneliti dan tim produksi di fasilitas-fasilitas Kuba, kami melihat bahwa mereka benar-benar terkejut akan pertanyaan kami tentang senjata biologis. Gagasan bahwa mereka bersedia melakukan pekerjaan seperti itu bahkan tidak terlintas oleh mereka, dan itu ide yang tidak masuk akal bagi mereka…” Kesimpulan dari misi tersebut dapat diprediksi. Jenderal Wilhelm, mantan Panglima Komando Selatan AS, menyatakan: “Kuba tidak menimbulkan ancaman militer yang signifikan bagi AS atau negara lain di kawasan tersebut.” Hal yang menjadi jelas bagi mereka adalah Kuba tidak memiliki fasilitas untuk membuat senjata biologis. Mereka justru menemukan sektor bioteknologi yang sangat berkembang dan terintegrasi langsung dengan sektor pelayanan kesehatan nasional dan bahwa semua sumber daya yang terkait mendukung misi peningkatan kualitas kesehatan publiknya.
Sektor bioteknologi Kuba terus berkembang. Salah satu dari visi Fidel Castro atas Kuba adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di sektor ini semaksimal mungkin. Sejak awal revolusi Kuba, pemerintah memprioritaskan pelatihan dokter dan berinvestasi dalam penelitian medis. Pada tahun 1980-an, industri bioteknologi merupakan bagian dari visi Fidel Castro atas Kuba agar dapat lebih independen dari Uni Soviet. Meskipun Kuba sudah mencapai titik independensi tersebut pada saat ini, mereka masih berjuang untuk mendapatkan akses terhadap persediaan medis. Hal ini karena perusahaan AS dan anak perusahaan global mereka memegang hampir 80% hak paten medis.
Blokade AS telah mencegah banyak negara untuk melakukan aktivitas perdagangan dengan Kuba dan mempersulitnya dalam mendapatkan mata uang yang diperlukan untuk membeli barang impor. Tak hanya perusahaan AS yang dilarang berbisnis dengan Kuba, tetapi juga mencakup seluruh anak perusahaan mereka. Runtuhnya Uni Soviet menghapus 80% perdagangan luar negeri Kuba. Fokus pada penelitian medis kemudian menjadi prioritas utama yang semakin penting dari sebelumnya. Pada 1990-an, situasi saat Kuba mengalami “periode khusus” yakni krisis ekonomi yang amat parah setelah keruntuhan Soviet, memaksa mereka memproduksi obat-obatan generiknya sendiri, yang kemudian menjadi dasar penemuan dan pengembangan yang lebih besar lagi.
Meskipun sangat sulit bagi Kuba untuk mendapatkan peralatan ilmiah, namun pemerintah Kuba dan rakyatnya tidak menyerah begitu saja. Institut Finlay Kuba, yang didirikan pada 1990-an, telah mengembangkan berbagai vaksin untuk melawan penyakit yang mengancam jiwa seperti tetanus, difteri, dan meningitis. Kuba adalah negara pertama yang memproduksi antigen sintetis, dan telah berhasil menginokulasi rakyatnya untuk melawan berbagai jenis flu. Proses sintesis organo-kimia digunakan dalam pembuatan antigen. Proses ini memungkinkan kontrol kualitas vaksin yang lebih baik dan memungkinkannya diproduksi secara massal dengan lebih mudah. Lebih lanjut, Kuba kemudian bekerja sama dengan beberapa negara kapitalis maju untuk mengembangkan penelitian ilmiah guna mempelajari lebih lanjut tentang cara memerangi virus. Kuba juga mampu mengirim para ilmuwan ke Finlandia untuk belajar mensintesis interferon protein pelawan virus.
