Yogyakarta, Minggu 08 Maret 2020, sejak pukul 10:00 ratusan massa yang tergabung dalam Komite IWD 2020 berkumpul di sekitar Tempat Parkir Abu Bakar Ali. Massa aksi yang terhimpun dari berbagai organisasi dan individu-individu pro-kesetaraan tersebut bersiap untuk aksi long march menuju Titik 0 KM Yogyakarta, Jalan Malioboro. Aksi tersebut diselenggarakan dalam rangka memperingati Internasional Women’s Days 2020, yang secara rutin diperingati pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya.
Organisasi yang terlibat dalam aksi International Women’s Days 2020 adalah LBH Yogyakarta, LSS, Srikandi UGM, Srikandi UII, Plush, Siempre, CMY, JPY, AMP, Perempuan Mahardhika YK, Women’s March YK, Distraksi, Kolektif Tanpa Nama, IWAYO, Lavender Study Club, Perserikatan Sosialis, Api Kartini, AJI Yogyakarta, UMY Bergerak, SP Kinasih, SERBUK, ASBAK, SRILI, SAPDA, IMM DIY, BEM KM UNISA, DEMA FISIPOL UGM, Girls Up UGM dan Individu-Individu pro-demokrasi.
Sebelum massa aksi melakukan long march menuju titik aksi, sekitar pukul 10:15 polisi melakukan tindakan represif dengan melarang poster, spanduk ataupun bendera terkait dengan LGBT, Papua Barat serta HTI. Ini jelas mengada-ada karena beberapa hari sebelumnya terjadi aksi yang terkait HTI dan dibiarkan oleh aparat kepolisian. Polisi sendiri sudah bekerjasama dan memelihara kelompok-kelompok fundamentalis kanan. Sementara kebebasan orientasi seksual bahkan tuntutan hak menentukan nasib sendiri adalah bagian dari demokrasi bagi kelas buruh dan rakyat tertindas.
Pada pukul 10:30, aparat kepolisian juga berupaya menggunakan seksisme serta politik identitas untuk memecah belah gerakan. Polisi menanyakan mengenai hadirnya laki-laki dalam aksi ini, mereka menganggap bahwasanya aksi hari Perempuan Internasional harusnya hanya ada peserta perempuan saja, dan menganggap para peserta aksi sudah menyalahi aturan yang ada karena tidak sesuai dengan laporan yang mereka terima sebelumnya.
Setelah beberapa aksi intimidasi aparat tersebut akhirnya peserta dapat berbaris secara teratur mengikuti mobil komando yang ada di depan peserta aksi. Namun, sekitar puku 11:05, ketika massa aksi sudah memulai aksi long march, pihak kepolisian kembali merepresi salah satu barisan dikarenakan mengibarkan bendera pelangi, pihak kepolisian berdalih bahwa bendera tersebut harus diturunkan karena akan menimbulkan ketidaknyamanan untuk warga di sekitar lokasi aksi long march. Tentu saja hal tersebut merupakan salah satu tindakan pembungkaman demokrasi yang dilakukan oleh polisi. Dengan diskusi yang lumayan a lot, akhirnya massa aksi mengalah untuk menunda pengibaran bendera pelangi lalu melanjutkan aksi long march menuju titik aksi.
Pukul 11:15 peserta aksi akhirnya dapat memulai aksi long march tanpa represi dari polisi. Aksi tersebut dimulai dengan dinyanyikannya lagu Internationale sambil peserta mengangkat poster serta bendera, uniknya pada tahun ini ada barisan merah yang memimpin di depan massa aksi dengan inisiasi yel-yel serta lagu-lagu yang dibawanya. Sepanjang perjalanan aksi long march, massa aksi meneriakkan yel-yel untuk segera disahkannya RUU PKS serta yel-yel untuk penolakan Omnibus Law.
Di depan kantor DPRD Yogyakarta, ada perwakilan kawan perempuan peserta aksi yang berorasi tentang tertindasnya kaum perempuan, pelecehan seksual yang terus berlangsung serta semakin tertindasnya perempuan dengan adanya RUU Ketahanan Keluarga yang baru-baru ini masuk prolegnas. Dia menganggap bahwa negara memang secara sistematis ingin menindas perempuan demi mempertahankan kekuasaan yang berorientasi pada profit ini. Lalu, peserta aksi pun melanjutkan aksi long march dengan diiringi nyanyian Buruh Tani sebagai penyemangat massa aksi. Selain itu, peserta aksi juga meneriakkan yel-yel kepada warga sekitar untuk melihat tulisan poster yang dibawa oleh massa aksi. Perhentian berikutnya pun sampai pada kantor Gubernur Yogyakarta, perwakilan kawan buruh perempuan berorasi tentang bahayanya Omnibus Law bagi buruh perempuan, dia menjelaskan bahwa dalam Omnibus Law tersebut, buruh perempuan akan semakin menderita karena akan dihapuskannya cuti haid, serta tidak ada lagi jaminan kerja kembali bagi perempuan setelah melahirkan. Selain itu, dia juga menyatakan solidaritasnya untuk buruh AICE yang saat ini menderita karena buruknya sistem pengupahan di perusahaan tersebut, serta sampai adanya kejadian buruh perempuan hamil bekerja sampai larut malam yang kemudian mengakibatkan gugurnya janin yang dikandungnya.
