AksiReportase

API Bersolidaritas Ke Pengungsi Eks Timor Leste

Jumat (18/12/2020) 25 kaum muda dari Aliansi Perjuangan demokrasI (API) berdemonstrasi depan Gedung DPRD Kota Malang. Massa gabungan dari Aliansi Mahasiswa Papua, Ikatan Keluarga Besar Mahasiswa Kupang, Pembebasan, Kawal NTT, Kawal Flotim, Sosialis Muda, dan Individu Prodem ini bersolidaritas terhadap para pengungsi WNI ex-Timor Leste yang direpresi sewenang-wenang oleh aparat saat aksi menuntut hak-haknya dalam Hari HAM Internasional lalu.

Sebagaimana keterangan rilis pers mereka, “Sejak mengungsi dari Timor Leste ke wilayah RI pada tahun 1999, hingga kini lebih dari 600 keluarga serta ribuan orang yang tersebar di kamp Noelbaki, Oebelo atas, Tuapukan, Naibonat, Haliwen, dan Pono, belum mendapatkan kepastian atas tanah dan lahan garapan. Mayoritas malah masih tinggal di rumah-rumah darurat (yang dihubi dua hingga tiga keluarga) sejak 1999 dengan kondisi reyot dan atap seng bocor. Sebagian bahkan beratapkan daun dan rumput. Tidak sedikit pula yang sudah miring dan nyaris roboh.

Keberadaan para WNI ex-Timtim di tempat pengungsian seharusnya hanyalah sementara, namun berbagai kabinet dan presiden datang silih berganti, 21 tahun lebih sejak mengungsi nasib mereka tidak kunjung mendapatkan kepastian. Baik itu kepastian hak atas tanah, kepastian hak atas nafkah layak, kepastian atas hak kesehatan dan pendidikan, serta lain sebagainya.

Demi bertahan hidup, banyak pengungsi WNI ex-Timtim ini mencari kerang dengan berjalan kaki dari kamp pengungsian ke rawa-rawa. Hasil yang didapat pun sedikit, cuma 10 sampai 15 kilogram. Kerangini kemudian dijual kembali Rp 5.000,-/kg-nya. Tidak setiap hari laku terjual. Pun penghasilan yang didapatkan sangat jauh dari kemampuan untuk pemenuhan hidup layak. Sebagian pengungsi WNI ex-Timtim lainnya bekerja menggarap tanah di musim hujan kepada tuan tanah. Namun para penggarap hanya diberi sepertiga hasilnya sedangkan dua pertiga hasilnya diambil tuan tanah. Padahal lahan-lahan garapan ini awalnya masih berupa hutan duri liar tak tersentuh dan baru dibuka dijadikan pertanian sepenuhnya melalui kerja keras yang dilakukan oleh para pengungsi WNI-ex Timtim. Antara tahun 2003 hingga 2005 lahan-lahan itu kemudian diklaim pihak yang mengaku tuan tanah.

Demikianlah sejak itu hubungan buruh tani (yang terdiri dari para pengungsi WNI ex-Timtim) dengan tuan tanah kemudian dijalin secara tidak adil. Pendidikan anak-anak para pengungsi WNI ex-Timtim ini kebanyakan hanya bisa dinikmati pada tataran pendidikan dasar dengan kualitas tempat belajar seperti gubug (bukan bangunan gedung sekolah layak). Ini juga dipengaruhi himpitan ekonomi dimana para orang tua mereka terpaksa membutuhkan bantuan anak-anak mereka untuk mencari kerang agar keluarganya bisa bertahan hidup. Bukan hanya dari segi pendidikan, dari segi kesehatan mereka juga kekurangan. Tidak ada pemenuhan nutrisi sehingga mengakibatkan tumbuh kembangnya terkendala serta rentan penyakit. Pun mayoritas juga tidak memiliki jaminan sosial pada umumnya maupun Kartu Indonesia Sehat (KIS) pada khususnya.”

“Namun bukannya memberikan pemenuhan hak-hak para pengungsi, aparat justru merepresi WNI ex-Timtim yang melakukan aksi damai memperingati hari HAM untuk menuntut hak atas tanah, penghidupan layak, dan hak asasi lainnya,” kecam Rafi dari Kawal NTT. “Aparat membubarkan paksa unjuk rasa dan memukuli bahkan menembaki massa aksi. Padahal demonstrasi termasuk hak asasi, kebebasan berpendapat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat di muka umum yang seharusnya dijamin, bukan malah direpresi,” kecamnya.

