Genap 148 tahun lamanya lagu “L’Internasionale”, atau kita kenal dengan “Internasionale”, berkumandang di dunia sebagai lagu perjuangan kelas buruh sedunia. Sejarah lahirnya “Internasionale” memutar kembali memori ingatan kita, pada masa-masa 72 hari kejayaan kelas buruh 18 Maret-28 Mei di Paris tahun 1871. Dimana kelas buruh dan kaum miskin kota dapat mengendalikan alat produksi tanpa majikan dan juga lahan-lahan pertanian direbut dari tangan-tangan tuan tanah dan dikelola secara bersama di bawah pemerintahan Komune Paris yang dibentuk dan dijalankan oleh para buruh. Akan tetapi masa kejayaan itu tidak berlangsung lama, kelas borjuis mengambil alih kekuasaan dengan represi terhadap kaum buruh.
“Internasionale” diciptakan oleh seorang buruh transportasi, bernama Eugene Pottier, pada 30 Juni 1871 setelah Komune Paris dihancurkan oleh pemerintahan borjuasi. Eugene Pottier adalah salah satu buruh yang bergabung dalam barikade kelas buruh di Paris melawan borjuasi yang divonis hukuman mati. Dia menulis dalam persembunyian menunggu untuk melarikan diri ke London. Pottier sejak tahun 1840 ikut terlibat dalam agenda-agenda besar di Perancis dengan lagu-lagu militan yang membangkitkan kesadaran kelas buruh dan menyerukan persatuan kelas buruh. Pada masa Komune Paris, Pottier terpilih sebagai anggota Komune Paris, negara kelas buruh pertama. Pottier mendapatkan suara 3.352 suara dari 3.600 pemilih. Lenin dalam tulisannya tentang Eugene Pottier menyatakan “Pottier mati dalam kemiskinan. Tapi dia meninggalkan suatu ingatan yang benar-benar lebih kuat dari hasil kerja manusia. Dia adalah salah satu propagandis lewat lagu terbaik. Ketika dia membuat lagu pertamanya, jumlah buruh sosialis paling banyak 10 orang. Lagu bersejarah Eugene Pottier sekarang dikenal puluhan juta proletariat.”
Semangat Internationalisme tersebar ke seluruh dunia lewat lirik lagu “Internasionale” dan bahkan sekarang lebih hidup dari sebelumnya. Sembilan tahun setelah Komune Paris, Pottier kembali ke Perancis dimana dia langsung bergabung dengan Partai Buruh. Volume pertama dari liriknya diterbitkan pada tahun 1884. Awalnya lagu “Internasionale” dinyanyikan sama persis dengan nada lagu kebangsaan Perancis yaitu “La Marseillaise” dan selama beberapa tahun ”Internasionale” dinyanyikan di kalangan kaum buruh maupun kaum miskin kota. Pierre De Geyter, seorang buruh industrial di kota Lillie, pada tahun 1888 membuat komposisi nada secara khusus untuk lirik Pottier. Musik De Geyter pertama kali ditampilkan di depan umum pada bulan Juli 1888 dan segera setelah itu lirik Pottier berpadu dengan aransemen De Geyter. Dengan demikian “L’Internationale” memperoleh identitas yang sepenuhnya berbeda, dan tidak lagi terkait langsung dengan nada lagu “La Marseillaise” kebangsaan Perancis.
Tetapi lagu tersebut belum dinyanyikan sebagai hymne kelas buruh Internasional. Faktanya pada tahun 1893, ketika Engels berpidato di kongres pekerja Internasional di Zurich, para delegasi menyanyikan lagu “Marseillaise”. Adalah pengikut Jules Guesde di Partai Sosialis Perancis yang mengadopsi “Internasionale” saat Skandal Dreyfus. Pada tahun 1900, lagu Internasionale berkumandang di Kongres Internasional Kedua di Paris serta diadopsi sebagai lagu resminya. Sejak saat itu lah lagu itu mulai menyebar keseluruh dunia. Uni Soviet menjadikan “Internasionale” sebagai lagu kebangsaan pada tahun 1922 hingga 1944. Demikian juga “Internasionale” menjadi lagu resmi Internasional Ketiga. “Internasionale” dinyanyikan oleh para pelaut di Kapal Perang Potemkin saat Revolusi Rusia 1905, oleh para buruh di Madrid pada tahun 1936 saat melawan si fasis Franco, dinyanyikan saat Pemberontakan Ghetto Warsawa saat May Day 1943 melawan Nazi. Hingga oleh demonstran di Lapangan Tiananmen tahun 1989.
L’Internationale disadur ke lebih dari seratus bahasa di dunia. Ada bahasa Inggris, Spanyol, Tiongkok, Arab, Melayu, Indonesia, dan lain-lain. Disadur ke bahasa Inggris dengan judul The Internationale, ke Arab menjadi Nasyidu al-Umamiyah, ke Belanda menjadi De Internationale, ke Rusia menjadi Интернационал, ke Tiongkok menjadi Yīngdénàxióngnà’ěr dan ke Indonesia menjadi Internasionale. Dalam penyaduran tersebut tidak jarang terdapat lebih dari satu versi dalam bahasa yang sama.
