AksiReportase

Aksi Hari Tani Nasional 2020 di Malang dan Yogyakarta

Hari Tani Nasional (HTN) 2020 diperingati setidaknya di dua dari tiga wilayah Malang Raya dengan demonstrasi. Dua kelompok pengunjuk rasa mendemo Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang. Pertama, Aliansi Perjuangan Demokrasi (Api Demoks). Kedua, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Malang. Api Demoks menyerukan darurat demokrasi dan perampasan ruang hidup. Sebagaimana keterangan rilis persnya, Api Demoks mengemukakan terdapat perampasan lahan dengan penggunaan kekerasan oleh pelakunya yang utamanya didominasi aparat. “Data pada akhir tahun 2019 telah terjadi 279 letusan konflik agraria dengan luasan wilayah konflik mencapai 734.239,3 hektare. Jumlah masyarakat terdampak konflik agraria tahun ini sebanyak 109.0422 Kepala Keluarga (KK) yang tersebar di 420 desa, di seluruh provinsi…” Massa aksi mengungkap ini diakibatkan aparat melayani kepentingan pemodal. Akibat lainnya kriminalisasi menyasar para petani, masyarakat adat, dan aktivis yang dianggap menghalanginya.

Chill dari Sosialis Muda mengemukakan, “…Indonesia tidak bisa merdeka 100% kalau ekonomi politiknya masih memuja investasi serta menindas buruh, petani, dan rakyat. Birokrasi di bawah kekuasaan kapitalisme menjadi penindas rakyat.” Ini pula penyebab DPR dan rezim ngotot mendorong pengesahan Omnibus Law meskipun virus Corona tengah mewabah. Termasuk juga mendesakkan Otonomi Khusus (Otsus) Jilid II di Papua, yang tidak lebih dari upaya melanggengkan bisnis eksploitasi imperialisme di West Papua dengan membagi jatah lebih besar bagi militerisme dan elit-elit pejabat borjuasi setempat. Putri, dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP),berorasi, “Kepada pemerintah dan pemangku jabatan, jangan begitu naik jabatan jangan hanya menguntungkan oligarki…saya sangat sedih atas keadaan Papua…gula-gula yang dikasih pemerintah pusat tidak menyelesaikan masalah. Otsus bukan solusi. Otsus sudah lebih dari sepuluh tahun terbukti gagal. Dimana dana Otsus? Dimana kebijakan yang menyejahterakan rakyat?” Justru sebaliknya masyarakat adat tidak kunjung dipenuhi hak-haknya, buruh di Papua semakin diberangus kebebasannya dan ditindas politik upah murah, dan kaum muda-mahasiswi-mahasiswa kian direpresi.

Al Ghozali, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, menambahkan, “DPR kita sudah dikuasai oligarki. Kita akan sering menemukan konflik agraria. Tidak hanya di Kendeng, tidak hanya di Tegalrejo, tapi dimana-mana. Tanah rakyat akan semakin sering dirampas. Kita butuh revolusi! Tanpa ini masalah tidak akan tercabut selesai sampai ke akar-akarnya.”

Massa Api Demoks kemudian membacakan sikap dan tuntutannya,yaitu:

1. Tolak Omnibus Law Dan Wujudkan Reforma Agraria Sejati Sesuai UUPA

2. Usut Tuntas Konflik Agraria Serta Cabut UU 2/2012 Sebagai Akar Permasalahan Konflik Pertanahan

3. Hentikan Segala Bentuk Perampasan Tanah Adat Di Seluruh Wilayah Indonesia

4. Hentikan Perusakan Lingkungan Oleh Korporat

5. Hentikan Kriminalisasi Petani, Masyarakat Adat, & Aktivis Pro Demokrasi

6. Bangun Ruang Terbuka Hijau dan Kurangi Penurunan Lahan Produktif Di Malang Raya.

7. Mendesak Pemerintah Kota Malang Untuk Mewujudkan Implementasi Pasal 16 Perda Kota Malang No 4 Th. 2011 Tentang Tatanan Wilayah Kota Malang Th 2010-2030