Alan dari Sosialis Muda membacakan, “Lima orang cidera dan satu orang tertembak. Mereka antara lain:

1. Bribato Soares (luka tembak di lutut bagian kanan) umur 29.

2. Edigio Soares (luka di dahi dan hidung) umur 36 tahun

3. Armindo Soares (luka robek di kepala) umur 46 tahun

4. Ramoz Paz (bengkak di bagian perut) umur 30 tahun

5. Armindo Soares (luka di lutut) umur 40 tahun

6. Deolinda Belo (luka di bagian kepala sebelah kanan) umur 45 tahun

Sebagian korban yang sudah direpresi dan terluka bahkan masih diancam. Bribato Soares yang hendak dibawa kawannya Acasio Soares (umur 32 tahun) dan Abel de Almeida Pinto (umur 32 tahun) ke rumah sakit umum, malah dicegat aparat dan dibelokkan ke Rumah Sakit Bhayangkara. Salah seorang oknum kepolisian mengancam Bribato Soares setelah operasi agar tidak mengatakan bahwa lukanya akibat ditembak. Ia bahkan diancam akan dipidana dan dipaksa membayar setidaknya Rp 20 juta. Bribato Soares bahkan tidak diopname di rumah sakit malah ditahan di kantor Polres Kabupaten Kupang. Penganiayaan dan kekejaman aparat serta kesewenang-wenangan hukum juga menimpa beberapa pengunjuk rasa lainnya. Kawan yang hendak membawa Bribato Soares agar mendapatkan perawatan medis juga dianiaya. Acacsio lebam-lebam wajahnya akibat dipukuli sampai sulit untuk berbicara. Sedangkan Abel juga dianiaya. Korban lainnya bahkan bukan hanya dianiaya tapi juga dipaksa di bawah tekanan membuat pernyataan dalam rekaman video untuk Facebook Polres Kupang untuk mengemukakan bahwa korban bukan luka akibat ditembak melainkan karena kecelakaan. Padahal keadaan dan kejadian video aksi menurut Ramos Paz, koordinator masyarakat ex-pengungsi Timtim, menunjukkan sebaliknya.”

Leon Kastayudha, dari Perserikatan Sosialis, menuding hal tersebut sebagai pelanggaran HAM. “Negara bukannya tidak hadir melainkan justru berada di depan dalam melanggar HAM serta merepresi perjuangan rakyat.” Negara yang sama yang ketika referendum Timor Leste mayoritas memutuskan merdeka langsung mengorganisir politik bumi hangus militerisme di bawah pimpinan Wiranto, ironisnya malah selama 21 tahun membuat para pengungsi WNI ex-Timtim tetap berada dalam kemiskinan dan kesengsaraan, kecamnya. Sebab menurutnya logika politik rezim penindas memang lebih memprioritaskan kepentingan bisnis dan laba pejabat, birokrat, serta konglomerat daripada kemashlahatan rakyat.

“Oleh karenanya perlakuan demikian tidak hanya menimpa para pengungsi WNI ex-Timtim namun juga para pencari suaka dari Timteng (Timur Tengah.ed). Senin 14 Desember lalu para pengungsi dari Suriah, Irak, Iran, Afghanistan, mendemo kantor UNHCR PBB di Jakarta karena mereka tidak kunjung dituntaskan pengabulan suakanya ke negara tujuan. Bahkan selama dalam pengungsian di Indonesia mereka tidak mendapatkan pemenuhan memadai atas hak mereka terhadap pangan, energi, kesehatan yang memadai, apalagi di tengah pandemi. Tiga pengungsi bahkan sampai bunuh diri karena dua minggu dikurung, depresi, tidak mendapatkan kejelasan nasib. Rezim kapitalis di Indonesia yang selama ini setia melayani kepentingan imperialisme, imperialisme yang terus mengacau, mensponsori kudeta, subversi, terorisme di Timur Tengah demi merebut kekayaan alam di sana, dan mengakibatkan peperangan, kehancuran massal, serta gelombang besar pengungsi itu, bukan hanya tidak berupaya menghentikannya namun juga malah mempersulit perjuangan para pengungsi dan pencari suaka,” kritiknya.

