Internasional

Israel Menyerang Gaza Setelah Kekalahan Yerusalem

ditulis oleh Ali Abunimah, Maureen Clare Murphy and Tamara Nassar

Dua puluh warga Palestina, sembilan di antaranya anak-anak, tewas dalam serangan bom Israel di Jalur Gaza pada Senin malam.

Ini terjadi pada akhir hari penuh kekerasan yang dimulai di daerah okupasi Yerusalem Timur, di mana pasukan Israel menyerang para jamaah di kompleks masjid al-Aqsa, yang melukai ratusan orang.

Adegan-adegan kebrutalan di Yerusalem menimbulkan kemarahan dan solidaritas di antara warga Palestina dan di seluruh dunia.

Sayap militer dari organisasi perlawanan Palestina Hamas mengeluarkan ultimatum yang memberi Israel waktu satu jam — sampai jam 6 sore waktu setempat — untuk menarik pasukannya dari al-Aqsa dan lingkungan Syekh Jarrah di Yerusalem Timur yang diduduki, dan membebaskan para tahanan.

Ketika tenggat waktu telah berlalu, kelompok perlawanan di Gaza menembakkan roket ke arah Yerusalem untuk pertama kalinya sejak perang musim panas tahun 2014, yang dirayakan oleh beberapa warga Palestina.

Orang-orang Israel yang telah berkumpul untuk perayaan yang disebut pawai Hari Yerusalem berlari untuk berlindung saat sirene dibunyikan.

Dilaporkan tidak ada korban serius dari pihak Israel.

Seorang juru bicara Hamas di Gaza mengatakan bahwa para pejuang perlawanan “menembakkan roket ke wilayah okupasi Yerusalem, sebagai tanggapan atas kejahatan dan agresi musuh ke kota suci, dan kekerasan terhadap orang-orang kami di Syekh Jarrah dan Masjid al-Aqsa.”

“Israel akan merespon dengan kekuatan besar,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, ia menambahkan bahwa “siapapun yang menyerang kami akan membayar mahal.”

Peringatan demikian harus dipahami sebagai ancaman hukuman kolektif yang akan dihadapi oleh warga sipil di Gaza.

Para menteri Israel menyetujui serangan udara terhadap wilayah tersebut, yang diungkapkan oleh juru bicara militer Israel yang mengatakan bahwa serangan itu “akan memakan waktu beberapa hari.”

Kementerian kesehatan Palestina di Gaza melaporkan bahwa 20 orang di wilayah yang terkepung itu tewas akibat serangan udara Israel.

Media Palestina melaporkan terdapat sembilan anak termasuk di antara mereka yang tewas.

Israel mengklaim bahwa tiga pejuang Hamas tewas dalam salah satu serangan udara dan Hamas mengatakan salah satu komandan mereka tewas.

Israel juga dilaporkan menutup satu-satunya penyeberangan komersial Gaza dan selanjutnya membatasi akses ke perairan pesisir Jalur itu.

Pawai Pendudukan (settler march) dibatalkan

Sebelum ultimatum Hamas, Israel telah mengalami kemunduran yang memalukan dalam upayanya untuk menegaskan kendali pada daerah okupasi Yerusalem Timur.

Senin seharusnya menjadi hari di mana ribuan pemukim ekstremis Yahudi berbaris melalui Kota Tua untuk menandai apa yang disebut Hari Yerusalem.

Parade tahunan ini adalah pertunjukan rasisme dan provokasi menjijikan di mana orang-orang Israel merayakan okupasi tahun 1967 mereka di bagian timur Yerusalem.

Pawai tahun ini dijadwalkan berlangsung di tengah ketegangan dan perlawanan yang meningkat terhadap upaya Israel untuk mengusir puluhan keluarga Palestina dari rumah mereka di lingkungan Sheikh Jarrah sebagai bagian dari pembersihan etnis dan Yudaiisasi yang sedang berlangsung di Yerusalem.

Hampir sepanjang hari, polisi Israel menyatakan bahwa pawai pendudukan ini akan berlanjut pada rute yang mereka rencanakan melalui Gerbang Damaskus dan masuk ke gang-gang sempit Kota Tua, termasuk bagian wilayah Muslim-nya.

Namun, pada sore hari, dan setelah rekomendasi dari militer Israel dan Shin Bet (Biro Keamanan Umum Israel), agen mata-mata dan penyiksaan domestik negara, Netanyahu memutuskan untuk mengubah rute sebelum ia dibatalkan sama sekali.

Hal ini adalah kemenangan yang mencolok bagi orang-orang Palestina, meskipun harus dibayar mahal dengan luka-luka akibat kekerasan Israel yang tidak pandang bulu.

Ratusan orang terluka

Sebelum subuh pada hari Senin, ribuan orang Palestina menuju ke kompleks masjid al-Aqsa untuk berdoa di situs tersebut dan melindunginya dari serangan yang dilakukan oleh ekstremis Yahudi dan berbagai serangan kekerasan oleh pasukan okupasi yang dialami pada hari Jumat dan Sabtu, ketika ratusan orang Palestina yang berada di sana saat itu terluka.

Di antara 90.000 warga Palestina yang berkumpul di al-Aqsa pada hari Sabtu untuk memperingati malam Lailatulqadar, salah satu malam paling suci pada bulan Ramadhan, adalah ribuan warga Palestina di Israel.

Setelah polisi Israel menghentikan lusinan bus yang membawa jamaah ke Yerusalem, banyak yang melanjutkan perjalanan ke kota dengan berjalan kaki.

