AksiReportase

Perkabungan

Jakarta, Aksi Diam dengan tema “PERKABUNGAN” dimulai pada pukul 10.30 WIB hari Selasa 28 Agustus 2018. Saat itu berbagai upaya dilakukan oleh aparat keamanan untuk meminta supaya para Korban PHK sepihak PT Freeport meninggalkan halaman Gedung Plaza 89, Jakarta tempat PT. Freeport berkantor. Namun para Korban PHK Sepihak memutuskan untuk menginap di pelataran atau halaman Gedung Plaza 89.

Pada pagi keesokan harinya (29/8) sekitar pukul 8.30 WIB Para pekerja Korban PHK sepihak memaksa masuk kedalam Gedung Plaza 89 dan situasi sempat memanas ketika pihak aparat berusaha membubarkan. Situasi ini akhirnya berhasil diredam oleh pihak dari perwakilan pekerja. Dengan difasilitasi oleh pihak kemanan berlangsung pertemuan antara perwakilan management Freeport diantaranya Antonius Kaisepo, Sirajudin dan Nathalia dengan perwakilan para pekerja korban PHK maupun furlough antara lain, Tomy Tambunan, Tri Puspital, Marthen Mote, Jeremias Yarangga, Obed, Julius Mairuhu, Jhon Yawang, dan Agung Widiatmoko.

Dari pertemuan tadi terjadi beberapa pembicaraan sebagai berikut.

Dari pihak pekerja, Tri Puspital menyampaikan keinginan untuk bertemu dengan pihak yang bisa mengambil keputusan yaitu Tony Wenas dan Ahmad Didi Ardianto. Untuk selanjutnya pihak dari pekerja yang menjadi korban PHK sepihak meminta difasilitasi di ruang karena dianggap mengganggu ketertiban umum.

Dari pihak Management, Antonius Kaisepo menyampaikan tidak bisa mengakomodir permintaan para pekerja. Selain itu disampaikan bahwa Toni Wenas dan Ahmad Didi Ardianto tidak ada ditempat dan sedang menjalani cuti. Pihak management menyampaikan tidak bisa mengakomodir perihal tempat yang juga diminta oleh perwakilan pekerja. Antonius Kaisepo menyampaikan, bahwa semuanya akan disampaikan ke Didi serta Tony Wenas yang sementara tidak ada ditempat.

Tri Puspital menyampaikan bahwa sekelas VP, jika memang ini hal darurat kemanusiaan harusnya bisa didahulukan dan bukan beralasan cuti dan lain sebagainya. Karena permaasalahan ini sudah menyangkut darurat kemanusiaan. Ketika soal produksi bermasalah mereka selalu ada, tetapi ketika ini darurat kemanusiaan seharusnya mereka bisa meluangkAksi Buruh PHK Freeportan waktu.

Kami memohon demi rakyat Papua karena yang menjadi korban dan meninggal mayoritas orang Papua, dan jangan dibiarkan. Kami dibenturkan dengan aparat keamanan terus menerus. Maka jika memang pihak manajemen punya itikad baik sebaiknya menyampaikan.

Tri Puspital juga menyampaikan mengingat gedung ini bukan hanya milik Freeport tetapi juga, berkenaan dengan perusahaan lain, freeport memiliki aula atau tempat berkumpul di tempat ini. Jadi kalo bermiat baik kami berharap agar para pekerja diijinkan tinggal disini. Tetapi dari pihak management, tetap bersikukuh menyampaikan tidak bisa mengakomodir permintaan para pekerja.

Marthen Mote menjelaskan, kami hadir disini mewakili rakyat Papua, dan pekerja lain yang terkena dampak PHK sepihak. Di sisi lain kami selalu mendengar Freeport berdalih menyejahterakan rakyat papua tetapi pada realitasnya mereka justru menindas dan mau membunuh rakyat Papua secara perlahan. Ini terbukti dari 32 korban yang meninggal adalah mayoritas orang Papua. Apa yang disampaikan oleh pihak manajemen akan disampaikan kepada para pekerja. Semua konsekwensi akan kami terima terkait hal yang disampaikan oleh management PTFI.

Julius Mairuhu menyampaikan hanya membutuhkan 2 orang untuk hadir menyelesaikan masalah yaitu Tony Wenas dan Didi. Kami sampaikan bahwa apa yang dilakukan sudah sangat kejam dengan mengusir orang Papua dari Papua sendiri.

Hingga berita ini diturunkan para pekerja korban PHK masih bertahan di kantor PT Freeport Indonesia. Di bawah ancaman pembubaran oleh aparat bersenjata. (aw)

Loading

Comment here