AksiReportase

Aksi Diam LSS di Diskusi MAP Corner “Kekerasan Seksual dan Lonceng Kematian Dunia Akademik”

Bola api terkait isu kekerasan seksual di UGM masih bergulir. Namun Hardika Saputra (HS) masih belum juga ditindak sesuai dengan keinginan penyintas, Eric Hairiej (EH) masih saja bebas bergerak setelah melakukan lebih dari satu kali pelecehan seksual. Akhirnya perbincangan semakin banyak muncul mengenai isu terkait.

MAP-Corner UGM, yang menyelenggarakan diskusi rutin mencoba mengangkat isu ini pada Selasa, 13 November 2018. Ada tiga pembicara yang dihadirkan dalam forum diskusi berjudul “Kekerasan Seksual dan Lonceng Kematian Dunia Akademik”. Mereka adalah Erwan Agus Purwanto (Dekan FISIPOL UGM), Linda Sudiono (Dosen Universitas Atma Jaya Yogyakarta) dan Natasya (relawan #kitaAgni).

Diskusi diawali dengan pemaparan Erwan soal kronologi kejadian pemerkosaan yang dilakukan oleh HS. Pembicara kedua, Linda Sudiono menjelaskan persoalan seksisme yang akhirnya menciptakan kasus-kasus pelecehan seksual selalu terjadi dalam masyarakat kapitalis ini, dalam masyarakat yang ada relasi kuasa. Natasya, yang merupakan salah satu relawan #kitaAgni menjelaskan terkait hal yang akhirnya mendasari kelompok ini terbentuk.

Dalam diskusi tersebut, Lingkar Studi Sosialis (LSS) melancarkan aksi diam dengan mengangkat poster “Pecat EH” dan “Pecat HS”. Sudah sejak awal Oktober, LSS melancarkan kampanye “Pecat EH”. Kawan-kawan dari PEMBEBASAN juga terlibat dalam aksi tersebut.

Aksi diam tersebut ditanggapi oleh Erwan Agus Purwanto, Dekan Fisipol, yang mengungkapkan bahwa dirinya tidak bermasalah dengan adanya berbagai macam cara penyampaian aspirasi termasuk menggunakan poster. Beberapa peserta diskusi menyampaikan bahwa mereka sepakat dengan tuntutan yang dibawa oleh LSS. Hal tersebut semakin diperkuat oleh pernyataan Linda Sudiono bahwa tuntutan yang paling tepat saat ini adalah memecat pelaku kekerasan seksual.

Sementara itu, hingga saat ini, tuntutan hingga poster “Pecat EH” dan “Pecat HS” dituduh oleh beberapa orang sebagai persekusi. Walaupun hingga kini mereka tidak dan belum bisa menjelaskan tuduhan tersebut. Sementara LSS sendiri sudah menjelaskan pandangan-pandangannya secara terbuka.

Mengusung tuntutan “Pecat EH”, “Pecat HS” serta “Pecat Dosen dan Mahasiswa Pelaku Kekerasan Seksual” menjawab situasi konkret yang muncul saat ini, yaitu kekerasan seksual yang mereka lakukan dan bagaimana menghentikannya. Tuntutan tersebut juga memenuhi kepentingan mendesak massa maupun penyintas. Demikian tuntutan tersebut juga mampu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Tuntutan tersebut memudahkan kita menunjukan bagaimana kapitalisme bahkan institusi pendidikan sekalipun mengembangbiakkan seksisme. Seksisme yang melindungi pelaku kekerasan seksual dan menyalahkan korban kekerasan seksual. Massa akan melihat bagaimana birokrat UGM terus melindungi EH maupun HS.

Maka dari itu, penting untuk kita menyatukan kekuatan memperjuangkan kepentingan penyintas secara tegas tanpa ada area abu-abu disini. Perjuangkan hak penyintas, bangun aksi massa sebesar-besarnya, singkirkan para pelaku kekerasan seksual! Pecat HS! Pecat EH! (ra)

Loading

Comment here