Pernyataan Sikap

Konferensi Pers FORMALIPA Bali: Pembungkaman Ruang Demokrasi, Teror, Represif oleh Aparatus Negara Indonesia di Bali Dalam Menyikapi Tolak Otsus Jilid II dan Pemekaran serta Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa West Papua

Denpasar, pada 08 Maret 2021, Front Mahasiswa Peduli Papua (FORMALIPA) melakukan aksi damai terkait “Tolak Otsus Jilid II dan Pemekaran serta Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi bangsa West Papua” yang sampai saat ini rakyat West Papua terus memperjuangkan tuntutan-tuntutan kemerdekaan dan menolak segala kebijakan yang terus di manipulasi oleh negara.

Sejak pukul  06.00 WITA, aparat keamanan gabungan telah berjaga-jaga di sekitar Denpasar, Sanur dan Asrama Mahasiswa Papua. Penjagaan aparat gabungan di lokasi aksi dengan seragam pengamanan lengkap juga membawa 9 motor Polisi, 2 mobil Patroli dan 3 mobil Dalmas. Sedangkan di Asrama Mahasiswa Papua, intel dari kepolisian terus memantau asrama.

Aksi damai yang dilakukan sesuai prosedur kesehatan dengan menjaga jarak. Aksi diikuti sebanyak 46 massa aksi yang berkumpul di Parkiran Timur Renon akan menuju titik aksi di Bundaran Renon.

Aksi yang akan dimulai dari Pukul 10:00 WITA, sesuai seruan dalam poster yang disebarkan melalui media sosial. Namun ketika aksi damai akan dimulai, dari Parkiran Timur Renon menuju titik aksi pada pukul 09.15 WITA. Sweeping dilakukan secara mendadak di titik kumpul aksi damai, hingga pukul 09.50 WITA.

Aparat gabungan dari Polres, Polda Bali, dan Polsek Denpasar Timur serta dibantu ormas reaksioner melakukan pembubaran aksi secara paksa. Pembubaran diikuti dengan pemukulan, perampasan poster, pemutusan tali komando, pelemparan dengan botol air mineral, pemukulan dengan sapu lidi, penangkapan massa aksi di perjalanan menuju titik aksi, pengangkutan massa aksi secara paksa ke Polrestabes dan Polres.

Dalih pembubaran aksi damai karena adanya perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro. Namun kami telah menjalankan ketentuan untuk menjalankan aksi dalam situasi pandemi, dengan memberikan surat pemberitahuan tiga hari sebelum aksi dilakukan.

Setelah tiba di Polrestabes Bali, massa Aksi yang ditangkap mendapatkan diperlakukan tidak layak. Mulai dari paksaan untuk melakukan tes urine pada beberapa massa aksi yang ditahan, paksaan untuk melakukan tes rapid antigen, pemukulan, menyeret massa aksi yang ditangkap, pengeroyokan hingga mengisolasi massa aksi yang ditangkap kemudian dipukul hingga berdarah-darah. Tidak terlepas adanya intimidasi saat pemeriksaan terhadap massa aksi yang dilakukan oleh Kepolisian Polrestabes Bali.

Berikut ini nama-nama massa aksi yang menjadi korban kekerasan aparat, dalam aksi “Tolak Otsus Jilid II dan Pemekaran serta Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi bangsa West Papua” :

  1. Natalis Bukega (dipukul di wajah dan tulang rusuk, diseret, diisolasikan dalam ruangan lalu dipukul oleh empat sampai lima orang).
  2. Brigida ( ditinju sekali di perut, ditendang di pinggang dua kali. Tas Noken ditarik sampai leher kemerahan, lalu dilempar ke arah lengan).
  3. Itoo (dapat pukul dari dada, perut, alis mata sobek, lutut kiri dan kanan dibanting saat naik ke ruang interogasi).
  4. Yoyo (ditarik selendang sampai leher luka, dibanting di tanah serta diinjak, ditendang bagian dagu, testa, dan tangan diseret sampai ruang interogasi).
  5. Elis (ditendang 2 kali di tulang belakang).
  6. Wemi (ditendang-tendang bagian rusuk kiri, hidung berdarah).
  7. Ferry (dipukul pakai benda tumpul di kepala, kena alat tajam di telapak tangan berdarah dan ditendang bagian tulang belakang).
  8. Yesaya (ditarik selendang sampai leher luka, dibanting di lantai serta diinjak, ditendang bagian kepala, perut, rambut dan jenggotnya ditarik tarik ).
  9. Idha (ditendang di perut ).
  10. Wemi (dipukul di muka).
  11. Mael (dipukul di hidung).
  12. Arpin (tas ditarik sampai leher bengkak).

Dan perlengkapan yang diambil dan dirusak oleh pihak aparat:

  1. Poster-poster yang berisi tuntutan-tuntutan dirusak oleh pihak aparat
  2. Spanduk diambil oleh pihak aparat
  3. Dua megafon  diambil namun dikembalikan.
  4. Tali komando diputus.
  5. Pakaian baju dirobek-robek.
  6. Bendera monyet dan front diambil serta tidak dikembalikan
  7. Noken BK, 2 dompet berisi identitas, serta handphone diambil dan belum dikembalikan
  8. Foto-foto kami dihapus dari kamera Canon

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian, Intel dan ormas reaksioner yang telah bersengkongkol dan melanggar aturan hukum dalam UUD NRI 1945 Pasal 28E Ayat [3] yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.  Serta Ketentuan dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia dalam Pasal 19 dan 20, yang menjamin atas kebebasan menyatakan pendapat. Maka FORMALIPA, mendesak kepada Jokowi-Maruf Amin serta PBB, bahwa:

  1. Hentikan kriminalisasi dan teror terhadap mahasiswa Papua di Bali.
  2. Menuntut pemerintah untuk menindak tegas aparat kepolisian yang membubarkan secara paksa aksi damai mahasiswa Papua pada 8 Maret kemarin.
  3. Pemerintah RI segera mencopot ormas reaksioner bentukan aparatus yang selalu melakukan penghadangan, pembubaran aksi, dan melakukan teror terhadap aksi mahasiswa Papua di Bali.
  4. Berikan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum bagi mahasiswa Papua di Bali
  5. Mengecam tindakan yang menutup ruang demokrasi
  6. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus menjamin kebebasan berkumpul, berserikat, berekspresi dan menyampaikan pendapat secara umum khususnya mahasiswa Papua di Bali sesuai hukum yang berlaku.
  7. Presiden Jokowi- Ma’ruf Amin segera mencopot jabatan Polda Bali, Kapolres Bali, Polres Dentim serta seluruh jajaran yang kemarin telah membubarkan aksi kami.

Demikian pernyataan ini kami buat untuk menggalang solidaritas yang luas serta advokasi, agar ruang demokrasi dibuka seluas-luasnya dalam mengemukakan pendapat di ruang umum sebagai hak setiap manusia di muka bumi.

Denpasar, 08 Maret 2021 

Loading

Comment here