ditulis oleh Justin Akers Chacon
Ekonomi kapitalis global dengan cepat jatuh ke dalam resesi, sebuah proses yang memang sudah berlangsung sebelum pandemi COVID-19 merebak. Dampak dari menyebarnya virus ini telah mengakibatkan penutupan dan penghentian bergilir ke sejumlah besar ekonomi internasional yang berbeda-beda, yang mendorong krisis lebih besar dan sekarang mempengaruhi orang-orang di seluruh dunia.
Fase pertama krisis dipicu oleh kepanikan global 1% (elit terkaya di dunia), terutama di AS, karena kepercayaan diri investor pada fungsi “pasar bebas” mulai buyar. Orang-orang terkaya di pusat-pusat kekuasaan dengan susah payah berusaha menarik kekayaan mereka dari pasar spekulatif sebagai upaya meraih dan menimbun kekayaan mereka di tengah-tengah ketidakstabilan dan ancaman keruntuhan ekonomi yang menjelang. Ini terjadi bahkan sebelum kita mengalami fenomena penimbunan barang-barang kebutuhan pokok.
Saat Laba Diutamakan daripada Kesejahteraan
Struktur sistem kapitalis global atau bahkan tidak terstrukturnya sistem kapitalis global telah mempercepat dan memperparah dampak-dampak pandemi. Model kapitalisme neoliberal yang diterapkan secara luas telah membuat negara tampak vulgar menjadi alat kekuasaan kelas penindas sekaligus alat yang dapat mengeruk keuntungan secara lebih buas, sembari mengesampingkan fungsi sosialnya. Ini secara khusus terjadi di Amerika Serikat, di mana kelas kapitalis yang berkuasa telah menguasai dan sekarang mengendalikan banyak sistem politik secara langsung. Saat berkuasa, fungsi negara kapitalis adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan dibandingkan hal-hal yang berhubungan dengan perencanaan, investasi, atau kesiapan yang tidak menawarkan “pengembalian investasi”. Manajemen negara telah mencermikan manajemen ekonomi melalui kebiasaan untuk mengurangi dan memotong biaya, mengelompokkan pengambilan keputusan dari atas ke bawah, dan menghitung kembali kegunaan semua fungsi berdasarkan ukuran pada kinerja, produktivitas, produksi, dan keuntungan
Krisis ini telah diperparah secara internasional oleh ketidakmampuan atau ketidakmauan pemerintah untuk menggantikan peran perusahaan multinasional dan kapitalis finansial yang memperlakukan setiap krisis sebagai transaksi bisnis dan peluang pertumbuhan. Kepala ekonom OECD mengeluh akhir-akhir ini:
Pasar keuangan telah … [menjadi] … dikacaukan oleh ketidakpastian yang sangat jelas mengenai evolusi virus ini, respons kesehatan global yang sebagian besar tidak terkoordinasi dan konsekuensi ekonomi dan keuangannya. Karena ketidakpastian ini, pasar tidak mampu menetapkan berbagai risiko ataupun ekspektasi-ekspektasi ekonomi. Beberapa ilmuwan mengesankan wabah bisa saja terjadi lagi di akhir tahun, baik karena respon yang tidak terkoordinasi atau apabila tidak ada vaksin atau obat yang tersedia.
Ketika industri dan seluruh ekonomi mulai ditutup, menjadi jelas bahwa tanpa buruh, akumulasi akan terhenti, laba mengering, dan diikuti oleh kebangkrutan yang terus meluas. Ini kemudian memicu kepanikan tambahan yang menyebar ke seluruh penduduk, yang sebagian besar tidak punya saham, reksadana, atau portofolio investasi. Rakyat jelata berjuang untuk memperoleh makanan, memenuhi kebutuhan, dan mendapatkan rasa aman sambil menghadapi berbagai jenis ketidakpastian: kelangkaan, kelaparan, pengangguran, perpindahan dari rumah mereka; dan tentunya, kematian mereka sendiri.
