Sejarah

Pelajaran Dari Revolusi Spanyol

Spanyol awal abad ke 20, di bawah monarki yang ditopang oleh Gereja Katholik dan korps perwira aristokratik. Kelas borjuisnya meskipun terkadang kritis terhadap monarki namun tidak teguh melawannya. Tanpa dukungan dari kelas bermilik, monarki berulang kali mencari dukungan militer. Pada 1923, Jenderal Miguel Primo de Rivera mendirikan kediktaktoran militer. Ketika Great Depression tahun 1929, Spanyol jatuh kedalam krisis. Primo de Rivera dipaksa mundur pada 1930 dan Raja Alfonso XIII menyelenggarakan pemilu.

Pemilu April 1931 memenangkan Pemerintahan Republik Kedua yang dipimpin oleh Manuel Azaña. Raja Alfonso terpaksa lengser dari tahta dan kabur ke luar negeri. Pemerintahan Republik Kedua merupakan koalisi partai republikan kelas menengah yang menentang monarki dan kediktaktoran namun mempertahankan kapitalisme; partai-partai nasionalis Catalunya dan Basque serta Partai Sosialis Spanyol yang terbagi menjadi sayap kanan, Partido Socialista Obrero Español (PSOE) yang berkomitmen pada reforma bertahap kapitalisme serta sayap kiri yang berbicara mengenai revolusi. Di luar pemerintah, terdapat serikat buruh anarko-sindikalis kuat, Confederación Nacional del Trabajo (CNT). Mereka berkomitmen terhadap penggulingan kapitalisme secara revolusioner namun menolak aksi-aksi politik.

Reforma agraria adalah tuntutan mendesak di Spanyol. Petani bangkit menuntut pengambilalihan tanah-tanah perkebunan dan pembagian tanah kepada jutaan petani miskin. Sementara buruh menuntut kenaikan upah, tunjangan pengangguran dan disingkirkannya manajer-manajer pro monarki. Pemerintah berjanji namun menunda dan menyerukan kesabaran serta pengorbanan. Pemerintah republikan lumpuh diantara tuntutan buruh dan petani yang memilih mereka dengan pembelaannya terhadap borjuasi.

Tidak sampai dua bulan, pemogokan dan pemberontakan terjadi di beberapa daerah dan pemerintah mengumumkan darurat militer untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Ribuan aktivis militan anarkis serta serikat buruh juga ditangkap. Di desa kecil bernama Casas Viejas, kaum anarkis mengambilalih tanah dan mendeklarasikan masyarakat libertarian. Pemerintah mengirim militer dan mengakibatkan ratusan orang terbunuh. Partai-partai sayap kanan mengekspos pembantaian Casas Viejas untuk keuntungan politik mereka.

Ketika pemilu diselenggarakan pada November 1933, sayap kanan dipimpin Alejandro Lerroux menang besar. Sejumlah besar kursi di Cortes Generales (legislatif) dikuasai oleh Confederación Española de Derechas Autónomas (CEDA), yang dipimpin oleh José María Gil Robles. Ini merupakan konfederasi dari pengagum fasis, industrialis dan monarkis. Kemenangan sayap kanan itu berada dalam suasana berkembangnya fasisme di Eropa. Dimulailah masa “El Bienio Negrio” atau dua tahun kegelapan.

Anggota PSOE dan serikat buruh yang berafiliasi Unión General del Trabajadores (UGT) menekan pemimpin mereka untuk menghalangi Gil Robles berkuasa. Pemimpin PSOE moderat di parlemen mengatakan bahwa usaha apapun untuk mendirikan rejim fasis akan dihadapi dengan pemberontakan bersenjata. Sayap kiri yang besar, Kaum Muda Sosialis, mendeklarasikan kesiapan mereka untuk revolusi proletariat. Seruan berkembang untuk pembentukan front persatuan organisasi-organisasi buruh yang disebut Alianza Obrera untuk melawan kaum kanan. CNT secara nasional menolak seruan aksi bersama dalam Alianza Obrera, mereka menentang partisipasi PSOE yang “pro-negara”. Betul bahwa PSOE oportunis, namun dengan menolak seruan persatuan dan perjuangan politik, kaum anarkis memunggungi jutaan buruh yang siap untuk persatu dalam perjuangan melawan kelompok kanan.

CEDA meminta jatah kursi di pemerintahan, Lerroux membentuk kabinet baru dengan empat anggota CEDA. Pada 4 Oktober, Alianza Obrera dan UGT menyerukan mogok nasional. Di kebanyakan tempat pemogokan itu gagal. Pemimpin PSOE yang menyerukan pemogokan setengah hati melakukannya. Hanya di pusat pertambangan Asturias pemogokan berkembang menjadi revolusioner. Disana UGT dan CNT lokal terlibat dalam Alianza Obrera dibawah tekanan massa anggotanya. Ketika buruh mengambilalih kota, mereka membagi-bagikan tanah ke petani dan mengambilalih tambang dan pabrik. Selama 15 hari mereka bertahan dari serangan militer. Setelahnya lebih dari 3 ribu orang dibunuh dan ribuan lainnya dipenjara.

