Ditulis oleh Tom Bramble
Pandemi COVID-19 semakin tidak terkendali dan mendatangkan malapetaka di seluruh dunia. Jelas sekarang bahwa kita menghadapi bukan hanya ribuan kematian, tetapi ratusan ribu atau lebih.
Lansia ditemukan meninggal di rumah mereka, tidak dapat menjangkau perawatan medis. Kaum muda datang ke rumah sakit dengan gejala tetapi ditolak tanpa dites dan meninggal di rumah pada hari berikutnya. Mayat ditumpuk di truk berpendingin. Dampak dari virus ini berlipat ganda dengan tidak memadainya sistem kesehatan masyarakat, yang dibanjiri oleh banyaknya kasus baru.
Jika situasinya buruk di Inggris dan Eropa, dengan sistem kesehatan mereka secara substansial berdasarkan pada penggunaan publik, akan terlihat jauh lebih buruk di AS di mana motif keuntungan dan kepentingan perusahaan asuransi kesehatan swasta mendominasi. Anthony Fauci, direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular dan anggota Satuan Tugas Koronavirus Gedung Putih, memperkirakan bahwa jumlah korban jiwa di AS saja bisa mencapai 200.000.
Di negara-negara yang lebih miskin, situasinya dapat berakhir secara dramatis lebih buruk daripada bencana di Barat. Para ahli epidemiologi tidak tahu seberapa luas penyebaran virus di daerah-daerah tersebut. Sebagai contoh, Afrika sub-Sahara, rumah bagi 1 miliar orang, telah mencatat hanya 4.000 kasus dan 127 orang meninggal. India, dengan populasi 1,3 miliar, hanya 1.000 kasus dan 27 tewas. Indonesia, populasi 260 juta, 1.300 kasus dan hanya 114 meninggal. Dapat dibayangkan bahwa banyak lagi kasus yang belum ditemukan. Tidak mungkin percaya bahwa situasinya tidak akan menjadi lebih buruk. Di sub-Sahara Afrika pada awalnya hanya ada dua laboratorium di seluruh wilayah yang mampu melakukan tes yang diperlukan untuk virus. Di seluruh benua Afrika, layanan kesehatan telah digerogoti oleh beberapa dekade program penyesuaian struktural International Monetary Fund.
Tanpa vaksin, dua rekomendasi kesehatan masyarakat yang paling penting untuk meminimalkan penyebaran COVID-19 adalah cuci tangan dan isolasi sosial. Tetapi bagaimana isolasi sosial dapat bekerja untuk puluhan juta orang miskin di India atau Kenya, dijejalkan bersama di beberapa daerah kumuh terbesar di dunia? Di Afrika Selatan, di mana di perkampungan miskin atau ilegal, ratusan orang hanya memiliki tiga pipa air untuk mereka, bagaimana mereka harus mencuci tangan? Di Jalur Gaza Palestina, tempat hampir 2 juta orang dijejalkan bersama di penjara udara terbuka terbesar di dunia, staf rumah sakit berjuang melawan dampak bertahun-tahun blokade Israel.
Dan di sini di Australia, di “Dunia Ketiga” kita sendiri, isolasi diri adalah hal yang mustahil bagi orang Aborigin dimana 20 orang tinggal di sebuah rumah di Alice Springs. Dalam keadaan seperti itu, Aborigin lansia yang lemah pada mesin dialisis sangat rentan tanpa area aman di rumah mereka di mana mereka dapat melakukan perawatan atau pemulihan. Masyarakat adat yang telah mengalami gangguan kesehatan di tempat penampungan di luar Australia Tengah, sekarang lockdown, menderita akibat layanan pemerintah yang tidak memadai dan kurangnya makanan segar yang murah dan berkualitas. Wabah COVID-19 dapat dengan mudah menghancurkan komunitas-komunitas rentan ini.
Penjara dan pusat penahanan Australia adalah bencana COVID-19 lain yang menunggu untuk terjadi, ribuan orang ditahan dan berbagi fasilitas bersama.