Fase ketiga saat ini berlangsung dalam bentuk perselisihan di antara tenaga kerja. Di banyak negara, negara dan individu kapitalis mendorong jutaan pekerja untuk membahayakan hidup mereka agar kembali bekerja tanpa perlindungan dasar dan diperlukan, atau terus bekerja di tengah pandemi yang menyebar di tempat kerja. Pekerja di beberapa negara telah mulai melakukan pemogokan dan aksi protes lainnya agar mereka tetap hidup.
Tumbal Kapitalisme
Cara bagaimana krisis ini telah terungkap telah menunjukkan sifat mendasarnya. Dalam masyarakat kelas yang dibangun oleh corak produksi kapitalis, kelas berkuasa menganggap dirinya sebagai bangsa sekaligus ekonomi. Karena itu mereka berperilaku menyesuaikan dirinya, dengan berusaha melanggengkan kepentingannya, dan sistem yang mempertahankan kekuasaan mereka. Menyelesaikan krisis, oleh karenanya, menjadi salah satu cara memulai kembali proses akumulasi, dan memulihkan perolehan laba mereka.
Dari perspektif ini, krisis bukanlah hasil dari kurangnya sumber daya atau solusi yang dapat mempertahankan banyak kehidupan, menjaga kesehatan dan keamanan sosial, atau menjamin kesejahteraan mayoritas penduduk. Dalam praktiknya, sudut pandang ini memperlakukan sebagian besar orang, misalnya kelas buruh, sebagai objek yang hanya ada sebagai alat untuk akumulasi modal. Jika tidak “berproduksi”, para pekerja menjadi tidak berguna dan dapat dibuang sebagai tumbal agar kapitalisme tetap berjalan.
Dengan demikian, respons awal dari pusat-pusat terkuat kapitalisme global menunjukkan bahwa satu-satunya solusi adalah mempertahankan dan memulihkan model kapitalisme yang ada. Semua pertimbangan yang lain hanya bersifat sekunder. Ini telah membuka perdebatan di antara para pembuat kebijakan tentang metode mana yang harus diikuti untuk turut serta “menyelamatkan sistem.”
Misalnya, opini yang muncul saat ini dari Partai Republik adalah membiarkan orang-orang yang tidak produktif mati demi menjaga perekonomian tetap berjalan. Keadaan demikian sama saja membuat orang-orang yang “produktif” bekerja sambil membiarkan penyakit mereka menular dan orang-orang “non-produktif” mati (pendekatan fasis untuk mengembangkan “kekebalan gerombolan”). Sisi lain dari perdebatan ini diwakili oleh Partai Demokrat. Kepemimpinan nasional Partai ini juga ingin menopang sistem kapitalis dengan segala cara, tetapi mereka juga menyadari ketidakstabilan sosial ini bisa saja hilang karena perang kelas terbuka dan tanpa pandang bulu. Mereka secara formal menentang pendekatan neo-Malthusian “biarkan-mereka-mati (let-them-die)”, dan telah mendorong dimasukkannya pembayaran skala kecil dan manfaat jangka pendek untuk keluarga kelas pekerja. Meskipun demikian, tidak signifikannya dukungan ini yang sebanding dengan skala dana talangan yang belum pernah ada sebelumnya dan dengan cepat dibongkar untuk kepentingan kelas kapitalis, menunjukkan di mana prioritas dan keberpihakan kelas mereka berada.
Sementara itu, ekonomi AS terus menyusut pada tingkat yang jauh lebih buruk daripada resesi global tahun 2008. Para pengamat memproyeksikan ekonomi AS akan menyusut hingga 24% menjelang akhir kuartal kedua 2020, yang akan menjadikannya penurunan tunggal terbesar yang tercatat. Prediksi lainnya bahkan jauh lebih tajam, berkisar antara 30-50%.