Di bawah Trump, pengetatan blokade ekonomi dan perdagangan AS atas Kuba dan peningkatan agresi politik telah membuat kerja sama semacam ini hampir mustahil. Tiongkok, yang juga menghadapi agresi dari AS, dapat menjadi mitra untuk membantu menangani pandemi. Proyek gabungan Kuba-Tiongkok telah berhasil mendirikan laboratorium medis di pusat Cienfuegos, yang memproses 500 sampel uji dalam sehari dari total 18.000 tes Kuba.
Kuba telah berhasil mengembangkan empat vaksin Covid-19 melalui Institut Finlay dan dua di antaranya dalam uji klinis. WHO sedang memantau pengujian yang dilakukan oleh Pusat Rekayasa Genetik dan Bioteknologi Kuba. Kuba juga sedang bereksperimen dengan berbagai cara penerapan vaksin; baik melalui pernafasan maupun injeksi. Vaksin Soberna 2 (Sovereign 2) yang diproduksi oleh Kuba, sejauh ini menjadi yang paling sukses. Vaksin ini membutuhkan tiga dosis dengan jeda dua minggu di antara setiap dosis.
Pemerintah yakin dapat menginokulasi populasi Kuba dan mulai mengekspor vaksin sebelum akhir 2021. Soberna 2 akan memasuki tahap pengujian terakhir bulan depan. Pemerintah juga telah mengindikasikan bahwa mereka akan menawarkan vaksin kepada orang yang melakukan perjalanan ke Kuba dan akan mampu memproduksi 100 juta dosis pada akhir tahun ini. Vaksin tersebut akan dikirim ke negara lain yang membutuhkan, seperti Iran, Venezuela, dan Vietnam.
Vaksin tersebut telah mengembangkan respon imun kuat yang menghasilkan antibodi penetral yang menghalangi virus untuk mengikat reseptor seluler tubuh. Vaksin ini telah merangsang memori respon imun jangka panjang. Ada 150.000 dosis yang tersedia untuk uji klinis.
Selain vaksin, pekerja biomedis Kuba yang sangat terampil dan pekerja lainnya telah menemukan berbagai metode lain. Negara ini telah mengembangkan ventilator saluran udara sendiri, alat diagnostik, serta metode ekstraksi DNA dan RNA. Dalam uji coba baru-baru ini, Kuba juga telah berhasil menciptakan cara yang lebih baik untuk mengevaluasi vaksin.
Solidaritas Internasional – Sebuah Ekspresi Revolusi Kuba
Program vaksin Kuba sangat tepat dipahami sebagai bagian dari solidaritas internasionalnya. Kuba menyatakan solidaritas internasional sejak awal revolusi dengan mengirimkan para profesional kesehatan ke Chili pada 1960 setelah gempa bumi yang menewaskan 5.000 orang. Sedangkan pencapaian dunia medis AS didorong oleh keuntungan belaka dan dikuasai oleh perusahaan besar. Sebaliknya, solidaritas Kuba melalui misi kesehatannya menjadikan pengobatan Kuba benar-benar revolusioner.
Kuba telah mengirimkan 3.700 dokter ke seluruh dunia untuk membantu memerangi Covid-19. Ini telah dilakukan melalui brigade medis Henry Reeve. Didirikan pada tahun 2005, brigade dokter tersebut memiliki spesialisasi dalam menangani bencana dan epidemi. Fidel Castro menawarkan untuk mengirim 1.500 dokter ke AS setelah Badai Katrina melanda New Orleans pada tahun 2005 yang menewaskan hampir 2.000 jiwa. Namun Presiden George W. Bush menolak tawaran tersebut.
Meskipun Kuba terpukul akibat pandemi, negara itu tidak meninggalkan negara tetangganya di Karibia begitu saja. Kuba telah mengirim 100 praktisi medis ke Barbados untuk membantu memerangi dan menahan penyebaran Covid-19, sementara Tiongkok juga telah mengirimkan peralatan dan perbekalan medis. Perdana Menteri Saint Vincent dan Grenadines, Ralph Gonsalves, menyebut mereka sebagai “penyelamat” dan berkata bahwa “di beberapa negara, mereka merupakan tulang punggung penanganan pandemi.” Terdapat hampir 500 profesional kesehatan Kuba di Jamaika. Dr Christopher Tufton, Menteri Kesehatan Jamaika, menggambarkan para dokter sebagai “pahlawan kesehatan”. Dalam praktiknya di lapangan, dokter-dokter Kuba membantu merawat orang yang sama sekali tidak memiliki akses ke sistem kesehatan yang memadai.
