Pada tahun 2014, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menerbitkan SK No.837/Menhut-II/2014 Tentang Pelepasan Kawasan Hutan Produksi di distrik Kebar hingga Senopi, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Kawasan hutan produksi tersebut akan dirubah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dengan luas sekitar 19 ribu hektar.
Masyarakat pemilik hak ulayat menolak SK Menteri Kehutanan tersebut. Bupati Tambrauw, Gabriel Asem, kemudian memberikan rekomendasi pada tahun 2015 kepada PT Bintuni Agro Prima Perkasa untuk pengembangan budidaya tanaman pangan. Keputusan Bupati tersebut diterima oleh masyarakat sebagai solusi alternatif.
Namun menurut laporan Mongbay.com pada 3 Juni 2016, PT Bintuni Agro Prima Perkasa adalah salah satu dari empat perusahaan lainnya – PT Rimbun Sawit Papua, PT Subur Karunia Raya, PT Bintuni Agro Prima Perkasa dan PT Menara Wasior – yang berada di bawah kontrol Group Salim. Melalui perusahaan-perusahaan tersebut Group Salim mendapatkan empat konsesi perkebunan kelapa sawit di Papua Barat.
Group Salim yang dikendalikan oleh Anthony Salim merupakan orang terkaya ketiga di Indonesia tahun 2017 versi Forbes. Group Salim merupakan pemilik dari PT Indofood serta PT Bogasari dengan total kekayaan sebesar 5,7 miliar USD atau sekitar 76 triliun rupiah. Menurut laporan Mongbay.com, Group Salim mendapatkan konsesi perkebunan sawit tersebut dengan jaringan kompleks perusahaan-perusahaan cangkang dan jajaran direktur bersama yang tidak dideklarasikan dalam pengajuan bursa saham Group Salim.
Cara tersebut dilakukan untuk memberi jarak Group Salim dari proyek-proyek yang bisa menimbulkan silang pendapat, membuatnya seolah-olah bertanggung jawab namun dengan diam-diam menipu panduan ramah lingkungannya sendiri, yang termasuk larangan untuk merubah daerah-daerah yang secara ekologi memiliki Nilai Konservasi Tinggi. Kabupaten Tambrauw sendiri merupakan kabupaten konservasi yang dicanangkan oleh Bupati Tambrauw sendiri pada tahun 2011. Dari luas sekitar 1,1 juta hektar, 80 persen daerah Tambrauw adalah hutan dengan fungsi lindung dan konservasi.
Menanggapi hal tersebut organisasi mahasiswa Tambrauw di beberapa daerah seperti Yogyakarta dan Malang melakukan diskusi dan menyatakan penolakan terhadap perkebunan kelapa sawit di Tambrauw. Perkebunan kelapa sawit dinilai hanya akan merusak lingkungan. Sementara itu Front Pembela Rakyat Peduli Lembah Kebar dalam pernyataan sikapnya mengatakan bahwa terdapat konspirasi besar antara pemerintah dengan pihak perusahaan untuk membodohi dan menipu masyarakat pemilik hak ulayat. Masyarakat pemilik hak ulayat tidak pernah terlibat ataupun dilibatkan dalam pertemuan atau negosiasi antara pemerintah dan pihak perusahaan.
ditulis oleh Wintuni Sabarawi, aktivis mahasiswa West Papua.
Comment here