Senin (24/2/2020), 68 mahasiswa dan 15 buruh yang tergabung demonstrasi Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (ARD) mendemo Balai Kota Malang, menolak Omnibus Law. Massa aksi terdiri dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Malang Raya, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Kota Malang, Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN) Malang, Donggo Saramandi, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang (BEM FT UMM), Ruang Candu, KPA, Komite Kamisan, dan Gemar Desa.
Ramli Abdulrajak, Koordinator Lapangan (Korlap) aksi mengemukakan Ombnibus Law harus ditolak, “Karena Omnibus Law ini satu paket kebijakat untuk merespon krisis ekonomi global dengan cara liberalisasi dan kapitalisasi demi kepentingan eksploitasi modal di Indonesia. Bukan menjawab persoalan rakyat di bidang ekonomi, agraria, maritim, dan sebagainya. Tidak menjamin keselamatan dan kesejahteraan.”
Mereka mengemukakan Omnibus Law secara khusus dirancang untuk lebih mengagungkan posisi investor atau perusahaan-perusahaan besar, bukan melindungi hak-hak rakyat. ARD memaparkan berbagai kemudahan diberikan pemerintah kepada pemodal dengan mengorbankan rakyat pekerja. Rilis pers mereka menyebutkan: “…mulai dari kemudahan administrasi berinvestasi, pemberian insentif bagi investor, penyediaan lahan bagi investor yang akan berinvestasi, dihapuskannya AMDAL juga IMB, penerapan prinsip easy hiring, easy firing (mudah merekrut dan mudah memecat.jur) pada buruh, pemberian upah buruh yang rendah, hingga penghapusan sanksi pidana bagi investor nakal.”
Padahal menurut ARD sebelum dihapuskannya sanksi pidana demikian, hukum di Indonesia sudah bias lebih sering memihak para pemodal dan malah memfasilitasi perusahaan mengkriminalisasi rakyat. Rilis pers ARD memaparkan contoh: “Korporasi BISI di Kediri, Jawa Timur yang melaporkan petani kecil karena dituduh memalsukan benih jagung milik korporasi, lalu kasus pembuangan limbah B3 di Desa Lakardowo – Mojokerto yang menjadi pelaku adalah PT PRIA…”
Agung dari Persatuan Pekerja Freeport Indonesia (P2KFI) yang mengikuti aksi ini mengatakan, “Omnibus Law bukan untuk menciptakan peluang kerja tapi peluang usaha karena lewat peraturan ini justru buruh bisa lebih mudah dipecat.”
Sementara itu Endan Soeprihno, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Negeri Malang (UM) yang berpartisipasi dalam demo anti-Omnibus Law ini, mengemukakan ia mendukung perjuangan menolak Omnibus Law, “karena sebagai mahasiswa tentu kelak akan masuk di dunia kerja, baik jadi buruh ataupun jadi pekerja lainnya, jadi mahasiswa juga akan merasa dirugikan oleh kebijakan-kebijakan Omnibus Law. Selain itu, ini juga solidaritas terhadap buruh. Banyak teman-teman saya yang juga menjadi buruh, tidak sempat kuliah, karena harus bekerja di pabrik.”
Menambahi Endan, Ramli menegaskan perlunya melihat Omnibus Law ini sebagai satu bagian gelombang neoliberalisme di Indonesia. “Omnibus Law ini masih satu paket dengan UU Sisdiknas dan UU PT yang sebelumnya UU BHP yang mendorong komersialisasi pendidikan. Ditambah konsep kampus merdeka yang dimunculkan untuk mencetak tenaga kerja yang siap dieksploitasi dan Omnibus Law membuat mereka agar mudah direkrut dan mudah dipecat. Apalagi outsourcing, sistem kerja kontrak, dan magang juga akan merambah pendidikan.”
Oleh karena itu ARD menyatakan sikap: Tolak Omnibus Law, Wujudkan kedaulatan demokrasi bagi rakyat!
Mereka juga menuntut:
1. Lawan dan hentikan pembahasan Omnibus Law.
2. Tolak penghapusan AMDAL dan IMB karena mengancam kesehatan rakyat dan lingkungan.
3. Laksanakan Reforma agraria sejati.
4. Wujudkan upah layak nasional, berikan jaminan sosial serta hentikan PHK sepihak pada buruh.
5. Stop memonopoli Informasi yang dikuasai oleh elit Politik, hentikan buzzer politik.
6. Lawan politik upah murah, cabut PP 78 tahun 2015, serta hentikan sistem kerja kontrak, outsourcing dan magang.
7. Wujudkan jaminan sosial, pendidikan, agraria, ketenagakerjaan dan kesehatan bagi seluruh rakyat.
8. Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis, dan bervisi kerakyatan.