Keruntuhan seperti ini akan menghasilkan skala penderitaan yang belum pernah dirasakan sebelumnya oleh masyarakat yang kemungkinan akan terus berlanjut hingga bertahun-tahun atau bahkan dari generasi ke generasi — jika mereka juga tidak segera diselamatkan. Pengangguran diproyeksikan akan naik di AS, memengaruhi hingga 37 juta pekerja dalam tahun-tahun berikutnya. Jutaan buruh dan keluarga mereka akan mengalami kerugian di semua lini kehidupannya, dimulai dengan kerusakan akibat virus COVID-19 itu sendiri. Berbagai model kelangkaan sudah menghantui masyarakat dalam bayang-bayang karantina wilayah (lock-down), dengan kekhawatiran dan ketidakpastian tentang banyak kejatuhan yang tak bisa dihindari termasuk himpitan utang yang akan terakumulasi, pengangguran yang berkepanjangan atau setengah pengangguran, kehilangan rumah, kurangnya perawatan kesehatan yang memadai, dan ancaman lebih lanjut yang tidak terdefinisikan di masa depan
Melalui negara mereka, kaum 1% alias elit terkaya ini sedang mempersiapkan sekoci penyelamat untuk menyelamatkan diri mereka sendiri dan sistem kapitalisme yang menyertainya serta membiarkan kita tenggelam.
Pemberian Dana Talangan merupakan Normalitas Baru Kapitalisme
Korporasi dan investor yang siap mendapatkan suntikan besar uang publik dalam beberapa minggu ke depan tidaklah sedang mengalami anemia ataupun berada di ambang kehancuran. Mereka digelontori dengan uang tunai, sebuah fenomena yang hanya dengan jelas muncul sejak Resesi Hebat tahun 2008. Sementara ada perdebatan dan ketidaksepakatan tentang jumlah dana talangan yang diterapkan di bawah pemerintahan Bush dan Obama (perlu diingat bahwa ini setelah menghitung “pembayaran-balik,” setelah kembali ke profitabilitas untuk perusahaan yang ditalangi), sebuah studi MIT menyimpulkan bahwa pembagian terbesar dari perkiraan pembayaran $ 500 miliar digunakan untuk membiayai para kapitalis, yaitu,
Para kreditor besar dan tanpa jaminan dari lembaga keuangan besar. Meskipun identitas mereka yang sebenarnya belum dipublikasikan, sebagian besar kemungkinan adalah investor institusi besar seperti bank, dana pensiun dan reksadana, perusahaan asuransi, dan para penguasa.
Kemudian, orang-orang kaya ini juga telah diberikan pemotongan pajak besar-besaran selama dua dekade terakhir. Pemotongan pajak pada masa Bush yang berlangsung dari tahun 2001-2010 diperkirakan telah memberikan $ 2,5 triliun ke orang-orang terkaya. Pemotongan pajak pada masa Trump tahun 2017 merupakan pemberian lainnya kepada orang-orang super kaya, senilai sekitar $ 2 triliun sampai tahun 2028.
Bahkan, sudah ada langkah-langkah yang para kapitalis ini bisa ambil untuk mengurangi kerugian jauh sebelum mereka kehabisan simpanan. Diperkirakan orang terkaya di dunia ini sudah menimbun sekitar 10% dari total produk domestik bruto global, sekitar $ 8 triliun dolar, dalam rekening-rekening bebas pajak mereka di luar negeri.
Sejak krisis keuangan terakhir, bank-bank AS terbesar sendiri menimbun $ 2,9 triliun dalam “aset-aset cair yang berkualitas tinggi.” Banyak perusahaan dan investor perorangan telah mengumpulkan begitu banyak simpanan sehingga mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan simpanan tersebut, kemudian menerima solusi cara-cara penggunaannya agar dapat lebih tinggi lagi menumpuk gunung kekayaan individual untuk kelas mereka.
Misalnya, banyak perusahaan-perusahaan terkaya telah berpartisipasi dalam hiruk-pikuk “pembelian saham kembali” selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah praktik yang digunakan perusahaan yang digelontori uang tunai untuk membeli kembali saham mereka sendiri dari pasar alih-alih menabung atau berinvestasi dalam kapasitas yang lebih produktif. Ini merupakan taktik yang digunakan dalam mentransfer kembali kekayaan kepada pimpinan eksekutif dan pemegang saham mereka dengan meningkatkan tingkat pendapatan keuntungan dalam bentuk uang yang diperoleh, setara dengan hasil yang lebih tinggi dan tingkat keseluruhan pajak yang lebih rendah. Banyak perusahaan bahkan telah mengambil banyak utang baru dalam beberapa tahun terakhir untuk membiayai transfer kekayaan ini. Pinjaman murah jadi tersedia secara luas karena ada begitu banyak uang yang dibuat dan ditanamkan kembali dalam pinjaman spekulatif dengan biaya pinjaman sangat rendah. Seorang pengamat mengamati dengan seksama, hal ini sekarang berlaku untuk beberapa perusahaan yang menyerukan diberikannya dana talangan: “kegagalan menyisihkan uang untuk masa-masa sulit artinya banyak perusahaan sekarang bertahan dengan mengandalkan bantuan yang diambil dari para pembayar pajak.”
