Sudah 89 tahun setelah para pemuda-pemudi Indonesia lewat kongres pemuda kedua mengikrarkan sebuah janji persatuan tentang tanah air, bangsa, dan bahasa untuk Indonesia. Sumpah pemuda tidak lahir secara instan dan prematur. Sumpah pemuda lahir lewat pergolakan semangat dan kesadaran untuk sebuah persatuan menjadi satu bangsa yang merdeka dari kolonialisme. Sumpah pemuda juga menjadi salah satu label pada saat itu yang membuktikan bahwa pemuda berani untuk keluar dari sekat pandangan yang sektarian dan sukuisme demi mencapai persatuan nasional tanpa membedakan suku, ras, dan agama.
Pada tanggal 28 Oktober 2017 DPC GMNI Mamuju melaksanakan kegiatan diskusi hari sumpah pemuda dengan tema Sumpah Pemuda dan Semangat Internasionalisme. Pemantik diskusi, Bung Awal, membuka dengan salam perjuangan yang menjadi ciri khas dari GMNI kemudian menyampaikan sedikit gambaran tentang sejarah lahirnya sumpah pemuda yang dipelopori organisasi pemuda di tahun 1927-1928. Menurutnya pemuda bisa sampai kepada gagasan ingin bersatu karena dipelopori oleh pelajar-pelajar Indonesia baik yang di Eropa maupun di Indonesia yang banyak berkenalan dengan buku dari para pemikir dunia seperti Ernest Renan, Otto Bauer, maupun Karl Marx. Sementara pembicara Bung Esa berpandangan bahwa sumpah pemuda adalah klimaks dari kesadaran nasionalisme yang sudah tumbuh sejak lama. Perjuangan pemuda pada waktu sebelumnya yang hanya berjuang secara sektarian tidak bisa mengentaskan Indonesia dari penjajahan kolonialisme. Maka dari itu titik klimaks dari kesadaran persatuan adalah dengan lahirnya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928. Sumpah pemuda ini pula yang menjadi embrio nasionalisme pemuda Indonesia untuk melawan sistem kapitalisme, kolonialisme, imperialisme yang telah lama manggerayangi Indonesia. Sementara itu Bung Bayu mengatakan bahwa saat ini yang dibutuhkan juga adalah semangat Internasionalisme karena kapitalisme yang merupakan wajah dari sistem penjajahan gaya baru tidak akan bisa hilang jika seluruh kaum yg ditindas oleh kapitalisme tidak bersatu dalam satu front untuk melawannya secara massif. Sementara perwakilan perempuan Sarinah, Ana, mengemukakan pendapatnya bahwa pemuda hari ini harus sadar sejarah karena sejarah perjuangan Indonesia selalu melibatkan pemuda-pemudi di dalamnya sebagai lokomotif sejarah. Sementara Bung Syarif berpandangan bahwa pemuda harus mewarisi api semangat sumpah pemuda bukan abunya.
Kesimpulannya bahwa semangat sumpah pemuda harus terpatri dalam diri kita semua selaku pemuda-pemudi Indonesia. Bahwa semangat persatuan kita bukan hanya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi juga untuk melawan segalah bentuk penindasan terhadap rakyat. Semangat Sumpah Pemuda harus disinkronkan dengan nasionalisme kita yang humanisme serta ikut serta dalam perjuangan Internasionalisme. Karena seperti kata Soekarno ”Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme.”
Berjuanglah pemuda karena revolusi belum selesai. (eh)
Comment here