Saat fajar menyingsing pada hari Senin, video dan foto yang dibagikan di media sosial menunjukkan warga Palestina bersiap untuk mempertahankan masjid dari serangan baru pagi itu dengan menghalangi pintu masuk dengan furnitur dan mengumpulkan batu-batu.

Tepat setelah pukul 8 pagi, pasukan okupasi melancarkan serangan ke kompleks tersebut, menembakkan granat setrum, tabung gas air mata, dan peluru baja berlapis karet ke arah warga Palestina di sana, melukai jemaah, jurnalis, dan petugas medis.

The Palestine Red Crescent Society (Organisasi Kemanusiaan Palestina yang berada di bawah Komite Internasional Palang Merah) mengatakan mereka merawat hampir 400 orang yang terluka, dengan sekitar 220 dibawa ke rumah sakit.

Setidaknya tujuh orang Palestina terluka parah, dan beberapa membutuhkan operasi.

Pasukan Israel juga menyerang areal sholat perempuan di dekat Bab al-Rahma, gerbang timur kompleks yang sebagian besar telah ditutup oleh otoritas Israel sejak 2003.

Persenjataan Israel menyebabkan kerusakan di dalam masjid di kompleks tersebut.

Orang-orang Palestina mengumpulkan tabung gas air mata kosong, granat kejut dan peluru baja berlapis karet dan membentuknya menjadi gambar Kubah Batu dan kata “Yerusalem”.

Namun terlepas dari kekerasan ekstrim dan tidak pandang bulu ini, kepala polisi Israel Kobi Shabtai mengatakan kepada media pada Senin malam bahwa pasukannya telah sangat terkendali dan sudah waktunya untuk melakukan “perlakuan khusus”.

Jurnalis terluka

Di antara ratusan warga Palestina yang terluka oleh pasukan Israel pada hari Senin adalah para jurnalis.

Video ini menunjukkan tentara Israel memojokkan jurnalis foto Palestina Faiz Abu Rmeleh dan memukuli kepalanya.

Abu Rmeleh, yang fotonya sebelumnya telah diterbitkan oleh The Electronic Intifada, juga diserang oleh pasukan okupasi pada tahun 2017.

Saluran berita Palestina Al Qastal mengatakan tiga reporternya terluka oleh peluru baja berlapis karet dan gas air mata.

Orang Palestina lainnya yang mengeluarkan darah dari matanya dibawa oleh petugas medis yang mengatakan kepada seorang reporter Anadolu Agency bahwa pria yang terluka itu adalah seorang jurnalis.

Serangan pada petugas medis

The Palestine Red Crescent Society mengatakan pasukan Israel mencegah petugas medis mereka untuk memasuki kompleks masjid al-Aqsa di mana puluhan warga Palestina yang terluka membutuhkan perawatan medis.

Seorang dokter Palestina dari Yerusalem yang datang untuk membantu yang terluka mengatakan bahwa tentara mencegahnya memasuki kompleks “dari setiap gerbang”;

Jaringan Berita Quds melaporkan bahwa Israel berusaha mengusir petugas medis Palestina dari kompleks tersebut.

Para petugas penyelamat juga termasuk di antara sejumlah korban yang terluka di dalam.

Pasukan Israel menembak paramedis Palestina Ahmad Dweikat dengan peluru baja berlapis karet di bawah matanya;

Sidang pengadilan ditunda

Pengadilan tertinggi Israel mencoba meredakan perlawanan yang berkembang terhadap pembersihan etnis Palestina dengan menunda sidang mengenai pengusiran paksa tiga keluarga dari rumah mereka di lingkungan Sheikh Jarrah pada hari Minggu.

Israel menerapkan undang-undang diskriminatif secara terbuka dalam upaya memaksa rakyat Palestina keluar dari rumah mereka sehingga mereka dapat diserahkan kepada para pemukim Yahudi.

Seorang hakim pengadilan tinggi mengatakan sidang akan dijadwal ulang dalam waktu satu bulan dan keluarga Palestina akan dapat tinggal di rumah mereka sampai keputusan dibuat.

Pengadilan Israel secara konsisten telah memutuskan mendukung kelompok-kelompok pemukim untuk mengusir keluarga Palestina dari rumah-rumah di wilayah okupasi Yerusalem Timur.

Organisasi-organisasi pemukim, yang didukung oleh aparat negara Israel, tidak mungkin meninggalkan upaya mereka untuk membersihkan etnis kota Palestina.

Tujuannya, bagaimanapun, adalah melakukan ini secara diam-diam, tanpa menimbulkan kegaduhan yang muncul dari protes internasional.

AS memblokir pernyataan PBB

Mesir, Qatar dan PBB dilaporkan menjadi penengah ketegangan antara Hamas dan Israel untuk meredakan eskalasi permusuhan.

Pemerintah AS mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam atas “konfrontasi dengan kekerasan” di Yerusalem, tetapi tetap mengutuk secara eksplisit atas roket yang ditembakkan dari Gaza.

Misi Washington untuk Dewan Keamanan PBB dilaporkan mencegah rilis pernyataan bersama yang mengutuk kekerasan di Yerusalem.

Sementara itu, utusan Uni Eropa untuk Israel mengatakan dia “sangat prihatin” atas kekerasan di Yerusalem tetapi hanya mengatakan bahwa penembakan roket “sama sekali tidak dapat diterima dan harus dihentikan.”

Naskah diambil dari website Red Flag dan Electronic Intifada. Dapat diakses melalui Israel attacks Gaza after Jerusalem defeat dimuat pada 10 Mei 2021. Diterjemahkan oleh Holy Angela, anggota Lingkar Studi Kerakyatan Kutai Timur.

Loading

Comment here