Beberapa ekonom yang gelisah sudah khawatir bahwa kasino kapitalis tersebut akan mengalami masalah saat munculnya resesi. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Harvard Business Review,
Penyebab utama kekhawatiran ini adalah triliunan dolar yang telah dihabiskan perusahaan-perusahaan besar AS dalam pembelian-pembelian ulang di pasar bebas – alias “pembelian kembali saham” – sejak krisis keuangan satu dekade lalu. Pada tahun 2018 saja, dengan laba perusahaan yang disokong oleh Pajak Pemotongan dan Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2017, perusahaan dalam Indeks S&P 500 memiliki nilai total $ 806 miliar dalam transaksi pembelian kembali tersebut, $ 200 miliar lebih tinggi dari rekor sebelumnya saat ditetapkan pada tahun 2007. $ 370 miliar yang perusahaan-perusahaan ini buat pada paruh pertama tahun 2019 dalam pembelian kembali ini berada pada langkah total pembelian kembali tahunan yang merupakan kedua setelah 2018. Ketika perusahaan melakukan pembelian kembali tersebut, mereka menghilangkan tanggung jawab mereka sendiri dalam membayar utang mereka (likuiditas) yang mungkin bisa membantu mereka mengatasi masalah ketika penjualan dan laba mengalami kemerosotan dalam situasi penurunan ekonomi.
Berbagai perusahaan juga baru saja mulai mengurangi pembayaran dividen (sebagian keuntungan) mereka kepada para investor, yang hanya menyesuaikan diri karena hal tak mengenakkan membayar miliaran kepada para pemegang saham sementara secara bersamaan memohon dukungan kepada pemerintah. Pemotongan yang diumumkan sejauh ini oleh perusahaan-perusahaan AS di tahun ini telah mencapai $ 10 miliar, yang berarti hanya pengurangan total 1,9% hingga sekarang. Perusahaan-perusahaan kapitalis keuangan terkaya yang punya banyak uang tunai, seperti Goldman Sachs, telah menunjukkan bahwa mereka dapat dengan mudah memindahkan miliaran dolar untuk menutup lubang bahkan tanpa berkedip sekalipun.
Perusahaan-perusahaan asuransi, yang seolah-olah ada untuk membantu masyarakat selama masa krisis, juga menempatkan diri meminta dana talangan ini. Terlepas dari kenyataan bahwa berbagai perusahaan besar telah menghasilkan banyak keuntungan dan memperoleh beragam aset selama dua dekade terakhir. Survei yang baru-baru ini dilakukan oleh perusahaan asuransi jiwa internasional terbesar menunjukkan bahwa saham mereka runtuh bukan karena pembayaran yang mereka lakukan untuk korban COVID-19, tetapi karena mereka telah menginvestasikan keuntungan mereka sebelumnya ke pasar spekulatif! Mereka sudah menghitung bahwa mereka memiliki dana yang ada untuk membayar klaim asuransi kematian klien mereka (berdasarkan proyeksi terkini), tetapi tidak akan bisa menutup kerugian besar investasi mereka.
Pencurian Terbesar dalam Sejarah
Krisis saat ini dimulai di pusat-pusat terkaya kapitalisme, dan kemudian menyebar ke seluruh dunia dengan risiko yang mematikan dari virus Covid-19. Secara berurutan, kelas penguasa kapitalis di negara-negara lain dengan cepat menyelewengkan sumber daya publik menjadi dana talangan untuk melayani dirinya sendiri dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemerintah AS sejauh ini telah mengalokasikan atau menjanjikan sampai $ 4-6 $ triliun kepada para kapitalis AS dalam bentuk jaminan pinjaman, pembelanjaan utang, paket stimulus, dan beragam metode lainnya untuk secara langsung ataupun tidak langsung menyelewengkan kekayaan publik kepada para investor dan perusahaan-perusahaan kapitalis.
