Lahir pada 5 Juli 1857 dengan nama Clara Eissner di desa kecil Wiederau, Saxony, Jerman. Awalnya Clara belajar menjadi guru sekolah namun pada umur 17 tahun tertarik ke dalam gerakan buruh dan perjuangan perempuan. Pada umur 21 tahun, dia menjadi sosialis dari pengaruh kepala sekolahnya Auguste Schmidt, seorang feminis borjuis terkemuka. Clara mulai aktif di Partai Buruh Sosialis Jerman (SAPD). Pada tahun 1890 SAPD berganti nama menjadi Partai Demokratik Sosialis Jerman (SPD).
Clara semakin tegas menjadi sosialis setelah bertemu dengan Ossip Zetkin, imigran Marxis dari Rusia. Pada 21 Oktober 1878, pertemuan serta koran partai dilarang oleh Undang-undang Anti-Sosialis Bismarck. Clara kemudian terlibat dalam aktivitas ilegal bawah tanah partai. Pada September 1880, Ossip dan kawan-kawannya ditangkap dan diusir dari Jerman. Karena Clara dan Ossip telah dekat saat itu maka beberapa bulan kemudian Clara memutuskan untuk meninggalkan Jerman.
Pada 1882, Clara pindah ke Zurich, dimana banyak pimpinan partai berada. Organ sentral partai, Sozialdemokrat, diedit dan diselundupkan bersama berbagai literatur ilegal ke Jerman dan Clara membantunya. November 1882, pindah ke Paris untuk bergabung dengan Ossip Zetkin dan mulai menggunakan nama Clara Zetkin, walau tidak menikah secara legal. Clara Zetkin memiliki dua anak yaitu Maxim dan Konstantin pada 1883 dan 1885.
Di Paris, Clara dan Ossip Zetkin terlibat dalam aktivitas gerakan sosialis Perancis, Jerman dan Rusia. Mereka juga menjadi anggota kelompok sosialis internasional bernama Cercle Internationale, dimana mereka berdiskusi setiap minggu teori Marxis dan merencanakan langkah-langkah. Clara juga berkomunikasi dengan kaum sosialis dari Spanyol, Italia, Austria dan Inggris. Di periode inilah Clara Zetkin mendapatkan pengetahuan luasnya mengenai gerakan buruh internasional serta kecakapannya menggunakan berbagai bahasa.
Pada Januari 1889, Ossip Zetkin meninggal dunia. Di bulan September, Clara Zetkin berpidato di kongres pendirian Internasional Kedua mengenai organisasi perempuan buruh. Dalam Internasional Kedua ini Clara Zetkin bersama dengan sayap kiri SPD, yaitu Rosa Luxemburg berjuang menentang tesis-tesis reformis Eduard Bernstein.
Pada 1891, Clara Zetkin menerbitkan sekaligus menjadi editor surat kabar perempuan SPD bernama Gleichheit (Kesetaraan). Menurut Clara, Gleichheit diarahkan terutama untuk proletariat yang paling progresif, dia bertujuan untuk mendidik mereka secara teoritis, untuk memungkinkan mereka memiliki pemahaman jelas mengenai jalan perkembangan sejarah dan kemampuan untuk bekerja secara sadar dalam perjuangan pembebasan proletariat serta efektif dalam mencerahkan dan mendidikan kawan kelas mereka serta melatih mereka sebagai pejuang dengan tujuan yang jelas.
Dari tahun 1895, ia menjabat sebagai anggota Eksekutif Nasional SPD sekaligus mewakili tendensi sayap kiri dalam SPD. Sebagian besar waktu dan energi Clara Zetkin juga digunakan di dalam serikat buruh. Dia melihat kebutuhan menyatukan buruh perempuan dan laki-laki di dalam serikat buruh. Dia merupakan aktivis Serikat Buruh Penjilidan Buku di Stuttgart serta turut terlibat dalam pengorganisiran Serikat Penjahit dan dipilih sebagai Sekretaris Internasional pada 1896. Padahal saat itu perempuan masih dilarang pemerintah menjadi anggota serikat buruh.
Pada 1898, Clara Zetkin menerbitkan pamflet berjudul “Persoalan Kerja Perempuan dan Perempuan pada Saat Ini”. Ide yang sama lebih dikembangkan lagi pada 1896 dalam pidatonya di Kongres Gotha SPD. Pamflet tersebut dicetak oleh SPD dengan judul “Hanya dengan Perempuan Proletariat Sosialisme Akan Menang”. Dengan jelas Clara Zetkin mendefinisikan sifat kelas dari gerakan perempuan kelas buruh dan jurang besar yang memisahkannya dari feminisme borjuis. Menurut Clara Zetkin, partai tidak memiliki agitasi khusus perempuan untuk dijalankan, melainkan agitasi sosialis ke kalangan perempuan. Bukanlah kepentingan kecil perempuan pada saat ini yang harus kita majukan; tugas utama adalah meningkatkan kesadaran kelas serta melibatkan perempuan proletariat modern dalam perjuangan kelas. Tidak ada tugas terpisah untuk agitasi di antara perempuan. Terkait reforma yang ingin dicapai untuk perempuan di masyarakat saat ini, reforma tersebut telah dituntut dalam Program Minimum Partai.
