DiskusiReportase

Selayang Pandang Konferensi Gerakan Rakyat

Reformasi 1998 berhasil menjatuhkan Soeharto, ruang demokrasi kemudian terbuka. Salah satu hasilnya adalah kebebasan bagi kaum buruh untuk berserikat, ini ditandai dengan munculnya UU Serikat Pekerja-Serikat Buruh No 21/ 2000. Namun karena kekuasaan tetap digenggam oleh kaum kapitalis maka membuat kaum buruh dan rakyat semakin jauh dari harapan demokrasi serta kesejahteraan.

Babak baru dalam sistem ekonomi dan politik mulai menjangkiti Indonesia, kebijakan dan regulasi pasca reformasi bukannya berpihak kepada buruh dan rakyat tapi malah sebaliknya. Lahirnya UU Ketenagakerjaan No 13/2003 nyata-nyata pro modal, diantaranya melegalkan sistem kerja kontrak dan outsourcing membuat kepastian kerja buruh lenyap. Beberapa kebijakan berbarengan ditahun-tahun berikutnya, sebut saja pencabutan subsidi untuk rakyat, penjualan aset-aset strategis, ketergantungan pemerintah kepada modal internasional dan bank dunia, menumpuknya utang-utang Indonesia, dsb; Babak baru sudah datang yaitu NEOLIBERALISME.

Bagaimana dengan gerakan buruh menghadapi Neoliberalisme? Memang di tahun 2000 lahir undang-undang tentang kebebasan berserikat yaitu UU No 21/2000. Kasat mata itu adalah sebuah kebebasan untuk buruh dalam berorganisasi, cukup minimal 10 orang buruh dapat membentuk sebuah Serikat Buruh di pabrik-pabrik, apakah akan membuat kesadaran buruh dalam melawan sistem jadi meningkat?

Ternyata Serikat Buruh belum mampu membuat suatu kekuatan dalam merebut kesejahteraan dan demokrasi. Apa yang terjadi malah sebaliknya, pengkotak-kotakan kaum buruh dalam lingkup organisasi berbeda menimbulkan perpecahan buruh itu sendiri, saling sikut dalam perekrutan anggota, saling merasa  benar, saling merasa besar membuat kaum buruh menjadi target adu domba pemerintah maupun pemodal.

Kaum buruh disibukkan dengan hal-hal normatif di tingkat pabrik, perjuangan lokalis untuk bagaimana menang di tingkat pabrik dan menutup mata pada pergerakan yang lebih strategis dan meluas. Buruh sibuk mengadvokasi kasus, jalur litigasi yang disediakan pemerintah lewat disnaker, PHI (Pengadilan Hubungan Industrial), MA dll, membuat buruh pusing, kekalahan demi kekalahan seringkali diterima buruh, pemodal dengan gagahnya selalu menantang perselisihan hubungan industrial diselesaikan di pengadilan.

Belajar dari kekalahan-kekalahan buruh di pengadilan, saatnya kaum buruh mulai berpikir strategis dan tidak melulu memikirkan hal-hal yang bersifat sektoral. Buruh juga sebagai rakyat, kebijakan pro modal yang menghujam buruh otomatis berdampak langsung ke rakyat demikian juga buruh harus mulai melakukan perjuangan yang berorientasi dari buruh dan rakyat. Bukan Serikat buruh yang cuma memikirkan buruh, sehingga kalimat sebagai SERIKAT BURUHISME tidak lagi menjadi tagline di rakyat.

Saat ini buruh hanya sebagai penentang, penolak kebijakan yang lahir dengan aksi massa atau judicial review. Sudah seharusnya buruh duduk dan ikut menentukan kebijakan yang lahir bukan malah sebagai penolak kebijakan saja. Untuk itu dibutuhkan gerakan serius kaum buruh untuk bisa menguasai parlemen dan ikut menentukan kebijakan yang akan lahir dan untuk itu semua takkan bisa jika hanya berkutat di organisasi yang namanya serikat buruh.

