Ditulis oleh Tomáš Tengely-Evans pada 15 November 2017
Angkatan bersenjata Zimbabwe merebut kendali ibu kota, Harare, dan menahan presiden Robert Mugabe pada pagi hari Rabu (15 November lalu-pen). Ini adalah hasil dari krisis politik yang membelit rezim, dengan berbagai faksi di dalam partai Zanu PF yang saling bersaing memperebutkan kekuasaan.
Mugabe memecat wakil presiden Emmerson Mnangagwa (dua-pen) minggu lalu agar membuka jalan bagi istrinya, Grace Mugabe, untuk menggantikannya. Mnangagwa, yang lari dari Zimbabwe, telah mengatakan bahwa dia akan kembali.
Pemimpin kelompok sosialis di Zimbabwe, Munya mengatakan kepada Socialist Worker, “Ini merupakan kristalisasi dari pertarungan faksi di dalam kelas berkuasa dan merefleksikan sebuah krisis ekonomi.
“ini telah memburuk secara signifikan selama tiga minggu terakhir. Terjadi kenaikan harga-harga yang sangat tinggi dan beberapa barang kebutuhan tidak tersedia.”
Kelas berkuasa Zimbabwe terpecah mengenai bagaimana mengatasi krisis ekonomi.
Faksi disekeliling Mnangagwa dan militer yang dapat naik ke tampuk kekuasaan menginginkan reforma pasar bebas sepenuhnya. Mereka juga ingin membuka Zimbabwe ke kekuasaan imperialis Barat – termasuk mantan penguasa kolonial Inggris.
Munya menjelaskan, “Mugabe tidak pernah sepenuhnya menerima agenda neoliberal. Faksi Mnangagwa termasuk mantan menteri keuangan yang bekerja sangat erat dengan International Monetary Fund.”
Kemungkinan besar sebagian besar dari kelas berkuasa dan oposisi utama Movement for Democratic Change (MDC) akan berhimpun di sekeliling kekuasaan baru. Munya mengatakan, “Elit-elit MDC kemungkinan besar akan cenderung mendukungnya karena mereka juga menginginkan lebih banyak neoliberalisme dan pemulihan hubungan dengan Barat.”
Dia menambahkan, “Terdapat potensi bahwa Mnangagwa, elit-elit MDC dan militer akan menjadi bagian dari pemerintahan persatuan nasional. Pada akhirnya mereka juga ketakutan dengan kelas buruh, karena pengetatan (austerity) dapat mengakibatkan pemberontakan.”
Melihat Dengan Rakus
Pemerintahan Inggris melihat dengan rakus potensi kejatuhan Mugabe seiring berita mengenai kudeta sampai di Inggris. Penguasa Inggris tidak pernah bisa menerima bahwa gerakan pembebasan nasional yang dipimpin ole Mugabe menendang kepentingan imperialisme Inggris.
International Socialist Movement, organisasi sekawan dari Socialist Workers Party, mengutuk militer. “Para pemimpin militer tidak bermasalah dengan rezim diktaktor Mugabe hingga kepentingannya terganggu, “ menurut Munya.
“Ini bukan memulihkan demokrasi dan hak azasi manusia, ini mengenai menukar satu bagian dari rezim diktaktor dengan bagian yang lainnya.
“Ini adalah ‘kudeta istana’ dalam maknya yang sebenarnya”.
Kelas buruh harus menegaskan tuntutan-tuntutannya sendiri, tidak mengikuti berbagai macam faksi berkuasa. Menurut Munya, “Kemungkinan sulit bagi kelas buruh untuk bertindak secara mandiri karena telah mengalami kekalahan dan birokrasi serikat buruh terikat dengan elit-elit MDC.”
“Istri Mugabe sangat tidak disukai jadi kemungkinan akan ada dukungan atas apa yang terjadi setidaknya pada tahapan awal.”
Namun dia mengingatkan, “Ini menunjukan dalamnya krisis ekonomi, neoliberalisme dan pengetatan (austerity) yang didukung oleh para elit dan dapat mengakibatkan pemberontakan. Ini hanya awalnya saja.”
Naskah diambil dari socialistworker.co.uk. Dapat diakses melalui https://socialistworker.co.uk/art/45680/Zimbabwean+socialist+responds+to+palace+coup+facing+Mugabes+regime Diterjemahkan oleh Dipo Negoro, Kader KPO PRP
Comment here