LPM Prapanca- Isu Papua di Surabaya sukses mencuri perhatian publik atas perlakuan yang diterima oleh Mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa Papua pada (16/8).
Sebelumnya perlakuan serupa juga pernah terjadi di beberapa kota di Pulau Jawa, seperti di Malang, Semarang, dan Yogyakarta. Hal ini menuntut Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Pancasakti Tegal (UPS) untuk mengkaji dan mendalami, sekaligus menentukan sikap.
Kami juga mengundang kawan-kawan Papua UPS untuk hadir pada diskusi. Sebab, kami melihat kurangnnya kesempatan kawan-kawan Papua untuk dijadikan narasumber dari sebuah informasi.
Diskusi dilakukan pada sore hari di FISIP UPS Tegal pada 23 Agustus 2019. Dengan jumlah puluhan Mahasiswa memenuhi ruang diskusi, dua diantaranya adalah Brigitin (20) dan Arif Wambur (20) adalah Putri dan Putra asli Papua yang sedang menempuh pendidikan di tanah Jawa.
Diskusi dibuka dengan pemaparan kasus terkait konflik yang terjadi di Surabaya. Patahnya tiang bendera yang tidak diketahui siapa pelaku, penyebaran informasi untuk mengepung Asrama Papua, hingga pengepungan disertai cacian, hinaan, kata-kata kotor yang dilakukan oleh ormas, dan aparatur Negara.
Sangat disesali menurut forum, pembombardiran terhadap Asrama Papua sangat jauh dari prosedural hukum. Kemudian diskusi beralih pada akar permasalah Papua yaitu laku intimindatif, pengucilan terhadap ras Papua.
Arief membuka peralihan ini dengan bercerita terkait pengalaman pribadi dia saat dikata-katain kata-kata kotor, baik di lingkup Masyarakat hingga Mahasiswa.
Stigma negatif ada pada masyarakat Papua, sebab ia adalah minoritas di tengah-tengah mayoritas yang minim kesadaran. Akhir dari diskusi ini tertuju pada pendidikan untuk menghapus streotip buruk terhadap minoritas.
Yang kental kita temui sehari-hari seperti, menutup pintu ketika ada pengemis datang, hingga menuduh orang Papua pada orang yang memiliki kulit hitam.
Obrolan ketiga bermuara pada sejarah Papua dan pemerintah. Bagi diskusi, perlawanan terhadap pemerintah oleh masyarakat Papua akan terus ada. Hal itu disebabkan oleh faktor sejarah.
Yaitu, bergabungnya Papua ke pangkuan Indonesia adalah bukan keinginginan Masyarakat Papua.
Namun klaim sepihak melalui perjanjian yang tidak menghadirkan masyarakat Papua.
Serta, diperjelas dengan tidak berpihaknya pemerintah kepada Papua dengan terjadinya kasus semacam ini secara berangsur-angsur.
Diskusi yang berlangsung lebih dari 1 jam 30 menit ini, menghasilkan sikap forum diskusi FISIP UPS Tegal, yaitu:
- Menuntut untuk dihapusnya kekerasan, intimindasi, rasisme, diskriminasi terhadap minoritas.
- Memberikan dukungan kepada Masyarakat Papua untuk menuntut hak-hak yang semestinya diperoleh.
- Memberikan rasa aman dan damai kepada Masyarakat Papua di Pulau Jawa, khusnya di Tegal.
Kemudian, diskusi ditutup dengan pelukan hangat dari kawan Papua kepada puluhan peserta forum diskusi. (an)
Comment here