Perjuangan

Pasca Gugurnya Munir – Tak Ada Kapitalisme Tanpa Pelanggaran HAM

photo61635363051249110537 September 2004 silam Munir gugur. Bertahun-tahun telah berlalu semenjak Munir gugur diracun arsenik oleh tangan-tangan penguasa yang tidak ingin Munir dan gelombang perjuangan demokrasi terus menggoyangkan sistem penindasan. Selama bertahun-tahun itu pula, keadilan bagi Munir dan keluarga yang ditinggalkannya tak pernah benar-benar ditegakkan dan pelakunya masih bebas tak tersentuh hukum.

Selain kasus pembunuhan Munir masih terdapat banyak kasus pelanggaran HAM  lainnya di Indonesia yang belum tertuntaskan. Mulai dari  Peristiwa 65, Invasi dan pendudukan di Timor Leste sejak tahun 1974-1999, Penembakan Misterius tahun 1982-1985, Pembantaian Tanjung Priok tahun 1984, Pembantaian Talangsari tahun 1989, Penembakan Santa Cruz di Timor Leste tahun 1991, Berbagai Operasi Militer di Papua, Kerusuhan 27 Juli (Kudatuli) tahun 1996, Penculikan Penganiayaan dan Pembunuhan terhadap Wartawan Udin tahun 1996, Penculikan Aktivis Demokrasi tahun 1997-1998, Kerusuhan Mei, Pogrom, dan Pemerkosaan Massal terhadap Tionghoa-Indonesia tahun 1998, Penembakan Semanggi I tahun 1998 dan Penembakan Semanggi II tahun 1999, Penembakan Trisakti tahun 1998,  Penembakan Simpang KKA di Aceh tahun 1999, Pembantaian beutong Ateuh, Kasus Abepura tahun 2000 dan sebagainya. Pelanggaran HAM ini bersifat khusus bukan hanya karena para pelakunya tidak dihukum dan keadilan bagi korban belum ditegakkan namun karena semua pelanggaran-pelanggaran HAM tersebut memiliki pola melibatkan militerisme dan mengandung relasi kuasa penindasan.

Namun alih-alih penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM, rezim pemerintahan Jokowi-JK justru ditandai dengan meningkatnya intimidasi, represi, kriminalisasi, pemberangusan demokrasi, dan pelanggaran-pelanggaran HAM baru.  Ini semua menunjukkan bahwa janji penegakan HAM dan demokrasi yang diusung Jokowi-JK bukan hanya tidak terbukti namun malah menunjukkan hal sebaliknya. Jokowi yang dianggap akan memimpin perlindungan dan penegakan HAM malah menunjuk Hendropriyono sebagai penasihat Tim Transisi padahal Hendropriyono adalah terduga kuat otak pembunuhan Munir. Kontan ini memicu kritik keras dari Suciwati, Janda Munir dan para aktivis HAM lainnya.

Bagaimanapun berbagai manuver Jokowi-Jkini sesungguhnya tidak mengherankan. Bukan hanya karena keduanya tidak punya rekam jejak dalam perjuangan HAM dan demokrasi namun  juga karena formasi kelas dan politik di Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) juga banyak menyertakan para pendukung rezim kediktatoran militer Orde Baru sekaligus para (terduga) pelanggar HAM. Mulai dari Wiranto yang bermasalah dengan kasus penembakan Trisakti Kerusuhan Mei 1998, penembakan Semanggi I dan II, serta pembantaian di Timor Leste. Selain itu juga Sutiyoso, terduga kuat bertanggungjawab atas pembunuhan lima wartawan luar negeri di Timor Leste pada 1975 serta terduga kuat sebagai otakdi balik kasus Kerusuhan 27 Juli 1996. Bahkan JK sendiri yang menyatakan kasus Munir sudah selesai juga bagian Orba dan pendukung ormas preman Pemuda Pancasila.

Merespon soal kasus Munir, John Kerry, Menlu AS di masa rezim Obama pernah mendesak penegakan kasus Munir dan mengatakan “Amerika bersama rakyat Indonesia memperingati warisan Munir dan kami menyerukan perlindungan bagi semua pihak yang bekerja demi perdamaian, demokrasi, dan HAM di seluruh dunia.” Namun ini hanya kemunafikan borjuasi. AS adalah Imperialis yang rakus perang, pemberangus hak-hak demokrasi, dan biang pelangaran HAM. Chelsea Manning dipenjara karena merilis video pembantaian rakyat Irak oleh tentara AS, Edward Snowden diburu karena membocorkan AS menyadap rakyatnya, perlakuan aparat penjara Abu Ghraib, bahkan AS dibangun dengan pembantaian atas Indian/Pribumi Amerika.

Semua ini menegaskan bahwa tak ada kapitalisme tanpa represi dan intimidasi. Karena kapitalisme sebagai sistem penindasan tidak hanya berkuasa melalui hegemoni namun juga kekerasan. Karena itu perjuangan HAM tidak terpisahkan dari perjuangan melawan kapitalisme.

 

ditulis oleh Leon Kastayudha, kader KPO PRP

Loading

Comment here