Misalnya, the Federal Reserve bank bergerak menjelma menjadi tulang punggung dan penjamin sistem perbankan berorientasi laba yang sedang kolaps, dengan memberikan jaminan sepenuhnya untuk memastikan dan menjamin stabilitas dan juga pemulihan bank dan perusahaan investasi terbesar melalui krisis ini. Dalam beberapa minggu terakhir, ia telah memangkas suku bunga, menghilangkan persyaratan simpanan pada semua bank, menurunkan suku bunga yang dikenakan bank untuk meminjamkan, memperpanjang jangka waktu pinjaman, dan menanamkan $ 1,5 triliun ke pasar uang untuk “memasok likuiditas ke bank sehingga mereka dapat memenuhi penarikan kredit dan mengurangi tekanan neraca awal.” Dengan kata lain, ia menjamin mereka untuk terus beroperasi.
The US Federal Reserve juga telah berkomitmen dalam pembelian perbendaharaan AS yang tidak terbatas dan sebagian besar keamanan yang didukung kredit atau hipotek (awalnya menawarkan sampai $ 700 miliar), dan telah berjanji untuk secara langsung membeli utang perusahaan jika dan bila diperlukan. The Fed juga telah berkoordinasi dengan bank sentral, mitra sekutunya di Jepang, Eropa, Inggris, Kanada, dan Swiss untuk menurunkan biaya dalam meminjamkan dolar secara internasional.
Perusahaan di hampir setiap industri telah mengambil keuntungan dari penawaran kredit yang bersubsidi ini – bukan untuk membuat para pekerja tetap bekerja dengan semangat “kita-semua-bersama-sama-menghadapi-masalah-ini” – tetapi tapi untuk menyokong simpanan-simpanan mereka sendiri dan menjaga harta mereka saat badai menerpa.. 130 perusahaan multinasional yang beroperasi di Eropa dan Amerika telah menarik setidaknya $ 124,1 miliar melalui pemberian uang tunai yang cepat ini. Setelah memperoleh uang tersebut, banyak yang kemudian menutup operasi mereka dan memberhentikan para pekerjanya. Misalnya, “Ford meminjam $ 15,4 miliar dan mengumumkan akan menutup pabrik untuk menghemat uang, Anheuser-Busch InBev mengumpulkan $ 9 miliar ketika keran berhenti mengalir, dan pemilik TJ Maxx, TJX dan Kohl masing-masing mendapat $ 1 miliar ketika mereka menutup perdagangan mereka.”
Pemerintah AS baik kaum Republiken yang menguasai kabinet maupun Demokrat yang menguasai Kongres, pada prinsipnya kemudian menyetujui “stimulus” sebesar $ 2 triliun yang sebagian besar setara dengan pembayaran tunai untuk operasi bisnis berorientasi laba. Korporasi-korporasi penerbangan AS, misalnya, telah menuntut $ 50 miliar dolar dalam subsidi wajib pajak sebagai syarat untuk menutup operasi mereka agar mematuhi larangan perjalanan – dan sekarang mereka akan menerima $ 50 miliar. Setengah triliun dolar dana talangan telah diperuntukkan untuk dana talangan bagi setiap industri.
Sementara itu, Bank Sentral Eropa telah memainkan perannya dengan menjanjikan € 750 miliar euro (lebih dari $ 818 miliar) untuk membeli utang pemerintah dan korporasi hingga akhir tahun 2020 saja. Ini terjadi setelah suntikan € 120 miliar euro ($ 130 miliar) di awal minggu sebelum dan sesudah ia selesai menawarkan kepada pemberi pinjaman sejumlah € 3 triliun uang tunai dengan suku bunga negatif. Pemerintah di seluruh dunia, dari Selandia Baru hingga Arab Saudi secara langsung juga melakukan hal yang sama dalam memberikan talangan kepada para kapitalis mereka, secara bersama-sama melakukannya demi kepentingan pribadi, yang mana merupakan pencurian kekayaan publik terbesar dalam sejarah.