Aksi long march kemudian dilanjutkan untuk menuju titik aksi, mendekati titik aksi, ada kawan dari Papua berorasi tentang kejahatan negara terhadap Papua, terutama terhadap perempuan Papua yang diperkosa serta dibunuh oleh aparat negara. Setelah kawan Papua turun, barisan merah massa aksi meneriakkan yel-yel “Free West Papua!” sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan pembebasan nasional Papua Barat. Dalam perjalanan menuju titik aksi, pihak Komite IWD juga membagikan selebaran terkait apa saja yang diperjuangkan dalam aksi IWD 2020 ini.
Setelah masa aksi sampai pada titik aksi, oleh korlap dikoordinasikan untuk membentuk lingkaran tepat di tengah Titik 0 KM Yogyakarta, setelah itu ada beberapa orasi yang isinya tercantum sesuai dengan isian selebaran yang dibagikan. Tak luput juga dalam aksi tersebut, terdapat kawan-kawan dari LGBTQ+ yang menyatakan bahwa mereka merasakan ruang aman bagi mereka ada dalam massa aksi tersebut, di sana mereka bisa dengan bebas dan menjadi diri mereka sendiri tanpa takut terkena diskriminasi dari apa pun di sekitar mereka. Setelah beberapa perwakilan organisasi melakukan orasi, aksi pun ditutup dengan pernyataan sikap bersama diwakilkan oleh salah satu kawan Komite IWD 2020. Isi pernyataan sikap tersebut ada dalam selebaran yang sebelumnya dibagikan kepada peserta. Sebelum peserta aksi membubarkan diri, para peserta menyanyikan bersama lagi lagu Internationale sebagai lagu bagi kaum tertindas yang akan selalu melawan ketidakadilan.
Dalam selebaran IWD tersebut, terdapat beberapa tuntutan yang dibawa oleh massa aksi :
- Sahkan RUU PKS
- Gagalkan Omnibus Law
- Berikan perlindungan bagi buruh informal
- Gagalkan RUU Ketahanan Keluarga
- Mendesak dan menuntut kampus untuk membuat peraturan yang berpihak pada penyintas kekerasan seksual (KS)
- Sahkan RUU PRT
- Berikan cuti haid, cuti hamil, cuti ayah yang dibayar
- Hapus diskriminasi dan kekerasan berbasis SOGIESC
- Berikan subsidi untuk kesejahteraan sosial rakyat. Hapuskan subsidi untuk pejabat dan pengusaha
- Naikkan pajak bagi pengusaha, tanpa subsidi
- Hapuskan sistem magang, kontrak dan outsourcing
- Usut tuntas dan adili pelaku kekerasan seksual yang dilakukan militer Indonesia terhadap perempuan Papua
- Stop stigmatisasi, penyalahan dan penyudutan penyintas KS
- Solidaritas untuk buruh AICE, perempuan distabilitas, perempuan 65
- Stop pemberangusan serikat buruh
- Cabut PP 78 2015
- Hentikan stigma terhadap perempuan distabilitas
- Berikan akses keadilan bagi perempuan distabilitas
- Berikan upah dan tunjangan yang setara bagi laki-laki, perempuan dan gender lainnya
- Bebaskan tahanan politik pro demokrasi
- Revisi UU Perkawinan
- Stop pernikahan paksa
- Hentikan kriminalisasi terhadap pekerja seks
- Cabut SK D.O untuk mahasiswa pejuang pro demokrasi
- Berikan Akses untuk jurnalis nasional dan internasional di Papua
- Hentikan perampasan tanah dan penggusuran paksa
- Tarik militer organik dan non organik di tanah Papua
- Hapuskan Perda Diskriminatif di DIY
- Wujudkan ruang aman untuk berekspresi bagi perempuan dan LGBTIQ
- Stop Framing Media yang diskriminatif berbasis SOGIESC
- Wajibkan pendidikan seks yang komprehensif
- Bersihkan predator kekerasan seksual di organisasi dan gerakan
- Usut tuntas dan adili pelaku pelanggaran HAM masa lalu
- Berikan kesempatan kerja bagi LGBT di sektor formal
- Hentikan kriminalisasi gerakan rakyat
- Hentikan kriminalisasi pejuang lingkungan
- Stop eksploitasi alam oleh perusahaan tambang dan sawit
- Hentikan privatisasi air
- Berikan ruang aman tanpa seksisme bagi suporter perempuan baik di tribune maupun di lapangan
- Wajibkan aksesibilitas kesehatan jiwa yang inklusif. (do)
Comment here