9. Hentikan kapitalisasi pendidikan dan wujudkan demokratisasi kampus.
10. Hentikan represifitas dan segala bentuk tindakan kekerasan terhadap gerakan buruh, tani, nelayan, mahasiswa, dan gerakan rakyat lainnya yang menuntut kesejahteraan rakyat.
11. Tutup Tambang Tumpang Pitu dan Gunung Salakan dan sekitarnya yang menjadi derita pada warga Banyuwangi.
12. Adili Korporasi perusak Lingkungan seperti Lapindo, Lakardowo, dan Tutup Kilang Minyak di daerah Tuban.
13. Cabut SK Drop Out (DO) 4 mahasiswa UNKHAIR Ternate, dan 28 Mahasiswa UKI Paulus Makasar.
14. Kembalikan militer ke barak.
15. Bebaskan seluruh tahanan politik Papua, termasuk Surya Anta tanpa syarat.
16. Wujudkan kebebasan berekspresi, berkumpul dan berpendapat di muka umum serta majukan kebudayaan rakyat dan buka lapangan kerja untuk pemuda.
17. Tolak RUU Ketahanan Keluarga, serta wujudkan ruang aman bagi gerakan perempuan.
18. Pukul kembali Neolib.
19. Usut tuntas motif dan dalang dari peristiwa aksi teror terhadap sekretariat Konfederasi KASBI.
20. Berikan kebebasan jurnalis dalam meliput berita yang pro kepada rakyat.
ARD juga menyerukan:
1. Lawan Omnibus Law.
2. Stop PHK sepihak yang menciderai para buruh.
3. Tolak upaya pencabutan 5,2 juta subsidi kesehatan rakyat.
4. Stop perampasan tanah rakyat dan berikan keadilan ruang hidup bagi rakyat.
5. Kendalikan harga BBM, Listrik,Pajak,Pangan, dan kebutuhan pokok lainnya.
6. Tolak liberalisasi ekonomi/pasar bebas (IMF,Word Bank,TPP,RCEP,WTO, dan lain-lain).
7. Hentikan perampasan lahan petani dan ekploitasi lingkungan (tambang, hutan, laut, dan lain-lain).
8. Lawan Kormersilisasi sector kesehatan segera lakukan audit public pada BPJS.
9. Wujudkan persatuan gerakan mahasiswa, buruh, tani, KMK, dan sector rakyat lainnya.
10. Nasionalisasi Aset-aset Strategis di Bawah Kontrol Rakyat.
11. Bangun Industrialisasi Nasionalisasi yang Kuat dan Mandiri.
Tuntutan-tuntutan itu menurut ARD tidak bisa dimenangkan dengan menitipkan ke elit politik. Mereka mengemukakan: “Rakyat tidak akan pernah memenangkan pertarungan kelasnya jika menitipkan nasib kepada kelas penindasnya (kelas borjuasi).” Baik kubu borjuasi yang berkuasa di pemerintahan maupun oposisi borjuis sama-sama mengedepankan investasi dengan mengorbankan rakyat pekerja. Kalaupun ada kritik dari oposisi borjuis itu hanyalah perkataan dan bukan perbuatan sungguhan. Ini salah satunya ditunjukkan hari ini dimana para perwakilan anggota DPR Kota Malang yang menemui massa aksi, dari PKS dan partai Gerindra, berkilah mereka hanya bisa meneruskan tuntutan ARD ke pemerintah pusat.
Oleh karena itu menurut ARD, dibutuhkan persatuan rakyat. Baik buruh, petani, mahasiswa, pelajar, kaum miskin kota, perempuan, sama-sama menghadapi penindasan yang meningkat dari pemerintah. Termasuk represi, intimidasi, pemberangusan demokrasi, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dalam rangka melayani oligarki.” Tidak bisa lagi gerakan rakyat terpecah-pecah dalam kepentingan yang berbeda, tapi harus mulai memikirkan masa depan rakyat Indonesia yang semakin hari terus dieksploitasi oleh Sistem Kapitalisme” terang rilis ARD. (lk)
Comment here