Sisi lain dari bencana adalah krisis ekonomi yang dipicu oleh virus. Semua ekonomi besar runtuh. Bank investasi Morgan Stanley memperkirakan bahwa ekonomi AS akan menyusut 30 persen antara April dan Juni. Situasinya serupa di Eropa. Pengangguran meroket di AS, lebih dari 3 juta orang mendaftar sebagai pengangguran pada minggu keempat bulan Maret. Mereka yang akan kehilangan pekerjaan mereka termasuk beberapa pekerja yang paling diperas dengan sedikit tabungan atau layanan pemerintah untuk membantu mereka bertahan hidup. Semua mengatakan, ini akan menjadi salah satu krisis terbesar dalam sejarah kapitalisme, Great Depression ditambah steroid.
Respons awal pihak berwenang, yang tugasnya melindungi masyarakat dan menjaga kesehatan masyarakat (atau begitulah kata mereka kepada kami), adalah meremehkan krisis karena khawatir bahwa tindakan apa pun untuk membatasi penyebaran virus akan menghambat produksi dan sirkulasi modal. Pemerintah Tiongkok, sekarang membual tentang keberhasilannya dalam menjinakkan pandemi, menyangkal luasnya masalah selama berminggu-minggu dan menganiaya pelapor pelanggaran medis. Di AS, Trump awalnya mengejek saran bahwa virus Corona adalah ancaman – itu adalah “tipuan Demokrat”, itu semua akan berakhir dengan sangat cepat. Lambatnya respons berarti jumlah korban yang jauh lebih besar tidak bisa dihindari daripada jika tindakan cepat dilakukan sejak awal.
Kesombongan itu biasanya diikuti dengan penerapan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang serius seiring semakin jelas bahwa masa depan menghasilkan-keuntungan dipertanyakan oleh pandemi. Ejekan Trump terhadap kekhawatiran membuka jalan bagi deklarasi darurat nasional pada pertengahan-Maret. Di Inggirs, perdana menteri Boris Johnson enggan melakukan apapun berminggu-minggu, kemudian mengatakan kepada rakyat untuk berharap jutaan terjangkiti virus sebagai bagian dari rencana “kekebalan kelompok”, kode untuk kematian massal, dan hanya setelah reaksi balik publik besar-besaran menggeser dalam satu malam kebijakannya menjadi langkah-langkah dramatis, termasuk lockdown yang luas.
Tema umum dari semua respon adalah bahwa kepentingan bisnis diprioritaskan daripada kepentingan kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Lihat saja paket stimulusnya. Biasanya beberapa kebijakan untuk pekerja dimasukan, tetapi bagi bisnis mereka jauh lebih murah hati. Kongres AS menyetujui langkah-langkah senilai $ 2 triliun, tetapi hanya $ 500 miliar yang diambil untuk membantu pekerja secara langsung.
Dukungan jangka-pendek untuk penghidupan kelas pekerja sebagian besar dalam dalam kerangka sebagai jalan untuk menjaga bisnis tetap bertahan dengan meningkatkan daya beli, ketimbang memperhatikan kepentingan jangka-panjang kelas pekerja – misalnya sebagai contoh, kenaikan jaminan kesejahteraan selama 6 bulan, ketimbang kenaikan permanen.
Kaum kapitalis terus berusaha menemukan cara untuk melemahkan langkah-langkah kesehatan masyarakat. Di negeri demi negeri , kita memiliki situasi yang tidak masuk akal di mana seluruh populasi seharusnya lockdown, pertemuan sosial dilarang, namun pekerja diharapkan untuk naik angkutan umum dan pergi bekerja di mana mereka akan diminta untuk bekerja berdampingan dengan ratusan, bahkan ribuan orang lainnya.
Ketika pemerintah membuat daftar terbatas industri-industri esensial yang diizinkan untuk terus beroperasi selama penghentian proses produksi, para bos selalu segera menelepon ke menteri-menteri pemerintah menuntut agar industri mereka juga ditambahkan ke dalam daftar. Inilah sebabnya mengapa Trump, yang baru saja memberlakukan serangkaian pembatasan kehidupan publik, dalam beberapa hari berbicara tentang menghentikannya, menunjukkan bahwa kehidupan akan mulai kembali normal saat Paskah. Tidak ada yang boleh menghalangi dolar yang mahakuasa.
Pemerintah semangat berbicara tentang langkah-langkah biaya triliunan untuk memulihkan “stabilitas ekonomi” tetapi jarang membuat pengumuman konkret tentang meningkatkan sistem kesehatan. Tiongkok mampu membangun dua rumah sakit lapangan hanya dalam 10 hari, tetapi para pemimpin Barat telah jauh tertinggal. Sumber daya selalu ada untuk jet tempur dan kapal selam baru, tetapi pekerja medis harus menunggu dalam antrean dan memohon ventilator selama krisis kesehatan masyarakat.
