Pernyataan Sikap

AMP: Mengecam Tindakan Diskriminasi Rasial dan Penangkapan 49 Mahasiswa Papua Surabaya

Jayapura, 15 Agustus 2018-sekitat jam 12.30 WIB, para penghuni asrama Papua Kamasan III Surabaya Jawa Timur Indonesia, dikejutkan dengan adanya tindakan pemaksaan memasang Bendera Merah Putih dengan cara represif oleh Organisasi Masyarakat (ormas) reaksioner yang menamakan diri Sekber Benteng NKRI, Pemuda Pancasila, dengan dibekap oleh aparat negara TNI/Polri kota Surabaya. Kondisi pengepungan itu terjadi sampai malam hari, hingga 49 mahasiswa Papua di angkut ke Polrestabes Surabaya.

Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), menyampaikan bahwa, pengepungan tersebut disertai dengan tindakan;  dobrak pintu asrama, dan pengrusakan pagar, menuntut serta memaksa pasang Bendera Merah Putih didalam Asrama. Aksi reaksioner tersebut terjadi hingga sore hari.

Malam hari, sekitar pukul 20:30 wit, aparat TNI/Polri bersama ormas reaksioner dan Pemuda Pancasilah (dalam jumlah yang banyak) kembali mengepung asrama dengan membawa surat Penggeledahan dan penangkapan salah satu mahasiswa Papua berinisial E.Y sebagai tersangka.

Setelah 30 menit kemudian pintu Asrama Papua berhasil didobrak dan penggeledahan pun dilakukan. Pukul 22:00 WIB, mahasiswa Papua diangkut kedalam mobil Dalmas milik Polrestabes Surabaya, tanpa alasan yang jelas. Hingga pernyataan ini, Mahasiswa Papua sedang berada di halaman Polrestabes.

Berdasarkan tindakan yang reaksioner ini, AMP menilai telah terjadi beberapa bentuk kekerasaan secara ferbal, yakni:

Pertama, terjadi tindakan diskriminasi rasial, terhadap mahasiswa Papua yang menghuni asrama Kamasan.

Kedua, pengepungan dan penggeledahan yang berakhir dengan diangkutnya puluhan penghuni serta salah satu penghuni di jadikan tersangka, prosesnya tanpa landasan hukum dan alasan logis.

Ketiga, kami menilai, tindakan tersebut berindikasi terror psikologi mahasiswa Papua yang berdampak pada fokus proses belajar dalam menjalankan kewajibannya sebagai mahasiswa di Kota Surabaya.

Juga mengingat beberapa kejadian pengepungan, diskriminasi rasial dan persekusi diskusi beberapa waktu belakangan ini, yang dilakukan oleh anggota TNI/Polri, bersama ormas reaksioner, serta pernah juga ada keterlibatan camat Tambaksari Surabaya, dalam aksi persekusi diskusi “20 tahun Biak Berdarah” di asrama Papua Surabaya pada 6 Juli 2018.

AMP menyatakan bahwa, aksi diskriminasi rasial dan represif tersebut dilakukan secara tersistemis dan terstruktur dibawah kontrol Negara, dalam hal ini Camat sebagai wakil Negara di tingkat distrik, dan TNI/Polri sebagai alat negara, serta ormas rekasioner yang arogan (berwajah militeristik).

Maka, AMP mengecam tindakan Pemerintahan Indonesia, dalam hal ini institusi POLRI dan Tentara Nasional Indonesia, atas tindakan berlebihan anggota kepolisian dan TNI daerah Surabaya, oknum yang mengatasnamakan ormas, atas tindakan represif, diskriminasi rasial, penggeledahan, serta penangkapan secara sewenang-wenang.

AMP mengecam tindakan pemeliharaan, dan pembiaraan terhadap Ormas yang menamakan diri Sekber Benteng NKRI dan Pancasilah, dalam melakukan tindakan pengrusakan pagar, penggeledahan Asrama Papua Camasan III, hingga terlibat dalam aksi penangkapan Mahasiswa Papua.

Praktik persekusi oleh negara yang berulangkali dialami warga Papua tersebut, Aliansi Mahasiswa Papua mengatakan sikap perlawanan, terhadap Negara penindas rakyat, khususnya rakyat West Papua, yang melanggengi kepentingan modal Kapitalis Birokrat dan Internasional, serta Militerisme sebagai alat prepresif Negara. Tugas kami, Mahasiswa Papua di luar Papua tugasnya hanya satu: Belajar. Belajar ilmu pengetahuan, belajar realitas (bentuk-bentuk penjajahan Negara Kolonial Indonesia serta Kapitalis di West Papua), sambil berjuang melawan sistim tersebut untuk West Papua yang lebih baik.

Salam Pembebasan!

Tanah Kolonial, Rabu, 15 Agustus 2018

Merdeka!

*Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua Sekertaris Umum II*

Albert Mangguar

Loading

Comment here