Jika Clara Zetkin menentang upaya untuk memisahkan perempuan buruh dalam politik kenapa dia membangun organisasi perempuan yang terpisah? Indoprogress.com dalam “Clara Zetkin: Sintesa Politik Identitas dan Kelas Melalui Revolusi” mengklaim ini karena Clara Zetkin melihat diskriminasi dan prasangka seksualitas terhadap perempuan masih berlangsung di dalam organisasi. Ini tidak benar. Alasannya cukup sederhana, hukum tidak mengijinkan perempuan untuk bergabung dengan partai politik apapun hingga 1908. Clara Zetkin dan kawan-kawannya menggunakan berbagai siasat untuk mengakalinya.
Pada 1907 Clara dipilih menjadi kepala “Kantor Perempuan” SPD. Bersama kawan-kawan aktivis lainnya, Clara aktif dalam mempelopori “Hari Perempuan Internasional” pada 8 Maret 1910. Sebagai Sekretaris Biro Internasional Perempuan Sosialis, Clara mengorganisir Konferensi Perempuan pada Maret 1915. Bersama Alexander Kollontai, Zetkin memperjuangkan emansipasi tanpa batas dan menentang pandangan kaum feminis borjuis. Kaum feminis borjuis saat itu mendukung hak pilih berdasarkan kepemilikan pribadi atau berdasarkan pendapatan dan gaji, sementara Clara dan kawan-kawan buruh serta aktivis sosialis memperjuangkan hak pilih agar diberikan juga pada semua perempuan tanpa terkecuali.
Bersama Rosa Luxemburg, Clara bahu-membahu dalam perjuangan sengit melawan revisionisme yang diakibatkan oleh pengaruh Karl Kautsky. Ketika Perang Dunia I meletus, kelompok sayap kiri dalam SPD gigih menentang perang tersebut karena perang itu adalah perang imperialis. Namun, para pimpinan SPD mendukung kebijakan perang pemerintah Jerman. Merespon hal ini, Clara bersama kawan-kawan sayap kiri lainnya mengorganisir gerakan anti-perang, bahkan mereka juga sempat menyelenggarakan Konferensi Perempuan Sosialis Internasional Menentang perang di Berlin pada 1915. Sebagai akibatnya Clara dan kawan-kawannya berulangkali ditangkap dan dipenjara.
Pada tahun 1916 Clara bersama Rosa Luxemburg, Karl Liebknecht, dan kawan-kawan sosialis lainnya mendirikan Liga Spartakis dan Partai Sosial Demokratis Jerman Independen (USPD) yang pecah dari SPD. Tiga tahun kemudian setelah meletusnya Revolusi Jerman yang menggulingkan kekaisaran Jerman dan mendirikan republik Weimar, ketiganya kemudian turut menjadi salah satu pendiri Partai Komunis Jerman (KPD) pada tahun 1918. Dua tahun kemudian Clara terpilih sebagai delegasi yang diutus ke Reichstag, suatu badan legeslatif yang mewarisi peran dan tugas yang sebelumnya dijalankan oleh Majelis Nasional Weimar. Tahun 1919 Clara dipercaya menjabat sebagai salah satu anggota Komite Eksekutif Komunis Internasional (Komintern).
Clara menjadi anggota Kantor Pusat KPD hingga tahun 1924, tahun 1927 hingga 1929 Clara dipilih sebagai anggota Komite Sentral KPD. Pada tahun 1925 ia juga dipilih sebagai presiden organisasi solidaritas kiri Jerman, Rote Hilfe. Mengetahui adanya bahaya fasisme, pada Agustus 1932, Clara yang saat itu menjabat sebagai Ketua Perempuan Reichstag dari segi senioritas, mengeluarkan seruan untuk “pembentukan front persatuan semua buruh untuk melawan fasisme”.
Sayangnya perlawanan ini tidak berhasil, baik karena pengkhianatan kaum sosial demokrasi di satu pihak dan serangan kaum stalinis di pihak lain. Adolf Hitler bersama Partai NAZInya berkuasa. KPD dilarang seketika, dalih pelarangan diperkuat dengan peristiwa kebakaran Reichstag pada 1933. Hitler menuduh bahwa kaum komunis Jerman lah pelaku pembakaran tersebut padahal sesungguhnya orang-orang NAZI pelakunya. Kaum komunis Jerman akhirnya tiarap dan bergerak di bawah tanah sedangkan sebagian lainnya terpaksa melarikan diri keluar negeri, termasuk Clara yang melarikan diri ke Uni Soviet. Tak lama, Clara meninggal dunia pada 20 Juni 1933 di Arkhangelskoye, dekat kota Moscow. Jenazahnya dikuburkan di dinding Kremlin di Moscow.
Ditulis oleh Kuggy Kayla, Kader Perserikatan Sosialis
Tulisan ini juga diterbitkan dalam Arah Juang edisi 68, I-II Juli 2019, dengan judul yang sama.
Comment here