Represi terhadap aktivis kembali dilancarkan oleh aparat terhadap berbagai demonstrasi rakyat belakangan ini. Mulai represi terhadap demonstrasi Hari Tani Nasional, represi terhadap demonstrasi Papua, hingga represi terhadap massa aksi Reformasi Dikorupsi. Di Manado, Kamis (24/9/2020) Ari–anggota Cakrawala Mahasiswa ditangkap polisi saat demonstrasi Hari Tani Nasional bersama aliansi Sulut Bergerak. Polisi berdalih demonstrasi dibubarkan dan Ari ditangkap karena bisa memicu penyebaran virus Covid-19 dan juga memicu provokasi di tengah momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sementara itu, di Kota Kupang, provinsi Nusa Tenggara Timur, aparat kepolisian merepresi dan membubarkan paksa aksi Gerakan Rakyat Mahasiswa untuk Petani (GERAM TANI) serta sempat menangkap 13 pengunjuk rasa dengan dalih ketiadaan izin demonstrasi. Padahal menurut hukum, demonstrasi tidak perlu mengantongi izin aparat maupun pemerintah dan hanya perlu melayangkan pemberitahuan saja. Selain itu, sebenarnya demonstran sudah melayangkan surat pemberitahuan dan bahkan menerima Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP).
Aparat juga merepresi demo HTN di Makassar. Aparat berpakaian preman menyusup ke dalam barisan massa Gerak Rakyat Makassar jam 14.00 WITA Kamis (24/09/2020) lalu 40 menit kemudian bersama polisi berseragam menangkapi para demonstran dengan cara dipiting, diseret di aspal, dikeroyok, dipukul, ditendang, dan berbagai bentuk brutalitas lainnya, lalu dimasukkan ke mobil Jatanras, Avanza putih, dan truk polisi. Para demonstran lain yang berusaha mengikuti kawannya juga dikejar, dipukuli, dan ditangkap. Sebagian luka hingga mengucur darah. Total korban mencapai hampir 20an orang.
Pembubaran paksa dengan kekerasan oleh aparat juga menyasar demonstran HTN di Solo. Kapolresta Solo Kombespol Ade Safri Simanjuntak berdalih unjuk rasa tanpa izin serta berisiko menularkan virus Corona. Akibatnya banyak pengunjuk rasa cidera dan harus mendapatkan perawatan medis. Sikap polisi ini jelas munafik dan bias diskriminasi anti-perjuangan rakyat, sebab saat pendaftaran Calon Kepala Daerah untuk Pilkada Solo baik dari pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa maupun Bagyo Wahyono FX-Suparjo sama-sama dipenuhi banyak pendukungnya dan sarat pelanggaran protokol kesehatan namun dibiarkan saja oleh aparat.
Mizi, demonstran HTN di Kota Malang juga sempat dipiting, ditarik paksa, dan hampir ditamgkap sebelum berhasil diselamatkan oleh para perangkat aksi dan kawan-kawan demonstran lainnya. Polisi berdalih bahwa Balaklava yang dipakai Mizi tidaklah sesuai protokol kesehatan. Ini juga munafik karena seluruh polisi yang berusaha menangkap Mizi juga memakai masker Scuba yang dipandang tenaga kesehatan juga yang telah dilarang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akibat terlalu tipis dan tidak bisa menyaring droplet penyebab virus Corona.
Tidak hanya ke demonstran HTN, aparat juga merepresi pengunjuk rasa Reformasi Dikorupsi di Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, Sabtu (26/9/2020). Ratusan mahasiswi-mahasiswa lintas organisasi dan kampus mendemo Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Tenggara (Sultra), memperingati satu tahun tewasnya Randy (mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Perairan) dan Yusuf–mahasiswa D3 Teknik Sipil Universitas Halu Oleo (UHO) serta cidera luka tembak di kaki yang diderita Maulida Putri akibat represi aparat yang menggunakan senjata api dan peluru tajam terhadap demonstrasi Reformasi Dikorupsi 26 September 2019 silam. Sekitar satu tahun berlalu semenjak brutalitas aparat terhadap demonstran itu. Brigadir AM sudah ditetapkan sebagai tersangka penembakan Randi dan juga seorang ibu rumah tangga yang berada di area, namun tidak kunjung dihukum. Namun alih-alih menegakkan keadilan, aparat kepolsian justru menghalangi mahasiswi-mahasiswa yang menuntut keadilan dengan kawat berduri bahkan membubarkan massa demonstran dengan helikopter dan tembakan gas air mata serta meriam air.
Represi dan brutalitas aparat juga aparat umbar ke para pengunjuk rasa Papua. Di Nabire, begitu demonstran yang mengusung Petisi Rakyat Papua (PRP) menolak Otsus II tiba, langsung aparat kepolisian melakukan penangkapan sewenang-wenang hingga mencapai jumlah sekitar 100 pengunjuk rasa. Selaoin itu aparat juga mengancam, memukuli, dan merampas ponsel demonstran. Meskipun demonstran kemudian dilepaskan namun Hak Asasi Manusia (HAM) para demonstran telah diinjak-injak dan aparat sebagai pelakunya tidak dihukum sama sekali. Di Jayapura, Provinsi Papua, Senin (28/9/2020) aparat gabungan TNI-Polri mencegat lalu membubarkan paksa dengan kekerasan dan tembakan terhadap Aksi Solidaritas Mahasiswa Papua yang menolak Otonomi Khusus (Otsus) dan awalnya hendak menuju kantor Gubernur Provinsi Papua. Dua mahasiswa cidera akibat represi itu.
Oleh karena itu, kami yang organisasi-organisasi kaum muda sosialis, menyatakan sikap:
1. Mengecam keras brutalitas aparat, pembubaran paksa, represi, dan pemberangusan demokrasi terhadap aktivis-rakyat. Baik itu aktivis-rakyat di demonstrasi HTN, Reformasi Dikorupsi, maupun Papua!
2. Brutalitas aparat dan kesewenang-wenangan mereka harus dihukum karena telah menjadi modus rutin untuk menindas pergerakan rakyat!
3. Bebaskan seluruh aktivis-rakyat yang ditahan dan cabut seluruh kriminalisasi terhadap mereka!
4. Menyerukan solidaritas anti-brutalitas aparat dan represi-kriminalisasi aktivis untuk digalang di tataran nasional, bahkan kalau perlu juga internasional!
Kawan-kawan yang menyerukan solidaritas:
1. Lingkar Studi Sosialis (LSS) Yogyakarta
2. Muda Melawan (MM) Semarang
3. Studi Sosialis Salatiga
4. Resistance (Jabodetabek)
5. Sosialis Muda (SM) Kota Malang
6. Lingkar Studi Kerakyatan (LSK) Samarinda
7. Lingkar Studi Kerakyatan (LSK) Kutai Timur
8. Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Tasikmalaya
9. Lintas Komunal (LK) Balikpapan
10. Liga Pemuda Sosialis (LPS) Bojonegoro
11. Lingkar Studi Kerakyatan (LSK) Bombana
12. Lingkar Studi Revolusioner (LSR) Kudus
Comment here