“Peluang investasi yang baik”
Model penalangan saat ini tidak hanya dirancang untuk menopang sistem kapitalisme yang telah gagal, tetapi juga dibuat untuk menyelewengkan kekayaan publik ke kepentingan pribadi. Seperti setelah tahun 2008, ini berarti semakin kaum 1% alias elit-elit terkaya yang ada dan bahkan menambahkan penghasilan baru ke jajaran orang-orang penindas kaya-raya ini. Susunan pemerintahan Trump menggambarkan hasil siklus terakhir proses ini dengan berbagai macam hal. Misalnya, Sekretaris Keuangan saat ini, Steve Mnuchin, adalah seorang bankir investasi dan mantan eksekutif Goldman Sachs yang muncul dari krisis ekonomi terakhir dan dinobatkan sebagai miliarder. Ini terjadi karena kombinasi “penempatan” dalam keluarganya yang mendapatkan keuntungan dari proses ini dan juga akses informasinya terhadap dana talangan pemerintah kepada kelompok investasi pribadinya. Kelompok ini diberikan akses dari dalam untuk membeli ribuan rumah yang diambil alih karena uang, hanya untuk kemudian menjualnya kembali untuk keuntungan yang lebih besar, dalam banyak kasus dengan mendorong keluar keluarga-keluarga miskin. Tidak mengherankan bahwa ia menyebut pandemi saat ini sebagai “peluang investasi yang besar.”
Kelas buruh dan rakyat miskin dipaksa menanggung kesengsaraan akibat krisis kapitalisme terkini ini. Hingga kini, tidak ada diskusi berarti untuk memberikan bantuan langsung kepada jutaan orang yang paing membutuhkan, selain dana stimulus lewat cek pemerintah (sebagai potongan pajak dini) yang dijanjikan hingga $ 1.200. Bagi mereka yang benar-benar bisa mendapatkan jumlah uang yang tidak begitu besar ini, uang tersebut hanya akan memberikan bantuan sementara dan dengan cepat akan kembali ke tangan para kreditor yang sama selagi masalah-masalah struktural masih tetap ada. Misalnya mereka yang terjerat hutang, terlambat bayar cicilan, bisa disita stimulusnya tanpa sempat menggunakan dana itu untuk kebutuhan sehari-hari di masa pandemi dengan segala macam permasalahannya. Ini meliputi: bagaimana agar rakyat tetap bekerja, di rumah mereka, di sekolah, dan dengan keadaan sehat.
Tidak ada solusi berdasarkan sistem kapitalisme yang tersedia untuk krisis yang dialami oleh para pekerja hari ini, kecuali untuk mematahkan anggapan salah dan kosong bahwa “apa yang baik untuk pengusaha, baik juga untuk pekerja.” Lagipula, mendistribusikan kembali kekayaan dari atas ke bawah bertentangan dengan sifat ekonomi kapitalis. Sumber kehidupan kapitalisme bergantung pada mayoritas orang yang dieksploitasi karena pekerjaan mereka, membuat mereka bisa ditelantarkan kapan saja ketika mereka tidak bisa bekerja, dan memaksa mereka memikul beban utang sepanjang hidupnya.
Solusi alternatif dari krisis ini tidak lain adalah sistem sosialisme, yang menempatkan setiap orang di atas keuntungan dalam segala perhitungannya. Kondisi ini mensyaratkan alat-alat produksi – tonggak penting ekonomi kapitalis yang sedang goyah kini – harus dinasionalisasi dan produksi dan perencanaan pun didemokratisasikan. Hal ini juga mengharuskan cadangan kekayaan melimpah yang saat ini sedang dikumpulkan oleh negara-negara dan ditimbun oleh kaum elit 1%, disosialisasikan (dibuat jadi milik bersama) dan didistribusikan kembali berdasarkan pemenuhan kebutuhan seluruh rakyat.
Naskah diambil dari website Puntorojo. Dapat diakses melalui Bailouts are class warfaree dimuat pada 26 Maret 2020. Diterjemahkan oleh Tirta Adi Wijaya.
Comment here