Dalam banyak kasus, langkah-langkah kesehatan masyarakat yang diperlukan disertai dengan batasan-batasan terhadap kebebasan sipil dasar kita termasuk, di Australia, penangguhan parlemen selama lima bulan dan kekuasaan berdasarkan dekrit.
Kapitalis mengambil keuntungan dari situasi ini tidak hanya untuk melobi bantuan besar-besaran pemerintah namun juga untuk menghilangkan upah dan kesejahteraan pekerja. Mereka ingin memastikan bahwa bukan mereka yang akan menanggung beban krisis ini. Jadi ada PHK, pemotongan upah, pekerja dikirim ke tempat kerja yang tidak aman untuk menghemat syarat-syarat K3.
Para bos ingin membangun harapan baru ketika krisis terburuk berlalu, sama seperti yang terjadi dengan krisis keuangan 2008-09 di Eropa, di mana butuh satu dekade bagi pekerja untuk memulihkan upah yang hilang. Hutang publik yang ditumpuk oleh pemerintah untuk membantu bisnis besar kemudian digunakan untuk membenarkan terus menerus kebijakan pemotongan dana jaminan sosial kelas pekerja. Kita dapat mengharapkan hal yang sama kali ini.
Krisis adalah bukti bahwa kita perlu membalikkan keseluruhan sistem. Kita perlu menyingkirkan sistem kapitalis. Kita membutuhkan sosialisme sebagai gantinya – sebuah masyarakat yang didasarkan pada kebutuhan manusia, bukan keuntungan perusahaan, di mana kesehatan masyarakat diletakkan di atas “ekonomi”.
Tetapi sosialisme tidak akan jatuh dari langit. Juga tidak akan terjadi melalui tindakan pemerintah. Dibutuhkan perlawanan terhadap kapitalis dan pemerintah mereka. Kita perlu membangun solidaritas dan persatuan di jajaran kelas pekerja dan rakyat tertindas. Kita perlu memobilisasi semangat gerakan buruh: “satu terluka, semua terluka.” Kita harus membela yang paling tertindas. Kita tidak bisa meninggalkan siapa pun. Pekerja dan rakyat tertindas harus membela dirinya
Ini sama sekali tidak sama dengan jenis “persatuan nasional” yang suka dipromosikan pemerintah. Ini bukan tentang “Spirit of the Blitz” seruan Boris Johnson. Ini bukan tentang persatuan semua orang dari miliarder hingga pengemis tunawisma.
Kita tidak “bersama-sama dalam situasi ini”, seperti yang seharusnya jelas terlihat dari tindakan manajemen senior di Qantas yang mengambil $ 715 juta dari pemerintah dan segera memecat 20.000 pekerja, dua pertiga dari seluruh tenaga kerja. Kami tidak berdiri bersama Gerry Harvey yang senang melihat panic buying yang disebabkan oleh virus sebagai peluang bisnis yang luar biasa. “Penjualan kami naik 9 persen pada tahun lalu”, kata bos Harvey Norman dengan gembira. “Penjualan pendingin kami naik 300 persen. Dan bagaimana dengan pembersih udara? Naik 100 persen! ” Menghasilkan uang dari kesengsaraan orang lain.
Solidaritas kita tidak dengan para jutawan yang kembali dari perjalanan mereka ke Aspen atau resor mewah lainnya hanya untuk menyebarkan virus lebih jauh dan luas dengan menolak untuk mengisolasi diri. Sebagian besar dari kita tidak menikmati hak istimewa yang diberikan kepada orang-orang seperti Pangeran Charles, Boris Johnson dan Peter Dutton, yang tahu bahwa mereka akan segera dites dan menikmati perawatan medis terbaik yang mungkin ketika mereka melaporkan gejala virus.
Kita juga tidak bisa lepas dari virus dengan terbang ke bagian dunia yang sepi. Kita tidak mendiami dunia yang sama dengan produser rekaman AS David Geffen, kekayaan bersih US $ 7,7 miliar, yang memposting di Instagram foto kapal pesiarnya yang bernilai US $ 590 juta berlabuh di Hindia Barat dengan komentar: “Matahari tenggelam tadi malam… Diisolasi di Grenadine menghindari virus. Saya harap semua orang tetap aman .”
