Rabu (6/11/2017) jam empat sore digelarlah vigil atau ibadah dan belasungkawa bagi Wilson Y. Nawipa pada khususnya dan Bernanda Boma, Yanto Togodly, Ernius Kogoya, para pemuda pembebasan nasional West Papua lainnya yang meninggal tahun ini pada umumnya di sekretariat Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua Paniai Raya (IPMAPAPARA) Malang. Dengan dipimpin seorang Frater, para peserta ibadah, yang berasal dari berbagai latar belakang kampus, angkatan, jurusan, program studi, jenis kelamin, usia, bahkan juga agama, memanjatkan doa-doa serta beberapa lagu pujian. Bukan hanya dari agama Katolik, namun juga ada perwakilan pemanjatan doa dari agama lainnya, termasuk Islam. Semangat pembebasan nasional West Papua dari cengkeraman penjajahan dan tirani kental mewarnai peribadahan tersebut. Doa-doa agar dijauhkan dari marabahaya, penderitaan, dan penjajahan serta agar diberikan kemerdekaan dipanjatkan oleh segenap pemuda West Papua yang hadir.
Banyak kawan-kawan seperjuangan almarhum menyayangkan kepergiannya dalam usia masih sangat muda dan masih sangat dibutuhkan pergerakan. Khususnya pembebasan nasional West Papua. Beberapa hadirin menyatakan memang manusia bisa berusaha namun Tuhan yang berencana. Beberapa hadirin lain mengemukakan meskipun almarhum telah tiada namun semasa hidupnya telah mendidik dan mencetak kader-kader baru bagi perjuangan.
Saat memasuki sesi penyampaian kesan dan pesan, silih-berganti pemuda West Papua mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang almarhum. Mereka mengemukakan bahwa almarhum adalah sosok pemberani dan berusaha menebarkan keberaniannya pada kawan-kawan seperjuangannya. Ia sering berpesan agar meskipun jalan perjuangan pembebasan nasional West Papua penuh ancaman intimidasi dan represi bahkan kematian namun jangan pernah menyerah pada ketakutan. Setiap orang pasti akan mati, cepat atau lambat, tua atau muda, dan dimanapun juga karena apapun juga. Mati di hutan, mati ditabrak di jalan, dan sebagainya. Tapi bagaimana kita mati, itu kita yang menentukan. Apakah kita mati di medan perjuangan atau tidak. Itu yang membedakan matinya manusia dengan mati seperti binatang. Wilson sering berpesan pada kawan-kawan terutama pelajar dan mahasiswa lebih muda yang mengutarakan ketakutannya bagaimana kalau seandainya karena berjuang dalam pembebasan nasional West Papua justru mereka nanti akan dipukul, bagaimana kuliahnya dan bagaimana orang tuanya nanti bila mengetahuinya. Soal ini almarhum Wilson berpesan bahwa memang dipukul itu sakit tapi sakitnya dipukul itu tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan sakitnya kelak bila engkau menyesali bahwa engkau tidak melakukan apa-apa di hadapan penindasan. Sakitnya kelak bila engkau menyesali bahwa engkau tidak pernah bergabung dalam perjuangan. Sakitnya kelak bila anak dan cucumu tahu bahwa dirimu tidak ikut menyumbangkan apapun dalam perjuangan kemerdekaan. Demikian pesan almarhum Wilson dalam menepis ketakutan dan keraguan kawan-kawannya.
Meneruskan kesan dan pesan mengenai almarhum Wilson, kawan-kawan pemuda West Papua menyampaikan bahwa kawan Wilson semasa hidup bukan hanya gemar membaca buku-buku tentang perjuangan pembebasan nasional West Papua namun juga buku-buku Che Guevara, Nelson Mandela, dan sebagainya. Ia berpesan, bahwa dalam perjuangan pembebasan nasional West Papua, jangan sampai kita dihinggapi pandangan bahwasanya perjuangan pembebasan nasional West Papua hanya urusan bangsa dan rakyat West Papua saja. Seluruh kaum tertindas dan simpatisan pendukung pembebasan nasional West Papua harus digandeng untuk memajukan perjuangan kita. Jangan sampai kita dihinggapi sentimen ras, pesan almarhum Wilson, banyak juga orang Indonesia yang mendukung pembebasan West Papua. Kawan Surya Anta dengan FRI WP menunjukkan hal itu, pesan almarhum.
Turut disampaikan dalam belasungkawa tersebut, pesan solidaritas simpatisan: rakyat Indonesia dan bangsa West Papua harus bersatu berjuang bersama menggulingkan tirani. Kepergian almarhum Wilson dan kawan-kawan pemuda West Papua lainnya memang sangatlah disayangkan. Terutama karena terjadi di tengah semakin maraknya intimidasi, represi, dan pemberangusan demokrasi bahkan juga pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), terutama terhadap bangsa dan rakyat West Papua. Kita menyaksikan rezim Jokowi yang memenangkan Pilpres dengan janji-janji penegakan HAM dan demokrasi bukan hanya mengingkarinya namun juga malah menyuburkan pelanggaran HAM dan pemberangusan demokrasi. Komando militer ekstra-teritorial malah ditambah di West Papua dan Ryamizard Ryacudu—seorang pendukung pembunuh Theys Eluay malah dilantik menjabat Menteri Pertahanan. Memang demikianlah membuktikan bahwa perjuangan pembebasan nasional West Papua tidak boleh bersandar kepada elit-elit borjuasi melainkan harus dibangun di atas internasionalisme revolusioner dan solidaritas antar rakyat tertindas sedunia. Jangan khawatir kalau cita-cita kemerdekaan dan pembebasan nasional West Papua dianggap ilegal. Bukan berarti yang ilegal itu tidak benar. Bukan berarti yang legal itu benar. Perbudakan itu dulunya legal. Perdagangan manusia itu dulunya legal. Segregasi ras itu dulunya legal. Tapi semuanya akhirnya tumbang juga. Meskipun perjuangan pembebasan nasional West Papua dianggap ilegal tapi Undang-Undang Dasar 45 Indonesia sendiri menyatakan “…Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan…” Bukan hanya penjajahan di atas Jawa tapi di atas dunia. Artinya termasuk di West Papua juga. Jawa dikatakan dijajah 350 tahun lamanya tapi akhirnya merdeka juga. West Papua dijajah lamanya tidak sampai setengahnya. Dukungan rakyat dan solidaritas internasional semakin besar. Kita harus yakin cepat atau lambat pembebasan nasional West Papua bisa kita menangkan. Tapi kemerdekaan 100%, kemerdekaan yang sejati tidak akan bisa dicapai selama sistem penindasan, selama kapitalisme masih ada. Meskipun secara hukum dan legal West Papua merdeka tapi kalau selama kapitalisme masih ada maka rakyat West Papua masih akan dikuasai lewat kapitalis-kapitalis, lewat tuan tanah-tuan tanah, lewat bank-bank, lewat perjanjian-perjanjian internasional yang memberatkan West Papua, dan lewat perjanjian-perjanjian hutang yang menjerat West Papua. Oleh karena itu kita harus bersatu berjuang bersama menggulingkan kapitalisme serta segala bentuk tirani dan penindasan. Menyusul pesan demikian, disampaikan juga bahwa perjuangan pembebasan nasional baik di Papua, Palestina, Myanmar dan sebagainya, saling terhubung sebagai perjuangan rakyat sedunia melawan penjajahan dan penindasan. (lk)
Comment here