AksiReportase

Aksi Hari Perempuan Internasional Yogyakarta 2021

Pada 8 Maret 2021 di Yogyakarta, ratusan massa yang terdiri dari perempuan, laki-laki, LGBT, mahasiswa, seniman, dan seluruh elemen masyarakat yang pro-kesetaraan dan pro-demokrasi tumpah ruah turun ke jalan untuk merayakan hari bersejarah bagi kemenangan gerakan perempuan di dunia. Bermodalkan solidaritas, poster-poster tuntutan serta yel-yel, massa aksi melakukan long-march dari Bundaran UGM pukul 12.00 WIB menuju ke pertigaan Jl. Gejayan. Tema IWD tahun ini adalah “Tantang Dunia, Perempuan Bebas Merdeka” yang memiliki makna bahwa sudah waktunya perempuan menantang dunia yang didominasi oleh para kapitalis untuk kemudian menuju perempuan yang bebas dan merdeka seutuhnya. Dari tema tersebut, massa aksi kemudian meneriaki yel-yel “Lawan Seksisme, Hancurkan Kapitalisme”,Sahkan RUU P-KS SEKARANG JUGA!”, hingga “Cabut Omnibus Law”.

Setelah long-march dari Bundaran UGM, massa aksi tiba di pertigaan JL. Gejayan pada pukul 12.52 WIB yang kemudian massa aksi membentuk lingkaran besar di tengah-tengah pertigaan. Namun saat massa aksi mencoba membentuk lingkaran, sempat terjadi kericuhan akibat aparat kepolisian serta kelompok reaksioner menghalangi massa aksi untuk membuat lingkaran besar yang kemudian juga berdampak ke tertundanya penyampaian orasi politik dari massa aksi. Apa yang sudah dilakukan oleh aparat kepolisian serta kelompok reaksioner semakin membuktikan kepada kita, bahwa ruang-ruang demokrasi selalu dibungkam oleh negara melalui aparat dan kelompok reaksioner bayaran yang anti-demokrasi. Tidak sampai di situ saja, salah satu anggota kelompok reaksioner itu kemudian pada pukul 13.00 WIB mulai memprovokasi bahwa aksi ini tanpa izin dan mengganggu lalu lintas, tindakan provokasi ini kemudian mendapatkan perlawanan oleh massa aksi dengan berteriak dan mengusir orang tersebut, namun tidak lama setelah itu muncul gerombolan anggota kelompok reaksioner lainnya pada pukul 13.30 WIB dan langsung mendorong massa aksi. Setelah adanya perlawanan balik oleh massa aksi, situasi kembali mereda dan aksi dilanjutkan kembali dengan penyampaian orasi politik dari individu maupun perwakilan organisasi.

Pukul 13.50 WIB, perwakilan dari Lingkar Studi Sosialis menyampaikan orasi politiknya, bahwa gerakan perempuan saat ini perlu mencontoh bagaimana gerakan perempuan pada 100 tahun yang lalu dalam memenangkan hak upah yang setara, hak politik, serta menghentikan perang dan kelaparan. Ia menjelaskan bahwa kemenangan dari gerakan perempuan pada waktu itu tidak terlepas dari adanya mobilisasi massa yang terorganisir dan melakukan perlawanan politik yang masif. Sehingga, saat ini gerakan perempuan tidak seharusnya menaruh kepercayaan terhadap perempuan-perempuan borjuis yang duduk di parlemen untuk memenangkan berbagai tuntutan massa. Karena kemenangan hanya akan diraih melalui mobilisasi massa dan menyatunya gerakan perempuan bersama dengan perjuangan kelas buruh dan rakyat tertindas lainnya.

Pukul 14.15 WIB saat orasi politik dari massa aksi masih berlangsung, kelompok reaksioner mendorong massa aksi di bagian sisi utara lampu merah Gejayan yang kemudian dibiarkan oleh aparat kepolisian. Hal ini tentu saya memantik amarah massa aksi untuk melakukan perlawanan balik. Sempat terjadi kericuhan yang cukup lama akibat dari upaya pembungkaman demokrasi yang dilakukan oleh kelompok reaksioner dan aparat kepolisian. Namun semua itu kemudian dapat dilalui karena adanya persatuan dari massa aksi yang melawan kelompok reaksioner.

Pukul 15.00 WIB, massa aksi yang dipimpin oleh Koordinator Umum membacakan pernyataan sikap politik yang membahas terkait ketidakpedulian negara atas tingginya angka kasus kekerasan seksual dan semakin diperparah ketika adanya pandemi covid-19, keberpihakan negara kepada kaum kapitalis dengan mengesahkan Omnibus Law hingga membahas terkait perusakan alam oleh industri-industri besar kapitalis dan kolonialisasi Indonesia terhadap rakyat Papua. Sehingga dari isian pernyataan sikap tersebut, Komite Aksi IWD Yogya 2021 menuntut agar sahkan RUU P-KS sekarang juga, Cabut Omnibus Law, Tolak RUU Ketahanan Keluarga, Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi rakyat Papua, usut tuntas – tangkap dan adili pelaku pelanggaran HAM masa lalu, tarik militer dari tanah Papua, berikan upah setara, cuti haid, cuti hamil, cuti melahirkan, dan cuti ayah yang dibayarkan kepada Buruh AICE dan seluruh buruh di Indonesia, tolak OTSUS jilid II hingga cabut PERGUB No 1 Tahun 2021 yang anti-demokrasi. (wz)

Loading

Comment here