Ki Hadjar Dewantara menyadur “L’Internationale” dari bahasa Belanda ke bahasa Melayu menjadi tiga bait. Saduran tersebut diterbitkan dalam surat kabar Sinar Hindia No 87, 5 Mei 1920. Sinar Hindia merupakan surat kabar berkala yang diterbitkan oleh Sarekat Islam (SI) di Semarang. Di surat kabar itu pula Ki Hadjar Dewantara menyadur Marsch Socialist. Publikasi dua terjemahan tersebut dimaksudkan untuk memperingati 1 Mei, sebagai “Hari Raja oenteok segala kaoem Socialist”.
Dari terjemahan Ki Hadjar Dewantara, “Internasionale” tersebar di kalangan pergerakan kemerdekaan di Hindia Belanda. “Internasionale” dinyanyikan di rapat-rapat organisasi buruh dan mahasiswa pergerakan untuk membuka dan menutup rapat. Juga dinyanyikan saat demonstrasi ataupun pemogokan termasuk juga Hari Buruh Sedunia. Konon juga menjadi lagu wajib siswa-siswa sekolah SI ketika mereka mencari sumbangan untuk biaya operasional sekolahnya. Pada zaman Perang Kemerdekaan, “Internationale” dinyanyikan oleh para aktivis kiri yang dieksekusi. Mereka antara lain Amir Syarifuddin, mantan Menteri Pertahanan (1945-1948) dan mantan Perdana Menteri kedua di Indonesia. Amir menyanyikan “Internationale” dan Indonesia Raya bersama dengan pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) lainnya seperti Maruto Darusman, Harjono, Sardjono, Soeripno dan Oei Gee Hwat ketika tertangkap dan dihukum mati tanpa proses pengadilan atas perintah Gubernur Militer Kolonel Gatot Subroto.
Dalam bahasa Indonesi terdapat empat versi saduran “L’Internationale”. Pertama, versi Ki Hadjar yang diterjemahkan dari bahasa Belanda. Kedua, versi “resmi” PKI periode 1951-1965 namun sayangnya tidak ada penjelasan dari sumber teks mana lagu tersebut diterjemahkan. Ketiga, versi terjemahan A. Yuwinu yang muncul pada 31 Mei 1970. Ini disadur dari perbandingan teks “Internasionale” bahasa Rusia dan Tiongkok. Setahun kemudian pada akhir Desember 1971 muncul versi keempat, dari sebuah komunitas bernama Kolektif Enam Maret.
Kolektif Enam Maret melakukan kritik terhadap saduran “Internasionale” versi Ki Hadjar Dewantara dan versi PKI. Menurut mereka, kedua versi tersebut kehilangan semangat Komune Paris. Untuk memperingati seabad sejak “Internasionale” diciptakan serta seabad Komune Paris, Kolektif Enam Maret merilis saduran “Internasionale” yang digubah dari versi bahasa aslinya yaitu bahasa Perancis, serta dibandingkan dengan saduran “Internasionale” dalam versi bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Rusia dan Tiongkok.
Pelajaran penting yang dapat diambil dari sejarah tentang Internasionale bahwa lagu dapat berfungsi sebagai alat propaganda yang ampuh untuk mendorong perjuangan kelas buruh dan rakyat. Sejarah lagu Internasionale bukanlah sekedar lagu atas hasil seni untuk seni semata, namun lagu yang didasarkan pada kondisi ketertindasan yang mendalam dan digunakan untuk memunculkan kesadaran politik pada setiap kelas buruh dan rakyat dimanapun. Internasionale merupakan lagu dengan lirik yang indah, penuh semangat, dan mengajak kaum tertindas untuk tidak berputus asa.
Kekuatan “Internasionale” terdapat pada fakta bahwa Pottier bisa merangkum pengalaman pribadinya dalam Komune Paris dalam makna yang universal. “Bangunlah kaum yang terhina! Bangunlah kaum yang lapar!” menunjukan bagaimana kelas buruh dalam kapitalisme mengalami kemiskinan dan penghinaan. Selanjutnya menjelaskan peran agama dan institusi agama dalam mengilusi dan melegitimasi penindasan kelas buruh. Berbeda dengan “kesadaran” yang dimiliki dan menjadi landasan pembebasan kelas buruh. Pottier juga menggambarkan bagaimana prajurit-prajurit berkhianat membela Komune Paris dan mengeksekusi Jenderal mereka yang memerintahkan menembaki Komune Paris. Demikian pembebasan kelas buruh tidak akan turun dari langit, melainkan hasil perjuangan kelas buruh itu sendiri. Pottier juga menunjukan peran perempuan dalam Komune Paris. Walaupun represi keji terhadap Komune Paris namun perjuangan terus bertahan. “Internasionale” menyerukan kelas buruh untuk bersatu dan berjuang dalam pertempuran terakhir untuk kemenangan dunia baru yang akan menyatukan seluruh umat manusia.
Ditulis oleh Jiwandra Eli, Anggota Lingkar Studi Kerakyatan.
Tulisan ini juga diterbitkan dalam Arah Juang edisi 67, III-IV Juni 2019, dengan judul yang sama.
Comment here