Momentum International Women’s Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional yang selalu diperingati pada 8 Maret, di berbagai belahan dunia dengan aksi massa. Aksi ini diperingati tidak terkecuali di berbagai daerah di Indonesia dan West Papua. Berbagai tuntutan yang diangkat dalam aksi Hari Perempuan Internasional secara umum menuntut hak-hak bagi perempuan baik dalam sektor politik, sektor ekonomi, sektor sosial, dan sektor budaya.
Beberapa daerah dihadapkan pada (upaya) tindakan represif aparat. Di Malang, Jayapura, dan Makassar, massa aksi ditangkap oleh kepolisian setempat. Di Manado, Lampung, Balikpapan dan Yogyakarta, aksi dibubarkan baik oleh kepolisian dan gugus tugas covid ataupun preman setempat. Dalih aparat membubarkan ini adalah untuk menekan penyebaran Covid-19. Kita sendiri belum lupa bagaimana di awal – awal pandemi, kebijakan rezim Jokowi-Ma’ruf yang lebih mengutamakan bisnis daripada keselamatan rakyat sendiri. Dalih tersebut sebenarnya hanya untuk semakin menggembosi gerakan rakyat.
Di Jayapura, Aliansi Perempuan berencana menggelar aksi di tiga titik. Dimulai di Expo kemudian dilanjutkan di Perumnas dan diakhiri di Abe Lingkaran yang dimulai pukul 08.00 WIT. Belum berpindah ke titik-titik selanjutnya, massa di Expo sudah didatangi polisi untuk diminta membubarkan diri dengan alasan surat pemberitahuan, tidak memakai masker dan mengganggu ketertiban lalu lintas. Hal ini berujung pada saling dorong-dorongan dan penangkapan 9 orang massa aksi. Setelah didampingi oleh kuasa hukum, 9 orang tersebut dibebaskan.
Di Indonesia sendiri tuntutan utama yang diangkat adalah Sahkan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Sudah lama dibahas dan beberapa kali keluar masuk prolegnas. RUU ini tak kunjung disahkan padahal ini adalah hal penting bagi perlindungan kaum perempuan. Malahan beberapa RUU (RUU Cipta Kerja, RUU Minerba dan RUU KPK) yang sempat mengalami penolakan yang besar, kemudian disahkan.
Selain itu Perserikatan Sosialis, Cakrawala Muda Kerakyatan, dan Organisasi-Organisasi Kaum Muda Sosialis melakukan kampanye bersama yang dimulai dari kampanye daring dan luring pada aksi IWD di berbagai daerah. Kampanye tersebut membawa slogan dan tuntutan antara lain: 1. Lawan Seksisme! Hancurkan Kapitalisme!; 2. Sahkan RUU PKS Sekarang Juga!; 3. Rebut Hak Buruh Perempuan yang Dirampas Tirani!
Di Jakarta, aksi setidaknya dilakukan di dua titik. Pertama dilakukan oleh Gerakan Buruh untuk Rakyat (GEBRAK) dengan slogan Gebrak-in IWD. Aksi ini selain membawa tuntutan Sahkan RUU PKS juga membawa tuntutan cabut UU Cilaka (Cipta Kerja). Aksi ini dihadiri ratusan massa buruh dari berbagai serikat buruh dan beberapa organisasi kaum tani dan mahasiswa. Aksi dimulai dengan pawai di Kantor Kemnaker berlanjut di kantor International Labour Organization (ILO) dan berakhir di Istana Presiden.
Di titik lain yaitu Patung Kuda Arjuna Wiwaha. Aksi ini dihadiri oleh puluhan massa dari berbagai organisasi perempuan dan individu. Massa tersebut membawa tuntutan “Sahkan RUU PKS”, “Stop Eksploitasi Sumber Daya Alam untuk Kehidupan yang Berkelanjutan”, dan ratifikasi konvensi ILO 190.
Di Bandung, aksi dilakukan berbagai elemen. Aksi ini juga menuntut Sahkan RUU PKS. Selain itu terlihat tuntutan bebaskan Aan Aminah, yang dikriminalisasi hanya karena menuntut haknya untuk dipekerjakan kembali akibat PHK sepihak. Aksi dihadiri puluhan massa diawali berkumpul di Braga dan melakukan pawai ke Gedung Sate.
