Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UINAM Melawan Takdir (ALMAUN) melakukan aksi demonstrasi di jalan Sultan Alauddin tepatnya di depan kampus I, Jumat (26/6/2020)
Aksi tersebut di mulai pada pukul 16.00 WITA ditandai dengan orasi ilmiah yang digaungkan oleh kordinator mimbar dan dilanjutkan orasi ilmiah masing-masing ketua lembaga diikuti penutupan salah satu ruas jalan raya.
Aksi tersebut terjadi ditenggarai ketidakpuasan mahasiswa terhadap kebijakan Rektor, prof. Hamdan Juhannis lewat keputusan Nomor 491 tahun 2020 yang memberikan keringanan ukt kepada mahsiswa dengan melewati beberapa skema diantaranya: pengurangan UKT minimal sebesar 10%, perpanjangan waktu pembayaran, cicilan pembayaran UKT, dan pembebasan pembayaran UKT bagi mahasiswa yang orang tua atau pihak yang membiayai meninggal dunia karena Covid-19.
Ditemui di tempat terpisah Ahmad Aidil Fahri mengatakan aksi ini dikarenakan ketidakpuasan dari keputusan rektor UINAM “SK yang dikeluarkan oleh rektor UINAM perlu dipertimbangkan kembali, karena tidak rasional sekali jika pengurangan UKT disituasi seperti ini hanya 10% dan juga dengan perasyaratan yang begitu sulit diakses. Kebijakan tersebut bukanlah keringanan tapi bentuk ketidakpedulian kampus kepada mahasiswanya”
Beliau juga menambahkan bahwa fasilitas yang digunakan oleh mahasiswa disemester ini sangat minim “apalagi selama proses perkuliahan berjalan tidak pernah sama sekali adanya pemberian paket kuota kepada mahasiswa untuk melaksanakan proses daring”.
Aksi unjuk rasa ditutup dengan mepenolakan secara simbolik dengan membakar lembaran draft hasil keputusan rektor 491 yang diwakili masing-masing lembaga fakultas “pembakaran SK Rektor 491 merupakan salah satu bentuk penolakan kami atas SK yang dikeluarkan, mengingat poin yang ada dalam SK tersebut sangatlah membebankan mahasiswa dan juga tidak sesuai dengan apa yang diharapkan”
Di akhir orasinya ia menyampaikan akan terus mengawal sampai tutntuan itu diterima dan menjanjikan penolakan tersbut akan berlipat ganda. (fd)
PERNYATAAN SIKAP ALIANSI MAHASISWA UINAM MERESPON SK NO. 491
Perihal keringanan/pengurangan atau bahkan UKT digratiskan selama pandemi sedikit atau banyaknya dijawab oleh pihak Kementerian Agama melalui Surat Keputusan No. 515 tentang keringanan UKT selama pandemi yang resmi dirilis 12 Juni lalu meskipun pihaknya pernah menganulir surat keputusan dengan perihal yang sama April lalu.
Kendati demikian, kehadiran SK No. 515 belum dapat dikatakan final dan siap untuk direalisasikan pada setiap PTKN. Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan seperti letak geografis, UMP/UMK dan profesi kerja. Misalnya antara pulau Jawa dan Sulawesi yang tentu memiliki banyak perbedaan baik dari segi UMP/UMK hingga profesi dominan masyarakat. Di pulau Sulawesi, mayoritas masyarakat berprofesi sebagai buruh tani, petani, peternak dan lain sebagainya sementara itu, profesi pada sektor dunia usaha masih terbilang minim.
Jika kita melirik kembali KMA No. 515 pada bagian syarat atau kriteria bagi mahasiswa yang berhak memperoleh keringanan UKT, lima persyaratan yang ditawarkan hanya diperuntukkan pada dunia usaha. Sementara itu, hampir dapat dipastikan bahwa segala jenis pekerjaan di masa pandemi ini berada diambang krisis seperti petani dan buruh tani yang mengalami polemik pada segi pendistribusian hasil panen.
UIN Alauddin Makassar adalah salah satu PTKIN yang merespon dan menindaklanjuti KMA No. 515 dengan menerbitkan SK No. 491 tentang keringanan UKT mahasiswa. Namun SK ini tidak berlaku bagi mahasiswa secara umum melainkan hanya memprioritaskan mahasiswa yang “terdampak” dengan mengesampingkan tanggung jawab kampus sebagai penyelenggara pendidikan.
Sementara itu Pandemi Covid-19 terjadi secara menyeluruh dan tidak memandang identitas, jabatan atau kelas sosial tertentu tiap individu. Seluruh elemen masyarakat terdampak pula oleh pandemi ini. Pada PMA No. 7 tahun 2018 pasal 1 poin 3 “Uang Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat UKT adalah biaya kuliah yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya”. Tentunya pihak kampus harus melihat pandemi ini secara bijaksana sebagai kondisi force majeure, yakni situasi dan kondisi yang terjadi di luar kemampuan manusia sehingga kerugian tidak dapat dihindari (dilansir dari kajian kritis Aliansi Mahasiswa Pascasarjana Komite Universitas Gadjah Mada).
Selain itu, keringanan 10% untuk setiap nominal UKT dinilai melenceng dari perhitungan unit cost, selain karena tidak berprinsip transparansi kepada publik juga diperparah dengan kurang memperhatikan SSBOPT dan BOPT yang menjadi dasar utama penentuan UKT. Jikalau pimpinan kampus berkata, “berapa sih keringanan atau pengurangan UKT itu?”, maka kita patut menjawab juga, “jangan kan keringanan 10%, 50% pun masih kurang jika memperhitungkan setiap item dalam UKT melalui mekanisme SSBOPT dan BOPT. Yang seharusnya adalah UKT dibebaskan (gratis) selama pandemi”.
Sangatlah wajar jika UKT selama pandemi ini dibebaskan (gratis) sesuai perhitungan UKT-BKT yang diatur dalam PMA No.7 tahun 2018 (untuk PTKN).
Oleh karenanya kami Aliansi Mahasiswa UINAM Melawan Takdir (ALMAUN) menyatakan sikap: MENOLAK SK NO. 491 YANG DIKELUARKAN OLEH PIMPINAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR DAN MENUNTUT PIMPINAN MEMBUKA RUANG AUDIENSI SESEGERA MUNGKIN KEPADA MAHASISWA UNTUK MENENTUKAN KEBIJAKAN UKT MAHASISWA DI MASA PANDEMI.
Comment here