Front Popular memenangkan pemilu yang diselenggarakan pada Februari 1936. Front Popular merupakan aliansi elektoral dari partai-partai republikan kiri kelas menengah, PSOE, Partai Komunis Spanyol (PCE) dan partai-partai nasionalis Catalunya. Front Popular tidaklah radikal namun buruh dan petani merayakannya di seluruh Spanyol dan menginginkannya bergerak lebih maju.  

Segera setelah pemilu kelompok kanan mulai mengorganisir kudeta. Pada 17 Juli 1936, Jenderal Francisco Franco melancarkan kudeta. Dimanapun ketika buruh memegang senjata, kekuatan Franco bisa dipukul mundur. Ini terjadi di kota-kota industri utama, termasuk juga di Aragon dan sebagian besar Andalusia, tempat petani radikal paling terorganisir.

Kudeta ini dapat saja dikalahkan dengan cepat jika pemerintahan Front Popular dari awal mempersenjatai rakyat. Awalnya pemerintah berupaya mengecilkan upaya kudeta dan bernegosiasi dengan kelompok kanan. Tindakan pertamanya adalah membubarkan dirinya sendiri dan membentuk pemerintahan baru yang melibatkan politisi sayap kanan dari luar Front Popular. Namun sebagian besar borjuasi kabur ke luar negeri dengan harta mereka. Sebagian besar militer dan polisi mendukung kudeta. Front Popular masih memerintah namun aparatus negara borjuis yang diandalkannya runtuh.

Ketika masyarakat lama mulai runtuh, gerakan buruh mengorganisir struktur masyarakat yang baru. Serikat-serikat buruh mengatur transportasi untuk milisi-milisi buruh. Mereka membentuk layanan ambulan dan rumah sakit, dapur umum dan pusat-pusat transportasi yang dikelola oleh buruh. Pabrik diambilalih dan berada dibawah kontrol buruh. Perwakilan dipilih untuk mengawasi dan mengkoordinasi pabrik-pabrik. Sementara itu petani merampas dan membagi-bagikan tanah tanah dan banyak tanah dikolektivisasi dan komune didirikan. Namun sejak hari pertama, pemerintahan Front Popular berupaya menghalangi revolusi dan akibatnya merusak perjuangan melawan Franco dan sayap kanan.

Front Popular memegang kekuasaan di Madrid, namun sebagian besar Spanyol dibawah kontrol buruh dan petani. Di Barcelona terdapat pemerintahan Front Popular tanpa kekuasaan, kekuasaan riil ada di tangan CNT. Pemerintahan Front Popular menawarkan CNT untuk berkuasa dan mereka akan turun. Namun CNT yang anarkis menolak bentuk kekuasaan negara apapun – bahkan negara buruh – karena dianggap bentuk otoritas. Kaum anarkis mengumumkan bahwa pemerintahan Front Popular dapat terus berkuasa.

Dengan harapan meluaskan dukungan terhadap pemerintahan Front Popular, kabinet baru dibentuk. Pemimpin sayap kiri PSOE, Francisco Largo Caballero menjadi Perdana Menteri dan CNT ditawarkan kursi di pemerintahan. Kaum anarkis menerima tawaran 4 kursi di pemerintahan dari Caballero.

Ketika Franco menyerang Madrid, pemerintahan Caballero mengungsi bersama banyak pemimpin partai politik dan serikat buruh, kecuali kaum Komunis. Setelah sebulan pertempuran, kelas buruh berhasil mengusir kekuatan Franco. Namun adalah PCE yang mendapatkan keuntungan dari pertempuran mempertahankan Madrid. Setelah itu, PCE menggunakan popularitas mereka untuk mengontrol tentara rakyat dan meluaskan kekuasaannya. Termasuk menahan amunisi dan suplai untuk milisi buruh dari CNT dan Partido de Unificación Marxista (POUM), sebuah partai anti-Stalinis berbasis di Catalunya.

CNT dan milisi buruh mengontrol kebanyakan aspek kehidupan sehari-hari namun pemerintah pelan-pelan kembali ke kekuasaan dan menemukan cara untuk melemahkan kekuasaan buruh. Bentrokan akhir terjadi pada 3 Mei dan pertempuran pecah di jalanan. Pemerintah Front Popular menyerukan kepada CNT, serta mengirim dua menteri anarkis ke Barcelona, untuk meletakan senjata. Bulan berikutnya, pemimpin-pemimpin revolusioner diburu, dipenjara, disiksa dan beberapa dibunuh. Komite revolusioner dihancurkan, milisi rakyat dilarang dan dimasukan ke dalam tentara reguler. Perang berlanjut dua tahun, namun dengan kalahnya Barcelona maka demikian juga di seantero Spanyol. Ketika kekuataan Franco masuk ke Barcelona pada Januari 1938, tidak ada perlawanan yang terjadi.

Ditulis oleh Faranisa Alana, Kader PS dan Anggota Resistance

Tulisan ini juga diterbitkan dalam Arah Juang edisi 69, III-IV Juli 2019 dengan judul yang sama.

Loading

Comment here