Sejak 2005, brigade Henry Reeve telah mengirimkan 8.000 dokter ke seluruh dunia. Mereka saat ini dikerahkan di lebih dari 39 negara untuk melawan Covid-19 di seluruh dunia. Brigade ini bergerak dengan cara mendirikan rumah sakit lapangan, lengkap dengan unit bedah dan perawatan intensif serta layanan diagnostik tingkat lanjut.
Dokter-dokter Kuba sangat siap menghadapi pandemi. Kuba merupakan garda terdepan dalam perjuangan melawan virus Ebola di Afrika Barat. Ketika PBB dan kelompok relawan seperti Doctors Without Borders maupun Palang Merah memerlukan bantuan, Kuba merupakan negara yang pertama yang merespon dan mengirimkan tiga tim dengan total 460 tenaga kesehatan profesional untuk menangani wabah tersebut. Meskipun terdapat risiko yang tinggi dalam menangani penyakit mematikan seperti Ebola, pemerintah Kuba tetap memandang bantuan medis tersebut sebagai sebuah kewajiban atas solidaritas kemanusiaan. Motif lainnya tentu saja juga untuk membendung penyebaran virus Ebola – dan dengan pandangan visioner semacam inilah, pemerintah Kuba telah bertindak untuk berperan aktif mengatasi wabah tersebut.
Sanksi yang Melumpuhkan
Meskipun Kuba telah mempersiapkan diri dengan baik menghadapi pandemi, negara ini masih tetap terus berjuang. Enam dekade blokade AS telah mempengaruhi setiap aspek kehidupan di Kuba. Setiap tahun Majelis Umum PBB (UNGA) memberikan suara untuk mengakhiri embargo AS di Kuba. Hanya AS dan para sekutu imperialismenya yang menentang hal ini. Sehingga resolusi UNGA tidak dapat dilaksanakan. Di saat pemerintah sosialis Kuba telah mampu mencegah hilangnya nyawa secara signifikan, maksud dari blokade AS tersebut sejatinya merupakan genosida. Laporan Departemen Luar Negeri AS tahun 1960-an menjabarkan tujuan blokade pada awalnya: “Setiap cara harus dilakukan untuk melemahkan kehidupan ekonomi Kuba untuk menimbulkan kelaparan, keputusasaan, dan menggulingkan pemerintah”.
Pada tahun 2017, Donald Trump memberlakukan sanksi baru terhadap Kuba, membatalkan pelonggaran pemerintah Obama atas tindakan tertentu, termasuk mencabut kebebasan untuk bepergian ke Kuba dan mencegah warga Kuba yang tinggal di AS untuk mengirim uang (remitansi) kepada keluarga mereka yang tinggal di Kuba. Trump juga mengizinkan perusahaan AS dan Kuba-Amerika untuk mengajukan klaim di pengadilan AS untuk kompensasi properti yang diambil alih selama revolusi Kuba.
Pemerintahan Trump melarang kapal pesiar dan perjalanan udara ke Kuba dan Departemen Luar Negeri AS membatasi pengiriman uang hingga 1.000 USD per kuartal. Anehnya, mereka juga memberlakukan pembatasan visa pada Raul Castro untuk pelanggaran hak asasi manusia di Kuba dan Venezuela. Trump juga menambahkan kembali Kuba pada daftar rujukan poros kejahatan, mencantumkan Kuba sebagai negara sponsor terorisme internasional.
