AksiReportase

Rakyat Papua di Sorong Tuntut Otonomi Khusus (OTSUS) Diberhentikan dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua

Jumat (21/05), 60 orang massa aksi yang tergabung dalam Front Solidaritas Rakyat Papua melancarkan aksi demonstrasi di Lampu Merah Maranatha, Kota Sorong.

Aksi dimulai pukul 09.00 WIT. Massa aksi menuntut agar pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan perpanjangan Otonomi Khusus (OTSUS), pembebasan tahanan politik Papua tanpa syarat serta Berikan Hak Menentukan Nasib Bagi Bangsa Papua sebagai solusi demokratis dan damai kepada orang Papua.

OTSUS sejak diberlakukannya pada 21 November 2001, dinilai telah gagal dalam pemenuhan rasa keadilan bagi rakyat Papua, belum tercapainya kesejahteraan rakyat Papua, belum tegaknya hukum di Papua dan belum adanya penghormatan hak asasi manusia (HAM) terhadap warga Papua. OTSUS justru menjadi paket kebijakan yang memfasilitasi para pemodal dan pemerintah Indonesia untuk mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) di Papua dan mengeksploitasi serta merepresi rakyat Papua.

Dalam orasinya, Apey Tarami koordinator aksi menyatakan bahwa “20 tahun implementasi OTSUS telah memberikan dampak buruk kepada rakyat Papua. Yaitu; Genosida (pemusnahan ras), perizinan pertambangan dan kelapa sawit besar-besaran yang menyebabkan kerusakan alam secara masif di Papua serta (OTSUS) terbukti tidak meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan di Papua,  sehingga dengan tegas orang Papua menolak keberlanjutan OTSUS.”

Lebih lanjut, Apey menyerukan kepada rakyat Papua agar memperkuat barisan politik kerakyatannya sendiri menuju Musyawarah Rakyat Papua yang akan segera dilaksanakan oleh 110 organisasi yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) dan sedang menggalang  lebih dari 700.000 ribu tanda tangan basah orang Papua di seluruh dunia untuk menolak OTSUS.

“Rakyat Papua harus bersatu dan perkuatkan barisan menuju musyawarah rakyat yang akan digelar untuk memutuskan nasib OTSUS di tanah Papua. Lanjut dan tidaknya ada di tangan rakyat Papua sendiri”, pungkas Apey dalam orasinya.

Sementara itu dalam orasi lainnya, salah satu massa aksi Feky Mobalen menyampaikan bahwa dalam kasus rasisme 2019 Viktor Yeimo dan orang Papua pada posisinya adalah sebagai korban. “Jadi Viktor Yeimo dan seluruh orang Papua yang melakukan protes waktu pada 2019 menentang rasisme sebagai korban. Sehingga apabila sekarang negara menangkap Viktor Yeimo, berarti negara ikut membenarkan praktek rasisme terhadap orang Papua.” Disambut oleh teriakan “Bebaskan Viktor Yeimo tanpa syarat. Papua Merdeka !!!” oleh massa aksi. Aksi berakhir pada pukul 12.00 WIT.

Sementara itu, sebagaimana laporan dari lapangan; pada hari yang sama, aksi dengan tuntutan yang sama juga digelar di Manokwari, Yogyakarta dan juga Jakarta.

Tuntutan Front Solidaritas Rakyat Papua:

  1. Tolak Otonomi Khusus (OTSUS) Jilid II dan seluruh manuver Jakarta terhadap rakyat Papua serta buka ruang demokrasi bagi rakyat Papua.
  2. Tolak pemekaran di seluruh tanah Papua karena sebagai strategi perluasan investasi maupun perampasan Sumber Daya Alam (SDA), pendudukan serta penguasaan wilayah-wilayah adat Papua.
  3. Segera bebaskan Victor Yeimo Juru Bicara Internasional KNPB dan Petisi Rakyat Papua (PRP) , Ruland dan Kevin Molamadan serta seluruh tahanan politik Papua.
  4. Segera hentikan konflik bersenjata antara Papua dan Indonesia serta cabut labelisasi stigma teroris untuk rakyat Papua.
  5. Tarik militer organik dan non-organik (TNI/POLRI) dari wilayah Papua.
  6. Segera buka akses jurnalis independen ke Papua.
  7. Segera berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri (HMNS) sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua. (mm)

Loading

Comment here