Senin (29/6/2020), mahasiswa Universitas Wisnuwardhana Kota Malang menggelar demonstrasi di depan rektorat menuntut keringanan dan penyesuaian terhadap masa pandemi Covid-19. Massa yang mewadahi diri dalam Aliansi Persatuan Mahasiswa Wisnuwardhana Malang ini mengemukakan bahwa mayoritas latar belakang wali-mahasiswa Universitas Wisnuwardhana adalah pekerja informal. Dengan pendapatan kecil dan kian anjlok akibat pandemi, massa mengungkapkan, kebijakan rektorat yang per 13 Mei 2020 terus menuntut pembayaran SPP dan DPP, sebagai keputusan yang tidak peka. Apalagi selama pandemi, mahasiswi-mahasiswa juga terbebani biaya belanja kuota pulsa internet untuk menempuh metode pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (daring) atau online. Oleh karena itu aliansi menuntut peringanan biaya SPP di masa pandemi berupa pemotongan 50%, transparansi kampus dalam dokumen keuangan, penghapusan uang registrasi bimbingan skripsi, dan keberpihakan BEM yang jelas terhadap persoalan SPP di masa pandemi.
Menghadapi demonstrasi, awalnya pihak kampus bukannya mengakomodasi melainkan sempat mengancam. Sebagaimana keterangan kronologi, Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan mencoba mengancam massa aksi kalau tidak diam akan dipanggilkan aparat kepolisian dengan dalih mengganggu kondisi lembaga yang sibuk mempersiapkan webinar promosi kampus. Orator aksi mengecam arogansi ini. Namun mereka tidak terkejut karena dalam sejarah pergerakan mahasiswa di dunia, intimidasi dan represi pernah dipakai untuk membungkam perjuangan. Karena itu aliansi juga menuntut buka seluas-luasnya ruang demokrasi kampus dan mengecam intervensi anggota kepolisian dan TNI di ranah kampus.
Selain itu massa aksi memandang perjuangannya tidak sebatas lingkup Universitas Wisnuwardhana saja. Sebab banyak mahasiswa di berbagai kampus lainnya juga mengalami permasalahan serupa di masa pandemi. Sebagaimana keterangan rilis pers mereka, “Hari ini kita dihadapakan dengan kondisi dimana pemodal semakin memacu lembaga pendidikan untuk mengikuti logika pasar…di tengah krisis seperti ini sangat berdampak pada mahasiswa yang pekerjaan orang tuanya sebagai buruh pabrik karena tidak mampu membayar UKT/SPP akibat PHK sepihak dari perusahaan dengan danya pandemi Covid-9.” Oleh karena itu mereka juga mengusung solidaritas dan turut menyuarakan tuntutan berupa penolakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk kampus negeri. Massa aksi mengharapkan perjuangan serupa juga akan menyebar ke kampus-kampus lainnya di Kota Malang.
Pihak kampus kemudian melunak, “Kita semua sedang sulit, tapi saat ini sedang ada webinar,” dalih petugas bidang Kemahasiswaan. Massa aksi menanggapi janganlah hanya promosi kampus tapi permasalahan tidak ditangani. Petugas bidang kemahasiswaan menyatakan menerima tuntutan tapi tidak bisa memenuhi karena itu keputusan Rektor, sembari menwari dialog tertutup. Massa aksi tidak bisa menerima itu karena permasalahan ini bukan hanya dialami para demonstran tapi seluruh mahasiswa Universitas Wisnuwardhana. Oleh karena itu rektor dan jajarannya harus turun berdialog agar bisa disaksikan bukan hanya para demonstran tapi juga mahasiswi-mahasiswa yang saat itu ada di kampus dan menyaksikan demonstrasi. Setelah orasi terus dilangsungkan setengah jam setelah wakil rektor bidang kemahasiswaan kembali masuk ruangan lobi untuk menyampaikan tuntutan aliansi, akhirnya pihak rektor bersama Pembantu Rektor bidang Kemahasiswaan, Keuangan, dan juga Humas kampus mau menjumpai massa aksi dan berdialog. Sayangnya tidak dicapai titik temu dan pihak rektorat minta waktu seminggu untuk bermusywarah dengan jajaran pejabat universitas dimana hasilnya akan diinformasikan kepada mahasiswa. (lk)
Comment here