8. Wujudkan Pendidikan Gratis Ilmiah Demokratis Dan Bervisi Kerakyatan

9. Hapus Segala Bentuk Komersialisasi Pendidikan Yang Dituangkan Dalam UU PT No. 12 Tahun 2012

10. Tarik Militer Organik Dan Non Organik Dari Tanah West Papua

11. Tolak Keterlibatan Militer Di Wilayah Sipil

12. Bebaskan Seluruh Tapol Papua & Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua

13. Tolak Otonomi Khusus Jilid II

14. Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

15. Berikan Kebebasan Pers Lokal, Nasional Dan Internasional

16. Wujudkan Kebebasan Berserikat Berkumpul Berorganisasi Dan Berpendapat

Sementara itu 20an aktivis GMNI Kota Malang memprotes banyaknya kebijakan dan program di rezim Jokowi yang mengancam kedaulatan rakyat atas tanah dan sumber-sumber agraria. “Sebut saja, 16 Paket Kebijakan Ekonomi, 89 Proyek Strategis Nasional (PSN), Pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), Asuransi Pertanian dan Subsidi Pupuk, Percepatan Proses Impor Pangan, Perkebunan Sawit Berkelanjutan, Pembangunan Hutan Tanaman Industri, Pembangunan Food Estate, Program Cetak Sawah Baru hingga Penetapan Sistem Pengupahan Buruh Sawit. Keseluruhan target kebijakan ekonomi pembangunan itu tersebar di seluruh sektor mulai kehutanan, perkebunan, pariwisata, pertambangan, pertanian, pesisir-kelautan bahkan perburuhan,” terang rilis pers mereka. Aktivis GMNI Kota Malang berorasi bahwa hal-hal itu lebih memprioritaskan kepentingan bisnis eksploitatif yang merusak lingkungan, membahayakan keanekaragaman hayati, melanggengkan monokultur, dengan mengorbankan petani, buruh, dan rakyat . Selain itu mereka juga menyatakan, “Saat ini, ancaman yang lebih besar kembali datang, tepat dalam peringatan 60 Tahun Kelahiran UUPA 1960. Pemerintah sedang mendorong pengesahkan Omnibus Law –Cipta Kerja untuk mendorong deregulasi, kemudahan investasi dan pengadaan tanah dengan narasi-narasi penciptaan lapangan kerja. Meskipun berbunyi pencipataan lapangan kerja, RUU ini tidaklah lebih dari jalan pintas pemerintah memberikan karpet merah kepada investor dan kelompok bisnis untuk mengeruk kekayaan agraria nasional. RUU ini secara tersembunyi ingin merubah UUPA 1960 sebagai fondasi pembangunan kebangsaan di sektor agraria yang berkeadilan dan mensejahterakan bagi seluruh rakyat dengan membuka pintu sebesar-besarnya untuk liberalisasi agraria di Indonesia.”

Secara lebih terperinci, GMNI Kota Malang menyatakan:

1.Menuntut Pemerintahan Jokowi untuk segera menyelesaikan Konflik Agraria yang masih terjadi karena dianggap sebagai hambatan terwujudnya Reforma Agraria;

2.Menciptakan sistem Kedaulatan Pangan di Negara Kesatuan Indonesia bagi kemakmuran Petani;

3.Meminta Pemerintah untuk tidak melakukan Diskriminasi terhadap para Buruh, Tani dan Nelayan yang sedang memperjuangkan Hak-Hak Atas Sumber Kehidupannya;

4.Menagih Komitmen Pemerintah dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi yang terjadi pada sektor Agraria;

5.Membatalkan Pembahasan RUU Ciptaker karena dianggap akan mengkhianati Hak-Hak Rakyat yang direbut secara tersistem oleh pemerintahan beserta ancaman-ancaman nyata didalamnya;

6.Menuntut pemerintah Malang Raya yang meliputi Malang Kota, Malang Kabupaten, dan Kota Batu untuk dapat memberikan perhatian yang serius terhadap petani;

7.Menuntut  pemerintahan setempat untuk segera menangani dan menyelesaikan segala persoalan agraria yang terjadi di Malang Raya.