Di Malang, massa aksi yang tergabung dalam Aliansi GEMPUR mengalami represifitas aparat. Setidaknya ada 28 orang yang ditangkap. Aksi tersebut dilakukan di samping Stadion Gajayana. Pukul 10.15 WIB massa membentang spanduk dan menyiapkan peralatan aksi. Tak lama berselang polisi bertindak represif untuk membubarkan massa dan berdalih mencegah penyebaran Covid-19 dan menyalahkan massa aksi Papua. Padahal aksi ini adalah ruang menyampaikan pendapat. Harry Loho ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan melakukan pengrusakan. Padahal Harry Loho melakukan upaya pembelaan diri akan tindakan represifitas aparat. Massa aksi lainnya pun ada yang mengalami luka-luka dan pingsan seperti korlap aksi tersebut yang justru dihalangi oleh aparat untuk mendapatkan bantuan medis.
Di Makassar, aksi dilakukan oleh Gerak IWD Sulsel. Penangkapan dilakukan oleh Polres Makassar setelah aksi bubar dan berjalan kondusif. Bahkan kawan-kawan Papua diintimidasi oleh ormas yang sedang mencari transportasi untuk pulang. Di lain kesempatan dua massa aksi ditangkap. Sebelumnya, ada seorang massa aksi (Akbar) ditarik dari depan pantai Losari menuju mobil Jatanras. Seorang massa aksi lainnya (Alim) mengikuti kawan tersebut. Tujuannya adalah merekam dan mengenali kawan itu karena wajahnya ditutupi Ormas dan Polisi. Tidak lama berselang kawan yang merekam tadi juga ikut ditangkap.
Di Lampung, massa aksi setidaknya mencoba melakukan aksi dua kali, pukul 15.30 WIB dan 17.00 WIB. Di kedua jam tersebut massa yang baru berkumpul langsung dibubarkan oleh pihak satgas dan kepolisian. Di jam 17.00 WIB pembubaran massa hingga sampai massa dipaksa mengambil kendaraannya dengan penuh provokasi dan intimidasi.
Di Manado, aksi dilakukan oleh Komite IWD Sulut. Setelah massa aksi mempersiapkan aksi pada pukul 15.00 WITA polisi mendatangi dengan menanyakan surat pemberitahuan aksi yang sudah diberikan ke kapolres. Negosiasi dijalankan namun pihak kepolisian tiba-tiba merepresi dan mengintimidasi serta salah satu kawan perempuan E mendapatkan pelecehan. Ada juga yang dicekik lehernya yang kemudian bisa diselamatkan oleh massa aksi. Massa aksi kemudian dipukul mundur sampai SPBU terdekat. Massa aksi berniat melakukan evaluasi dan polisi tetap melakukan pembubaran. Negosiasi dilakukan dengan hasil massa diperbolehkan aksi dengan jumlah 50 orang di titik aksi (depan Hotel Arya). Tidak berselang lama aksi dibubarkan lagi dengan dalih pencegahan Covid-19 dan mengganggu keamanan lalu lintas.
Di Balikpapan, aksi yang dihadiri oleh belasan orang di mana sebelum melakukan aksi, pihak Polres Balikpapan menghubungi korlap aksi bahwa aksi akan dibubarkan oleh gugus tugas covid. Massa aksi tetap melakukan aksi. Sebelum memulai aksi, massa aksi sudah dikepung oleh gugus tugas covid (polisi, satpol PP, dan TNI). Negosiasi alot terjadi yang memperbolehkan aksi berjalan selama 30 menit. Kemudian selama aksi pun tetap diintimidasi untuk terus membubarkan aksi. Aksi berakhir setelah pembacaan deklarasi mendukung RUU PKS. Saat massa mengambil gambar dengan poster dan spanduk pun mendapatkan intimidasi untuk segera meninggalkan titik aksi.
Di Yogyakarta, aksi yang dilakukan oleh Front Perjuangan Rakyat Yogyakarta di depan Kantor Gubernur DIY direpresi oleh segerombolan preman. Korban luka-luka berjumlah dua orang (M. Arief dari FMN Ranting UNY dan Ana Mariana Ulfa dari Seruni DIY) setelah terjadi pengeroyokan. Setelah negosiasi aksi dilakukan dengan 10 orang perwakilan organisasi untuk menyampaikan tuntutan aksi dan sikap politik.
Di lain titik Komite IWD Yogya melakukan pawai dari Bundaran UGM menuju pertigaan Gejayan. Sesampainya di pertigaan Gejayan massa aksi membuat lingkaran besar. Namun, polisi dan ormas reaksioner mencoba untuk menghalangi ini yang membuat kericuhan. Sesaat dilanjutkannya aksi, satu orang ormas reaksioner tersebut melakukan provokasi yang mendapatkan perlawanan dari massa aksi. Namun, muncul kembali gerombolan ini untuk membubarkan aksi dan melakukan dorong-dorongan. Aksi kembali berjalan kondusif. Di dalam orasi politiknya perwakilan dari Lingkar Studi Sosialis menyampaikan bahwa gerakan perempuan hari ini harus mencontoh gerakan perempuan 100 tahun silam dalam memenangkan hak upah setara, hak politik, serta menghentikan perang dan kelaparan yang mana kuncinya adalah gerakan yang terorganisir dan politis yang dilakukan secara masif. Ormas reaksioner kemudian melakukan upaya pembubaran yang hanya ditonton oleh polisi. Aksi kemudian ditutup dengan membacakan sikap politik terkait tidak adanya ketidakpedulian negara atas tingginya angka kekerasan seksual.