Sanksi itu sangatlah berat. Ketika pandemi menghantam, sanksi tersebut adalah pukulan telak bagi perekonomian Kuba. Perekonomian Kuba juga turut rusak akibat krisis ekonomi Venezuela. Venezuela juga menghadapi sanksi AS yang melumpuhkan. Campur tangan AS secara efektif memutus Kuba dari minyak Venezuela ketika Trump menjatuhkan sanksi pada beberapa perusahaan pelayaran yang diperdagangkan antara kedua negara.
Mirip dengan sebagian besar dunia, Kuba mengalami penurunan ekonomi terburuk dalam 27 tahun – ekonomi menyusut 11% pada tahun 2020. Devisa yang diterima untuk ekspor Kuba hanya setengah dari jumlah tahun 2019. Dampak gabungan dari sanksi dan pandemi menyebabkan Kuba kehilangan nyaris seluruh pemasukan dari pariwisata. Sebagian besar restoran tutup, mobil klasik Amerika dibiarkan menganggur, dan banyak resor serta hotel kosong. Impor dan ekspor merosot.
Tiongkok pernah menjadi salah satu mitra dagang terbesar Kuba, tetapi ini tidak sebanding dengan kemitraan yang pernah dibangun dengan Uni Soviet dulu. Kuba mengekspor nikel dan gula ke Tiongkok. Tiongkok juga berinvestasi dalam energi terbarukan, industri ringan, dan komunikasi di Kuba. Akan tetapi, impor Kuba dari Tiongkok merosot. Tahun 2020 turun sebesar 40% menjadi 483 juta USD dibandingkan dengan 791 juta USD pada 2019. Impor dari Tiongkok menurun dari hampir 1,9 miliar pada 2015. Impor dari Spanyol turun sebesar 37% pada tahun 2020. Ekspor ke Spanyol (kebanyakan gula dan rum) turun 12%.
Perekonomian di Kuba menghadapi krisis stagnasi yang disebabkan oleh kurangnya likuiditas. Pada 2017, utang luar negeri mencapai 18,3 miliar. Kuba telah berjuang untuk membayar hutang ini dan sanksi telah memutuskan sumber pendanaan baru. Kesulitan-kesulitan tersebut memaksa pemerintah melakukan langkah-langkah ekonomi yang drastis. Kuba telah mengakhiri pajak jangka panjang atas dolar AS dan mendirikan 100 toko milik negara yang menerima pembayaran hanya dalam dolar AS menggunakan Visa atau Mastercard.
Balsa negra (pasar gelap), yang merupakan realitas sehari-hari di Kuba, sempat lebih menonjol mengakomodasi bidang ekonomi yang tidak dapat dikendalikan oleh negara. Di bawah reformasi yang diprakarsai oleh Raul Castro, lebih banyak orang Kuba yang mampu bekerja untuk diri mereka sendiri dan melakukannya secara legal. Pemerintah telah mengeluarkan 300.000 izin lisensi di bawah 200 kategori untuk memungkinkan hal ini. Dengan cara ini, pemerintah memiliki kendali atas sektor yang sebelumnya informal.
Kuba juga akan mendevaluasi peso dan membatalkan sistem mata uang ganda. Dalam pidato publiknya, Presiden Miguel Diaz-Canel menyatakan peso akan ditetapkan menjadi 24 per dolar. Selama hampir 30 tahun, dua mata uang telah digunakan di Kuba, yakni Peso dan Peso Konvertibel Kuba (CUC) yang didirikan pada tahun 2004 untuk menggantikan peran dolar AS di Kuba. Kini CUC akan dihapus. Pemerintah telah mengakui bahwa tindakan tersebut kemungkinan akan memicu inflasi, tetapi hal itu akan memungkinkan Pemerintah untuk mengumpulkan lebih banyak dolar AS yang diperlukan untuk membayar impor barang yang bersifat vital.