Meskipun didemo dua kelompok pengunjuk rasa ini, DPRD Kota Malang menolak menemui massa aksi maupun para negosiatornya dan menolak memenuhi tuntutan. DPRD Kota Malang berdalih karena sedang sibuk rapat bersama Menteri Tenaga Kerja.

Sementara itu di Kota Batu, Balai Kota Among Tani, didemo para warga dan petani yang memprotes upaya perubahan hutan lindung Kasinan menjadi kawasan industri wisata Alaska. Sebagaimana dijelaskan rilis pers mereka, “Hutan Lindung Kasinan merupakan wilayah yang sangat penting untung menjaga stabilitas ekosistem bagi Kota Batu, secara khusus masyarakat pesanggrahan. Hutan Lindung Kasinan sebagai salah satu wilayah penting tersebut sangat jelas termaktub dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Batu nomor 7 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Berdasar Perda tersebut, menetapkan Hutan Lindung Kasinan sebagai kawasan hutan lindung dan resapan air. Pada perda itu ditegaskan bahwa hutan lindung merupakan kawasan yang memiliki fungsi penting terhadap kelestarian alam sehingga tidak bisa dialih fungsikan. Bahkan dalam Perda tersebut, dipaparkan bahwa Hutan Lindung Kasinan yang memiliki sumber mata air ini secara spesifik diperuntukkan melayani Desa Pesanggrahan. Selain dari dasar yuridis itu, secara praktik sosial pun masyarakat pesanggrahan yang rerata mengandalkan hasil pertanian sangat amat bergantung pada keberlangsungan fungsi Hutan Lindung Kasinan sebagai kawasan resapan air. Tetapi dua dasar kuat di atas, tampaknya tidak cukup untuk menyadarkan pihak yang ingin mengancam keselamatan ekologis masyarakat pesanggrahan dengan merusak Hutan Lindung Kasinan. Upaya perusakan Hutan Lindung Kasinan ini bermula dari alih fungsi kawasan dari hutan lindung menjadi wisata. Alih fungsi ini dapat berjalan atas dasar kerjasama antara pengelola Wisata Alas Kasinan (Alaska) yaitu kelompok sadar alam kasinan dengan Perhutani KPH Malang yang tertuang pada PKS No. 043.7/PKS-WST/MLG/DIVRE-JATIM/2019. PKS itu yang kemudian memperlancar pembangunan wisata outbond oleh komunitas sadar alam di Hutan Lindung Kasinan petak 86B tahun 2019. Pembangunan wisata itu telah banyak merubah ruang dari Hutan Lindung Kasinan, antara lain seperti membangun semacam gazebo dan kolam-kolam buatan di kawasan aliran air yang berasal dari sumber air Hutan Kasinan. Selain itu, pohon-pohon juga telah banyak dibabat. Dampak destruktif dari pembangunan wisata itu telah dirasakan oleh masyarakat pesanggrahan dengan mengeluhkan tentang debit air yang mengecil di sekitar awal tahun 2020.”

