Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!
Hari ini tepat 56 tahun lalu di alun-alun utara Yogyakarta, Presiden Republik Indonesia Soekarno menyampaikan pidatonya di guyuran hujan di antara lautan massa dan bakal angkatan perang yang baru akan dilantik dari Bandung dan Magelang: 38 korps infanteri, 51 korps kavaleri, 59 korps artileri, 144 korps zeni.
Presiden Soekarno berteriak lantang, “Ketahuilah hei kamu, kewajibanmu sekarang ini lebih berat daripada yang sudah-sudah. Sekarang ini engkau menjadi pemimpin-pemimpin daripada Angkatan Perang Republik Indonesia. Dan sekarang ini Angkatan Perang Republik Indonesia sudah mendapat perintah dari saya untuk menyiap-nyiapkan diri agar supaya setiap waktu saya memberi perintah, masuk ke Irian Barat untuk memerdekakan Irian Barat itu.”
Di pidato itulah Soekarno menyerukan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk menggagalkan pembentukan Negara Papua Barat yang telah dideklarasikan pada 1 Desember 1961. Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat (Sekarang Papua) kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jenderal Soeharto untuk melakukan operasi militer dengan nama Operasi Mandala ke Wilayah Papua Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda.
Trikora yang bertujuan untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat sebagai bagian dari Negara Indonesia merupakan awal malapetaka bagi rakyat dan bangsa Papua yang baru 18 hari mendeklarasikan kemerdekaannya. Kehadiran militer Indonesia di Papua telah merampas hak politik bangsa Papua dan Trikora adalah bagian dari usaha awal Negara Indonesia untuk mengkolonisasi Papua.
Ironis ketika mengingat bahwa tanggal dan tempat itu dipilih dengan pertimbangan untuk memperingati Agresi Belanda II terhadap Indonesia pada tahun 1948 dengan pengeboman atas Yogyakarta di Maguwo. Yogyakarta juga dipilih untuk mengenang usaha pengusiran Belanda dari Batavia oleh Sultan Agung. Tanggal dan tempat yang sarat dengan ingatan tentang semangat pembebasan atas penjajahan itulah yang dipakai untuk menyerukan penjajahan.
Berbagai aksi kebrutalan Militer Indonesia terus berlanjut, pada dekade 1980an – 1990an terjadi pembunuhan terhadap tokoh Nasionalis Papua Arnold Clemenes Ap pada 26 April 1984 disertai pengungsian besar-besaran ke Papua New Guinea (PNG) kemudian pembunuhan terhadap Dr. Thomas Wanggai pada 13 Maret 1996. Pada dekade 2000an terjadi pembunuhan oleh pasukan khusus Tentara Nasional Indonesia (Kopassus) terhadap Ketua Dewan Presidium Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay pada 10 November 2001.
Dekade 2010 terjadi penembakan kilat terhadap Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni pada 14 Juni 2012. Hingga penangkapan terhadap aktivis KNPB Wamena dan penembakan kilat terhadap Koordinator Komisariat Militan KNPB Pusat Hubertus Mabel pada tanggal 16 Desember 2012 di Wamena. Pada tanggal 8 Desember 2014 terjadi pembunuhan luar biasa di Paniai oleh TNI-Polri yang mengakibatkan 22 orang masyarakat sipil, di antaranya 5 orang siswa SMA meninggal dunia dan 17 lainnya luka-luka kriis.
Dan masih banyak lagi berbagai kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan militer Indonesia terhadap Rakyat Papua lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.
Kenyataan ini membenarkan kehadiran Indonesia di Papua bertujuan untuk menguasai dan menjajah, tidak untuk membangun Rakyat Papua.
Oleh sebab itu kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Malang menuntut dan mendesak:
- Berikan kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Rakyat West Papua.
- Tarik Militer (TNI-POLRI) Organik dan Non-Organik dari seluruh Tanah West Papua sebagai Syarat Damai.
Demikian pernyataan sikap ini. Kami menyerukan kepada seluruh Rakyat Papua untuk bersatu dan berjuang merebut cita-cita Pembebasan Sejati Rakyat dan Bangsa Papua Barat. Atas perhatian dan dukungan seluruh Rakyat Papua dan Rakyat Indonesia, kami ucapkan terima kasih.
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Malang
Comment here