Senin, 27 Juli 2020 pukul 16.00 wib, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang juga merupakan salah satu pencetus kelompok Dapur Umum Papua menyelenggarakan acara panggung budaya. Panggung budaya tersebut diselenggarakan di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I Yogyakarta. Mulai dari sore hari, para penonton berdatangan hingga, dan terlihat halaman asrama dipenuhi oleh penonton agenda tersebut. Setidaknya ada sekitar 400 orang memadati area tersebut. Penonton yang berdatangan adalah mahasiswa-mahasiswa dari Papua dan juga organisasi atau individu sekawan perjuangan demokrasi. Adapun tujuan diselenggarakannnya panggung budaya tersebut sebagai acara penutupan Dapur Papua yang dibarengi dengan peringatan empat tahun rasisme terhadap mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I oleh polisi dan kelompok reaksioner. Selain dua agenda tersebut, acara malam itu sekaligus memperingati HUT AMP ke 22 dan juga Debut Petisi Rakyat Papua Tolak Otsus Jilid II.
Dalam acara tersebut, bukan hanya panggung budaya yang ditampilkan. Terlihat di pinggir-pinggir halaman, berbagai macam lapak digelar; sablon kaos, penjualan stiker, hingga, koran Arah Juang, dan buah pinang. Panitia, dalam acara ini mengundang tujuh wilayah adat Papua (Domberai, Bomberai, Saireri, Mamta, Lapago, Anim – Ha). Mereka menampilkan berbagai macam jenis pertunjukan, seperti orasi, pembacaan puisi, tarian adat, dan juga teatrikal. Adapun isian orasi yang disuarakan kebanyakan berhubungan dengan cerita-cerita penindasan terhadap rakyat Papua yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui kaki tangannya TNI-Polri. Hal yang sama juga disajikan dalam teatrikal salah satu kelompok mahasiswa Papua. Selain 7 wilayah adat Papua yang menampilkan berbagai pertunjukan, ada beberapa organisasi pro demokrasi yang berkontribusi dalam panggung budaya malam itu, seperti; KePAL SPI, Spoer, Ekupene, Bengkel Sastra, CMY, Siempre. Kebanyakan dari mereka menampilkan pertunjukan musik dan juga musikalisasi puisi bernafaskan perjuangan.
Acara tersebut merupakan agenda puncak setelah beberapa kegiatan seperti Dapur Papua yang kegiatannya memasak dan memberikan makanan tersebut kepada pekerja-pekerja di jalanan. Selain itu, sebelum diselenggarakan panggung budaya, Dapur Papua juga mengadakan agenda bakar batu.
Agenda Debut Petisi Tolak Otsus Jilid II dilaksanakan di tengah acara dengan mengundang tujuh perwakilan perhimpunan mahasiswa daerah tujuh wilayah adat Papua. Setelah maju ke panggung, tujuh perwakilan itu menandatangani petisi tersebut. Kemudian, tujuh perwakilan diberikan tanggung jawab untuk menyebarkan petisi tersebut ke seluruh rakyat Papua yang tinggal di Yogyakarta dan berumur di atas 17 tahun. Ketua AMP, dalam pengantar penandatanganan petisi tersebut mengatakan bahwa, petisi tersebut merupakan salah satu penentuan nasib rakyat Papua kedepannya. Ia juga menekankah bahwa diperlukan keseriusan dalam menjalankan amanat penyebaran petisi tersebut dan meminta kepada seluruh penanggung jawab selalu menjaga komunikasi dengan AMP.
Salah satu anggota AMP mengatakan, “Petisi ini akan ditutup pada 20 September 2020.” Ia juga mengatakan bahwa dibutuhkan adanya persatuan sesama mahasiswa Papua di Luar tanah Papua. “Kedepannya AMP akan melakukan penyadaran politik secara massif berkaitan dengan penindasan rakyat Papua di daerah-daerah, dan kami mengharapkan adanya persatuan nasional.”
Setelah agenda simbolik penandatanganan petisi tersebut, acara kembali dilanjutkan dengan berbagai macam pertunjukan. Baik penonton maupun pengisi acara terlihat sangat bersemangat ketika orang-orang yang tampil di panggung secara bergiliran meneriakkan, “Papua!?”, kemudian disambut teriakkan, “Merdeka!” oleh para penonton. Agenda tersebut berakhir pukul 03.00 pagi.
Terakhir, salah satu anggota AMP juga menyampaikan harapan kepada rakyat pro demokrasi Indonesia bahwa dibutuhkan persatuan antar rakyat tertindas entah itu di Indonesia ataupun di tanah Papua. Karena permasalahan penindasan yang menimpa klas buruh di Papua dan Indonesia adalah sama: Kapitalisme, Imperialisme, dan Militerisme. (raw)
Comment here