Demonstrasi di HTN ini bukan pertama kalinya dilakukan puluhan warga, petani, dan para simpatisannya. Sebelumnya pada 9 September 2020 sudah diadakan audiensi dengan Wali Kota Batu yang menghasilkan kesepakatan untuk stop sementara pembangunan wisata Alaska, bongkar bangunan tetap di lokasi Hutan Lindung Kasinan, serta lakukan kajian atas kondisi obyek wisata di kawasan Hutan Lindung Kasinan. Tapi karena tidak ada tindak lanjut konkret yang dijanjikan dari pemerintah dan seluruh instansi terkait, maka para pengunjukrasa kembali turun ke jalan dengan mengatasnamakan aliansi Gerakan Bersama Rakyat Kasinan (GEBRAK). GEBRAK terdiri dari Masyarakat Desa Pesanggrahan, WALHI Jawa Timur, LBH Surabaya Pos Malang, Malang Corruption Watch, Sindikat Aksata, KIH 012 Regional Malang, Nawakalam, Front Sumberejo, LBH Bhagaskara Duta, Lembaga Yustisi Mahasiswa Islam, dan FORSIL MAPALA Malang Raya.

GEBRAK menyatakan:

1.Pemerintah Kota Batu harus menutup dan menolak segala bentuk aktivitas investasi yang merusak hutan, lingkungan hidup, dan perampasan lahan pertanian di Kota Batu;

2.Pemerintah Kota Batu harus menjaga, melindungi, dan menyelamatkan sumber mata air di Hutan Lindung Kasinan dan Kota Batu secara umum.

3.Pemerintah Kota Batu harus mengeluarkan surat keputusan penutupan wisata di Hutan Lindung Kasinan untuk semua korporasi dan selamanya, serta tidak mengeluarkan izin apapun terkait pemanfaatan untuk wisata di Hutan Lindung Kasinan;

4.Pemerintah Kota Batu harus memberikan sanksi tegas berupa surat perintah pemulihan Hutan Lindung Kasinan terhadap CV. Oerip Van Houten yang  kemudian berubah menjadi CV. ALASKA.

Setelah didesak massa, Perhutani KPH Malang kemudian menyatakan ke hadapan para demonstran bahwa industri wisata Alaska akan dihentikan dan menerbitkan surat penutupan. Naufal, Koordinator Aksi, mengomentara, “Untuk selanjutnya, tetap akan dikawal tarkait hasil dari aksi tadi, kemudian warga dan anggota solidaritas akan berdiskusi merumuskan strategi baru untuk menyelamatkan Kasinan. Sehingga harapan hutan lindung Kasinan akan dikembalikan sebagaimana fungsi aslinya.”

Di Yogyakarta Gerakan 24 September (G24S) yang merupakan gabungan dari beberapa aliansi dan organisasi melancarkan aksi HTN 2020. Massa aksi berkumpul di parkiran Abu Bakar Ali, lalu mulai berjalan menuju gedung DPRD Yogyakarta pada pukul 12.00 WIB. Massa G24S berorasi disepanjang Jalan Malioboro menyuarakan isu-isu kapitalisme dan pertanian di Indonesia. Hal yang utama dibawa oleh Massa G24S masuk kedalam halaman gedung DPRD adalah untuk menyerukan penuntutan menolak reforma agraria palsu ala rezim Joko Widodo dan Dampak Pembangunannya di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Adapun terdapat 10 detail tuntutan, yaitu:

  1. Laksanakan landreform, cabut peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960;
  2. Hapuskan SG dan PAG, Tanah untuk rakyat;
  3. Sejahterakan masyarakat terdampak pembangunan Bandara;
  4. Lahan, Modal, Teknologi, dan Pertanian untuk petani penggarap;
  5. Tolak liberalisasi pertanian dan berikan akses pasar kepada petani;
  6. Kembalikan sistem pertanian organik;
  7. Hentikan intimidasi dan kriminalisasi petani;
  8. Tolak pembangunan pertambangan Quarry di Wadas;
  9. Gagalkan Omnibus Law
  10. Berikan perlindungan hak terhadap masyarakat adat dan sahkan Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat (RUU PPMA).

Massa G24S tidak ditemui satupun anggota DPRD Yogyakarta, dimana massa aksi tetap berlangsung tertib sampai keluar dari gedung DPRD, lalu selanjutnya menuju titik aksi di 0 KM, sampai berakhir pada pukul 15.00 WIB. (lk, en)

Loading

Comment here