KIta ingin menyampaikan pendapat bagaimana krisis saat ini harusnya ditangani, namun para politisi menangguhkan parlemen selama lima bulan, kita bahkan lebih tidak berpengaruh terhadap proses politik. Itu kecuali kita adalah eksekutif atau CEO pertambahan yang ditunjuk menjadi Komisi Koordinasi Covid-19 Nasional baru dari pemerintahan Morrison.
Kita menghadapi krisis global di dunia di mana satu persen orang terkaya mengendalikan lebih dari setengah kekayaan dunia, sementara 80 persen terbawah hidup dengan kurang dari 5 persen.
Jika orang kaya tidak akan melakukan hal yang benar, pekerja punya kemampuan untuk bertindak. Seiring krisis menggigit, kita melihat pekerja berjuang untuk hak-hak mereka. Di Italia, aksi oleh pekerja memaksa salah satu federasi serikat pekerja besar untuk melakukan pemogokan umum pada 25 Maret. Di Prancis, para pekerja di gudang Amazon menyerukan ijin sakit bersamaan untuk menekan bos mereka menyediakan peralatan pelindung, seperti halnya pekerja galangan kapal di pantai Atlantik.
Di utara Irlandia, pekerja pemrosesan makanan mogok menuntut perlindungan kesehatan yang lebih. Di Amerika Serikat, telah ada aksi oleh pekerja di industri otomotif, oleh pekerja daging, pekerja Amazon di New York, pekerja pos, pekerja sanitasi, dan bahkan pekerja kontraktor pertahanan besar.
Perlawanan terhadap kurangnya layanan kesehatan telah pecah bahkan dalam keadaan yang paling menyedihkan: di penjara di Brasil dan Kolombia dan di tiga pusat penahanan imigran di AS, di mana migran melakukan mogok makan untuk sanitasi yang lebih baik.
Tetapi sisi lain dari perlawanan adalah upaya oleh kaum minoritas yang memiliki hak istimewa untuk mempertahankan kekuasaan mereka dengan mengunakan kambing hitam untuk mencegah kita bersatu melawan mereka.
Itu sebabnya Trump membuat titik berbicara tentang “virus Tiongkok.” Identifikasi virus dengan Tiongkok telah menghasilkan gelombang serangan dan pelecehan terhadap orang-orang Tiongkok di Inggris, AS dan Australia. Dan bahasa Trump membantu memperkuat kondisi Perang Dingin yang sedang dikembangkan oleh penguasa politik dalam menyiapkan penduduk untuk bentrokan militer dengan pesaing imperialis baru Amerika. Ketika kita mengatakan, “satu terluka, semua terluka,” itu termasuk pengungsi dan imigran. Solidaritas berarti menentang upaya-upaya untuk menabur perpecahan di barisan kita.
Kita sekarang, secara harfiah, berjuang untuk hidup kita. Sistem gagal. Tidak ada jalan untuk kembali ke keadaan semula, tidak ada kembali ke “normal” karena “normal” yang telah membawa kita pada krisis ini – normalitas dunia di mana kebutuhan dasar, bahkan hak untuk hidup, menjadi sasaran perhitungan dingin dari kelas kapitalis. Kita telah melihat hasil dari pekerjaan mereka: krisis lingkungan hidup dan ancaman kepunahan massal, ratusan ribu, mungkin jutaan terbunuh oleh virus dan puluhan juta dibuang dari pekerjaan dan generasi pekerja dibuang sia-sia.
Mereka yang bertanggung jawab untuk ini harus membayar kejahatan mereka. Kekayaan dan kekuasaan mereka harus dirampas dari mereka dan dunia baru yang memprioritaskan kebutuhan publik, kesehatan masyarakat dan kehidupan yang layak untuk generasi saat ini dan masa depan diberlakukan. Waktu untuk memperjuangkannya adalah sekarang.
Naskah diambil dari website Red Flag. Dapat diakses melalui We need solidarity and socialism to confront this disaster dimuat pada 31 Maret 2020. Diterjemahkan oleh Lintang Anjaya, anggota Lingkar Studi Sosialis dan Kader Perserikatan Sosialis.
Comment here