Di Ternate, aksi dilakukan oleh KONSISTEN-IWD. Aksi dilakukan di depan kampus IAIN Ternate, AIKOM Ternate, dan FKIP Ternate. Selain menuntut pengesahan RUU PKS, aksi ini juga mendesak untuk menghentikan pembuangan limbah tailing di Kepulauan Obi, cabut IUP PT. Amazing Tabara di Kepulauan Obi, dan cabut IUP Sanatova Anugerah di Kecamatan Oba.
Di Samarinda, aksi dilakukan oleh Aliansi Anti Seksisme dan dihadiri puluhan massa. Aksi dilakukan dengan melakukan pawai mengelilingi Taman Samarendah dan dilanjutkan dengan penyampaian orasi dari berbagai organisasi. Di orasi politiknya perwakilan Lingkar Studi Kerakyatan menyampaikan pentingnya persatuan sesama rakyat tertindas, bukan dengan elit hanya karena dia seorang perempuan seperti Puan Maharani dan Sri Mulyani.
Di Kutai Timur, aksi diselenggarakan oleh Aliansi Kutim Bergerak di Folder Ilham Maulana. Aksi dilakukan dengan membagikan selebaran dan membentangkan spanduk kepada masyarakat yang ada di sekitar serta mengajak untuk berkampanye mengesahkan RUU PKS.
Dari aksi yang ada, terlihat bahwa ini semakin membuktikan negara borjuis tidak pernah berpihak pada kepentingan rakyat. Alih-alih malah membungkam setiap perjuangan rakyat untuk mendapatkan haknya dalam hal ini adalah hak perempuan untuk dilindungi secara hukum dari kekerasan seksual dan hak demokrasi.
Di berbagai belahan dunia aksi IWD tidak jauh dari isu diskriminasi hingga pembunuhan terhadap perempuan.
Di Meksiko, tepatnya di kota Cluadad Juarez, perempuan membawa salib sebagai simbolisasi tingginya angka kematian terhadap perempuan di Meksiko sendiri. Di Mexico City, aksi berujung dengan represif oleh aparat setempat. Aksi ini diisi dengan tuntutan menghentikan pembunuhan terhadap perempuan.
Di Santo Domingo, Republik Dominika, aksi diwarnai dengan flare hijau di depan gedung Kongres Nasional menuntut hak-hak dasar bagi perempuan.
Di Kolkata, India, perempuan dengan pakaian khasnya melakukan pawai mengunjuk rasa atas kenaikan harga BBM. Di Bahadurgarh, India, massa aksi menuntut pembatalan Undang-Undang Agrikultur Baru yang sempat direspon oleh rakyat India dengan mogok massal.
Di depan menara Eiffel, Paris, Perancis, perempuan berbaris dan membawa spanduk berisikan tuntutan dasar untuk perempuan.
Di Kathmandu, Nepal, massa aksi menuntut dihapuskannya pajak untuk pembalut yang membuat pengeluaran semakin bertambah.
Di Seoul, Korea Selatan, poster-poster buruh perempuan dari berbagai profesi. Hal tersebut menggambarkan masa depan di mana masyarakat yang setara akan tercipta.
Di Bangkok, Thailand, perempuan memakai baju tradisional saat hamil. Ini melambangkan dan menyerukan agar pemerintah lebih memperhatikan isu-isu maternal.
Di Manila, Filipina, maraknya penyerangan kepada aktivis menjadi salah satu isu di IWD kali ini yang dilakukan di depan istana kepresidenan.
Di Basra, Iraq, perempuan berbaris dengan menggunakan masker bertanda silang yang menggambarkan perempuan di Irak tidak mendapatkan haknya untuk menyatakan pendapat.
Di Palestina, perempuan melakukan pawai mengelilingi beberapa titik di kota Gaza. Sedangkan di Israel, perempuan melakukan protes dengan simbolisasi tidur di dalam peti mati sebagai perempuan yang menjadi korban kekerasan berujung kematian.
Di Polandia, massa memprotes berbagai undang-undang yang menghambat akses perempuan pada aborsi. (acd)
Comment here