Samarinda, Jumat 08 maret 2019, sejak pukul 14.00 WITA belasan massa yang tergabung dalam Aliansi Anti Seksisme Samarinda berkumpul dengan pakaian warna–warni di Taman Samarendah. Massa yang terhimpun dari berbagai organisasi tersebut, sedang bersiap untuk melakukan long martch menuju ke depan kantor gubernur KALTIM, Jalan Gajah Mada. Aksi tersebut dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional (IWD), yang rutin diperingati tanggal 8 Maret setiap tahunnya.
Massa aksi memulai longmarch mulai pukul 15.30 WITA sampai 16.10 WITA dengan payung warna–warni sambil memegang poster dan tuntutan, iring-iringan massa berjalan menuju titik aksi. Sepanjang pawai tersebut massa menyanyikan lagu perjuangan Internationale dan Darah Juang.
Di depan kantor gubernur KALTIM, sejumlah komunitas seni, mahasiswa dan organisasi lintas sektor, terus berdatangan meramaikan aksi tersebut. Satu persatu perwakilan organisasi dan individu yang hadir, tampil menyampaikan puisi ataupun orasinya. Meski diguyur hujan, semangat massa aksi tak padam sama sekali. Hujan dan angin yang kencang mencoba menyurutkan semangat namun nuansa kemarahan pada penindasan terhadap kaum perempuan dan rakyat tertindas lainnya, begitu terasa. Sebagian massa, membagikan selebaran yang menjelaskan perihal aksi yang dilaksanakan.
Dalam selebaran yang dibagikan, massa aksi menuntut beberapa hal. Di antaranya adalah diberikannya hak perempuan atas otoritas tubuhnya. Massa aksi juga menuntut agar perempuan diberikan hak untuk cuti haid, hamil dan upah yang setara. Selain itu, hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dan gratis, juga turut menjadi tuntutan. Lebih lanjut, massa aksi juga menuntut agar menghukum pelaku kekerasan seksual setegas-tegasnya, sahkan RUU PKS, serta hak untuk mendapatkan lingkungan yang aman dari segala bentuk kekerasan dan kejahatan Seksual. Aksi tersebut, juga menyerukan agar persekusi dan diskriminasi terhadap LGBT serta kaum minoritas lainnya, dihentikan.
Andi Hartati dari HIMAPSOS dari Universitas Mulawarman, menilai pemerintah tidak berpihak pada perempuan. Hal ini menurutnya karena pelecehan dan kejahatan seksual terhadap perempuan masih terjadi. “pemerintah hari ini tidak berpihak kepada kaum perempuan. Pelecehan dan kekerasan seksual masih kerap terjadi. Hampir tidak ada tempat yang aman bagi perempuan.” Ujar Hartati dalam orasinya.
Perempuan yang kerap disapa Tati tersebut, juga merasa kecewa, lantaran pemerintah (legilatif-red) enggan mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Menurutnya, RUU PKS dapat memberikan perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan seksual. Selain itu, dalam orasinya, Tati juga berharap agar pemerintah berani mengusut kasus kejahatan seksual di massa lalu. “Sementara itu, pemerintah memperlihatkan kengganannya untuk segera mensahkan RUU PKS. Padahal, hampir seluruh undang-undang tidak memihak pada kaum perempuan. Seharusnya pemerintah segera mensahkan RUU PKS agar kaum perempuan dapat merasakan perlindungan dan lingkungan yang aman dari kekerasan seksual. Pemerintah harus berani mengusut tuntas kasus pemerkosaan GERWANI hingga Marsinah serta diskriminasi dan pelecehan seksual didaerah Ambon, Maluku, Aceh, dan Papua.” ucap Tati dengan suara lantang.
Harapan agar negara berani menyelesaikan kejahatan seksual perlu dikritik. Sejarah menunjukkan, bahwa negara terlibat sebagai pelaku penindasan terbukti bahwa negara juga turut serta menjadi pelaku kekerasan seksual, kasus malapetaka 65, pemerkosaan etnis Tionghoa 1998, adalah representasi negara yang menjadi alat penguasa untuk menindas rakyat. Maka ketika perjuangan pembebasan kaum tertindas diserahkan kepada negara, hanya akan berakhir dengan tambal sulam dan terus mencoba merekonstruksi masalah.
Oleh karena itu perjuangan pembebasan kaum tertindas ialah dengan mewujudkan sosialisme. Tentu perwujudan tatanan masyarakat tapa kekerasan seksual tidak terwujud dalam semalam, hal ini membutuhkan kerja pemahaman akan kekerasan seksual dan mempropagandakan secara ekstra.Dan yang terpenting adalah tidak menggantung harapan pada borjuasi hari ini.
Hal di atas senada dengan penyampaian orasi oleh Erick dari LSK, ‘’perjuangan pembebasan kaum perempuan, tidak harus ditanggung kaum perempuan melainkan harus diperjuangkan kaum laki – laki juga. Saya tidak melihat akar dari penindasan perempuan hanya patriarki sebagai akar masalah penindasannya. Tapi sebenarnya kapitalismelah yang menciptakan seksisme, kerusakan alam, penyakit baru, cuaca ekstrim, kemiskinan yang luar biasa, dan diskriminasi terhadap kaum minoritas. Maka akar masalah kita satu : Kapitalisme. Maka perjuangan kita menghapus itu ialah perjuangan menumbangkan sistem Kapitalisme yang tumbuh subur di negeri ini. ‘’ ucap Erick saat berorasi.
Hujan yang turun tidak membuat massa aksi berhamburan. Aksi tetap dilanjutkan dengan pusi dan pertunjukan musik dari peserta aksi. Sebelum mengakhiri aksi, massa aksi pun mebubarkan barisan dengan seruan ‘’ Lawan Seksisme, Hancurkan Kapitalisme ‘’ dan lagu Internationale, sebagai lagu pembebasan kaum tertindas.
Organisasi yang terlibat dalam Aliansi Anti Seksisme Samarinda adalah LSK, SPARK, JKMK-FMK Samarinda, EMPEKA, Kamisan Kaltim, BEM FISIP UNMUL, HIMAKSI FISIP UNMUL, KORPRI PMII Samarinda, GMNI Samarinda, LMND Samarinda, Perserikatan Sosialis Samarinda. Meskipun, GMNI Samarinda dan LMND Samarinda justru keluar dari barisan karena melakukan aksi menyambut kedatangan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Univ. Mulawarman. (ad)
Comment here