Angin segar sebenarnya sudah bertahun-tahun lalu mulai masuk ke serikat buruh, adanya aliansi-aliansi taktis bahkan aliansi strategis mulai dilakukan kaum buruh dalam menyikapi perlawanan yang masif kepada kaum penindas, aliansi dianggap perlu untuk menyatukan perjuangan ke tingkat yang lebih tinggi lagi, tapi lagi-lagi beberapa aliansi atau persatuan Serikat Buruh dalam sebuah wadah tidak bisa bertahan lama ditengah gencarnya propaganda rezim.

Karena sifat pantang menyerah kaum buruh dan rakyat, bahwa sejarah adalah refleksi masa lalu untuk bisa diambil pelajaran, serta mengevaluasi kegagalan untuk terus berjuang. mengingat pentingnya persatuan buruh dan rakyat, karena sama-sama merasakan penindasan secara langsung oleh sistem yang pro modal ini, maka kembali kaum buruh dan rakyat bersama-sama menginisiasi sebuah gerakan bersama yaitu KONFERENSI GERAKAN RAKYAT INDONESIA.

Agenda Konferensi Gerakan Rakyat Indonesia yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 19-20 April 2018 membawa sebuah harapan baru bagi pergerakan yang murni dari buruh dan rakyat. Lebih dari 600  peserta yang hadir mewakili berbagai elemen masyarakat dan buruh, diantaranya 5 konfederasi besar di Indonesia ( KASBI, KPBI, KSN, SGBN, FSEDAR), organisasi Petani, nelayan, kaum muda, organisasi perempuan, organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi jurnalis, serta berbagai organisasi pergerakan rakyat lainnya.

Dengan tema Kemerdekaan, Kesetaraan dan Kesejahteraan acara yang dilangsungkan di sebuah gedung serbaguna hotel di bilangan cawang, Jakarta Timur itu dihadiri banyak tokoh-tokoh buruh dan tokoh pergerakan rakyat. Acara yang diikuti oleh peserta dari buruh, mahasiswa, pemuda dan perempuan tidak semuanya berpengalaman, banyak juga  dari buruh yang baru pertama kali mengikuti semacam agenda ini.

“ini agenda pertama saya ikut serta dalam konferensi, besar harapan saya output dari konferensi ini melahirkan sebuah kesepakatan bersama dan dijalankan dengan serius oleh semua elemen untuk kemenangan kita,” ujar Daryanto, peserta buruh dari karawang.

Senada dengan itu Qia juga menambahkan “luar biasa, dari yang tadinya hanya barada di organisasi massa masing-masing, sekarang dengan gentlenya mereka bisa bersama-sama duduk dalam satu meja, menghilangkan ego masing-masing demi cita-cita luhur kaum buruh dan rakyat dan rakyat Indonesia,” tegas Qia yang kebetulan aktif  di buruh perempuan KASBI.

Mengenai politik alternatif maupun blok alternatif kaum buruh dan elemen masyarakat beragam tanggapan.

“sebaiknya jangan buru-buru bikin partai alternatif dikarenakan banyak hal yang harus di konsepkan,” ujar Ari (pemuda) , berbeda dengan ari, iwan yang juga aktif di organisasi buruh berpandangan “sudah saatnya, momentum bersatunya berbagai elemen buruh dan rakyat ini harus terus diikat dan ditindak lanjuti dengan mengandalkan agenda pertemuan yang continue serta terus menerus, mengingat situasi dalam waktu dekat ini adalah momen pemilu, pilpres maupun pikada, kita tunjukkan kaum buruh dan rakyat Indonesia menginginkan sebuah partai buruh yang berbeda dari partai borjuis hari ini yang bertebaran, minimal kita punya bargain dalam sikap politik kedepan, walaupun kita belum ikut pemilu 2019,” ujarnya berapi-api.

Sudah barang tentu kaum buruh dan rakyat sangat menginginkan kendaraan politik yang dijalankan oleh murni perwakilan buruh dan rakyat agar bisa menampung aspirasi buruh dan rakyat tertindas untuk melawan kebijakan rezim pro modal ini. Karena siapapun presiden nya, siapapun menterinya kalau bukan berasal dari kelas buruh dan rakyat, dan diambil dari partai borjuasi, dipastikan kebijakan yang dilahirkan nantinya sama bahkan lebih parah dari saat ini.

Bangun Gerakan Buruh dan Rakyat Tertindas Rebut Kesejahteraan.

ditulis oleh Gopur, buruh di Karawang

Loading

Comment here