Pernyataan Sikap

Hentikan Kriminalisasi dan Pembungkaman Ruang Demokrasi Terhadap Papua

Pernyataan Sikap Bersama, Mengutuk Persekusi terhadap Mahasiswa Papua.

Rabu (15/8/2018) kelompok-kelompok yang gemar menggunakan selogan “NKRI Harga Mati” atau “Pancasila abadi” untuk membenarkan tindak kekerasan kepada setiap orang atau kelompok yang mereka anggap melawan negara, beserta kelompok reaksioner lainnya, menyerang asrama mahasiswa/i Papua di Surabaya secara brutal. Sekber Benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pemuda Pancasila (PP) merusak pagar dan mendobrak pintu asrama Papua di Kamasan serta memaksa pasang bendera Merah Putih di dalam asrama. Namun justru mahasiswi-mahasiswa Papua korban kekerasan verbal dan kekerasan fisik yang malah ditangkap serta dipidanakan oleh aparat kepolisian Surabaya. Kriminalisasi tersebut serta sikap aparat yang bersama-sama para preman mengepung asrama Papua demikian menunjukkan keduanya cuma beda di luarnya saja. Namun hakikatnya sama-sama berperan sebagai centeng kapitalisme Indonesia untuk menghajar perjuangan pembebasan nasional West Papua, membendung penyebarluasan fakta pencaplokan wilayah serta pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dan menjegal potensi solidaritas antar rakyat-tertindas.

Sedangkan dalam kesempatan lain, aparat juga secara semena-mena menangkap Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih (Uncen); Ferry Kombo dan Ketua Panitia PKKMB FISIP Uncen; Agus Helembo. Tindakan aparat ini dilakukan merespon penyebaran wacana pembebasan nasional West Papua dan penanaman kesadaran anti-penindasan dalam masa orientasi di Uncen. Klaim otonomi kampus dalam sistem kapitalisme di Indonesia terbukti kesemuannya dengan derapan sepatu lars aparat yang menyerbu masuk kampus dan secara aktif memberangus demokrasi.

Dua peristiwa ini merupakan bagian dari rangkaian panjang persekusi terhadap para pelajar Papua. Sebelumnya juga ada insiden penyerangan dan pembubaran pemutaran film serta diskusi di Malang dan Surabaya. Bahkan di Surabaya juga disertai kejahatan seksual berupa pelecehan oleh salah satu aparat terhadap mahasiswi Indonesia yang bersolidaritas.

Berbagai penyerangan, pengerusakan, penangkapan, intimidasi-represi, kriminalisasi, persekusi, termasuk rasisme kepada para pelajar Papua ini terkait erat dengan kepentingan untuk menindas perjuangan kaum muda untuk pembebasan nasional West Papua. Khususnya Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). AMP sebagai ormas kaum muda terpelajar Papua bukan hanya berani dan militan dalam perjuangannya namun telah berkali-kali menerbitkan tulisan yang secara ilmiah dan faktual mengungkap imperialisme dan kapitalisme di West Papua. Bahkan AMP juga berani mengkritik borjuasi nasional Papua serta oknum-oknum Papua yang bekerja sebagai pejabat Indonesia dan melayani penindasan. Bagi kaum penindas, penghisap, dan penjajah serta antek-anteknya, AMP yang sampai berani menuntut tutup Freeport jelas lebih berbahaya dari kelompok fundamentalis seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI sejauh ini memang telah dibubarkan dan dilarang, meskipun mereka terang-terangan menyatakan ingin menggulingkan Republik Indonesia, mengganti Pancasila, dan menghapuskan demokrasi. Namun HTI tidak pernah diserang dengan pelemparan batu apalagi rasisme. Sebab di satu sisi HTI menyerukan aparat melakukan kudeta demi mendirikan negara Islam dan di sisi lain HTI bisa dimanfaatkan untuk memecahbelah rakyat.

Oleh karena itu kami, dari Lingkar Studi Sosialis di Yogyakarta, Lingkar Studi Kerakyatan di Samarinda, Lingkar Studi Kerakyatan di Kutim, dan Sosialis Muda di Malang, menyatakan sikap:

  1. Mengutuk keras segala bentuk persekusi terhadap para pelajar Papua dan simpatisannya. Baik yang barupa penyerangan, pengerusakan, pengepungan, intimidasi-represi, diskriminasi, hingga rasisme serta kejahatan seksual.
  2. Menuntut agar seluruh pelajar atau mahasiswi dan mahasiswa Papua diberikan jaminan kebebasan, bebas dari persekusi dan segala bentuk kesewenangan.
  3. Menyerukan pembangunan kekuatan kaum muda dan rakyat untuk melawan ormas sipil reaksioner.
  4. Menuntut pemerintahan sipil di wilayah terkait untuk bertanggungjawab atas ketiadaan jaminan keamanan sekaligus ketiadaan jaminan kebebasan berpendapat dan berorganisasi bagi para pelajar Papua.
  5. Menyerukan kepada seluruh elemen dan organisasi kaum muda di Indonesia yang melawan penindasan untuk bersama-sama bersolidaritas kepada mahasiswi-mahasiswa Papua.
  6. Menyerukan kepada seluruh elemen demokratis dan organisasi perjuangan kelas di Indonesia untuk mendukung perjuangan pembebasan nasional West Papua.
  7. Menghimbau kepada seluruh kaum muda khususnya kaum terpelajar untuk membantu pengungkapan fakta dan penyebaran wacana mengenai sejarah serta pelanggaran HAM terkait West Papua sehingga bisa menambah tekanan internasional dan menggalang solidaritas sedunia.

Indonesia, Kamis 16 Agustus 2018

LSS : 0856 0249 3075 (WA) / FB : Lingkar Studi Sosialis
LSK Samarinda : 0812 4396 9112 (WA) / FB : Lingkar Studi Kerakyatan
Sosialis Muda : 0895 1578 9395 (WA) / FB : Sosialis Muda
LSK Kutim : 0812 5745 1997 (WA) / FB : Lingkar Studi Kerakyatan Kutim

Loading

Comment here