Tarmizi dari Pembebasan memaparkan bahwa kesewenangan itu merupakan cerminan dari keseluruhan sikap rezim. “Di dalam kebijakan-kebijakan Ma’ruf Amin Jokowi sama sekali tidak berpihak kepada rakyat. Banyak persoalan yang terjadi ke rakyat. Buruh, petani, nelayan, kaum miskin kota, sama sekali tidak mendapatkan hak-haknya.” Ia memaparkan penindasan serupa bahkan lebih parah dialami rakyat di Papua. Penganiayaan, penembakan ekstra-yudisial, dan berbagai pelanggaran HAM serta pemberangusan demokrasi di Papua terus dilakukan aparat tanpa penuntasan dan keadilan sejati bagi para korbannya.

Dalam demonstrasi hari ini, kepolisian mengerahkan jumlah aparat secara berlebihan dengan menyertakan barisan polisi bersepedamotor trail, anjing penyerang, dan kendaraan meriam air/”water cannon.” Selain itu aparat juga berkali-kali berusaha menenggelamkan orasi demonstran yang hanya menggunakan megaphone, dengan memakai pengeras suara mobil polisi berdalih pengumuman himbauan tertib di jalan dan protokol kesehatan.

Dalam penghujung demonstrasi, massa aksi API membacakan pernyataan sikapnya:

1. Segera bebaskan seluruh tahanan masyarakat Ex Tim-tim.

2. Segera ukur dan berikan sertifikat hak milik atas alat produksi bagi WNI eks Tim-tim (Tuapukan)

3. Mengecam Keras Tindakan pemerintahan TTU Yang akan mengusir WNI eks Tim-tim yang disatukan pengungsi I & II di Ponu

4. Segera tuntaskan semua persoalan eks Tim-tim yang ada di Timor barat.

5. Mengecam tindakan represif dari pihak kepolisian terhadap warga timtim.

6. Menuntut Pemerintahan Jokowi Ma’aruf segera berikan kepastian hak hidup terhadap warga eks Tim-tim.

6. Mengecam Pemprov NTT Viktor Laiskodat Heny perampasan ruang hidup.

7. Mengecam keras terhadap aparat NTT terhadap warga eks Tim-tim.

8. Hentikan pembangunan Jurassic Park Komodo (Manggarai barat)

9. Cabut SK DO sepihak oleh rektor Unkhair Ternate.

10. Mengecam keras tindakan represif yang dilakukan aparat NTT di Besipae.

11. Mengancam Pemprov NTT Viktor Laiskodat dalam perampasan tanah adat di NTT.

12. Mendesak menteri pendidikan, Pemprov NTT dan Pemda TTS Agar segera memfasilitasi untuk SD Tuatenu Desa Oekiu.

13. Bebaskan Kawan Carlos dan Kawan fiqih

14. Mengecam keras tindakan kekerasan seksual oleh dosen Fisip Unimor terhadap mahasiswim Paperta.

15. Kembalikan Taman komodo kepada suku asli.

16 Tolak Omnibus Law dan semua peraturan turunannya.

17. Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

18. Tarik Militer organik &Non organik di tanah west Papua.

19. Hentikan Rasisme.

20 Tolak Otsus Jilid II

21. Tolak Lumbung Ikan Nasional di Maluku ( Aru)

22. Mendesak Polda NTT segera tetapkan tersangka kasus pariwisata awulolong kabupaten (Lembata)

23. Bebaskan Tahanan politik Papua Tanpa syarat.

24. Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

25. Pulihkan hak-hak Aktivis kamisan yang Didiskriminasi

26. Tutup PT Freeport di tanah West Papua

27. Mengecam keras pemprov NNT menerima investor asing maupun investor dalam negeri masuk ke pulau Sumba.

28. Hentikan keterlibatan TNI-POLRI di ruang akademik.

29. Tuntaskan pelanggaran HAM di massa lalu dan masa sekarang serta tangkap, adili dan berikan hukuman setimpal para pelaku.

30. Usut tuntas dan adil pelaku kekerasan seksual di Kecamatan Tite (Kab. Flores Timur)

31. Mendesak Pemda Flotim berikan transparansi terkait  MUYU Investore

32. Stop represi terhadap aktivitas pro-demokrasi & gerakan rakyat. (lk)

Loading

Comment here