Kuba sangat bergantung pada impor untuk barang konsumsinya. Reuters memperkirakan pada 2017 bahwa 60-70% makanan Kuba merupakan produk impor. Jumlah sebenarnya sulit dihitung karena bagi warga negara Kuba, terutama di daerah regional, sebagian besar menanam makanannya sendiri. Sekitar 80% jatah pangan yang dibagikan pemerintah merupakan barang impor, termasuk biji-bijian dan minyak goreng. Sebagian besar, jika tidak semua, rakyat Kuba juga membeli makanan dari pedagang kaki lima. Lahan pertanian di daerah perkotaan juga berkembang pesat dan mampu memenuhi kebutuhan sayuran, buah, bumbu-bumbu dasar, dan telur segar – dan komoditas ini sering diabaikan oleh para komentator asing.
Embargo terhadap Kuba telah menghambat pembangunan sektor pertanian dan infrastruktur pedesaannya. Embargo memperburuk ketergantungan pada impor. Pada masa mendatang, Kuba akan menghadapi perjuangan untuk keamanan dan kedaulatan pangan. Meskipun terdapat indikasi bahwa pemerintahan Biden dapat melonggarkan beberapa pembatasan Trump di Kuba, namun tidak menutup kemungkinan bahwa tantangan masih akan tetap ada.
Tujuan untuk menggulingkan rezim tetap sama. Upaya ini kemungkinan besar akan mengambil bentuk yang lebih lembut, dengan AS tetap akan melanjutkan keterlibatannya dalam tindakan subversif melalui CIA dan lembaga lainnya. Upaya subversi terbarunya adalah melalui media daring – jejaring sosial seniman dan intelektual yang tidak puas yang telah menjadi ujung tajam kontra-revolusi. Tujuannya adalah untuk membentuk narasi perubahan rezim dan merongrong dukungan terhadap Kuba dari bagian liberal masyarakat AS.
Melalui pendanaan aksi-aksi tersebut, AS berharap dapat membentuk gerakan yang didasarkan pada kultus individualisme, yang terlepas dari keterikatan apa pun pada solidaritas sosial Kuba. Propaganda dimasukkan ke Kuba melalui portal daring kemudian mengaitkan kebebasan dengan masyarakat yang didorong konsumerisme dan akumulasi kekayaan individu.
AS secara terbuka mengakui mendanai proyek untuk pergantian rezim. Pada 27 November dan 27 Januari, demonstrasi berlangsung di luar Kementerian Kebudayaan menuntut dialog dengan pemerintah. Para aktivis mengepung gedung selama beberapa jam dan tidak mengajukan tuntutan khusus. Beberapa yang hadir mengaku bahwa mereka dibayar sejumlah kecil uang dari organisasi yang terkait dengan USAID.
Portal Proyek Uang Kuba (CMPP) menerima 410.710 USD pada 2020 dari USAID. Organisasi tersebut melaporkan uang yang dikirimkan ke dan dari Kuba membantu AS untuk memperketat sanksinya. Menurut Tracy Eaton dalam sebuah artikel yang muncul di CMPP berjudul ‘The Democracy Business in Cuba is Bustling’, setidaknya 54 kelompok telah menjalankan proyek di Kuba dengan pendanaan dari USAID sejak 2017. AS telah menghabiskan 261 juta USD dalam proyek subversi sejak 1990, 124 juta USD untuk “urusan sipil”, 38 juta USD untuk “hak asasi manusia” dan 25 juta USD untuk mendukung proyek media.
Tidak ada satupun dari upaya ini yang cukup bagi kekaisaran AS untuk menundukkan rakyat Kuba. Revolusi Kuba terus berlangsung. Langkah maju ke depan dalam bidang biomedis, solidaritas internasional dalam menghadapi pandemi, dan penanganan Covid-19 yang canggih merupakan buktinya.
Naskah diambil dari website Red Ant. Dapat diakses melalui Cuba’s Struggle Against the Pandemic dimuat pada 25 Februari 2021. Diterjemahkan oleh Surtikanti, kader Perserikatan Sosialis.
Comment here