Aksi

Aksi Solidaritas Mengecam Penembakan Deiyai di Berbagai Kota

Solidaritas DeiyaiRabu (9/8/2017) pemuda Indonesia dan mahasiswa Papua di berbagai kota berdemonstrasi mengecam penembakan Deiyai. Penembakan Deiyai adalah insiden Selasa 1 Agustus 2017 sekitar 17.45 waktu setempat dimana gabungan satuan Brigade Mobil (Brimob) menembaki warga sipil di Kampung Oneibo, Tigi Selatan, Deiyai. Korban tewas satu orang dan luka parah belasan jiwa.

Insiden ini bermula saat sekitar 16.30 warga kampung Oneiebo menyelamatkan Ravianus Douw (24 tahun) yang tenggelam di sungai Oneibo seusai mencari ikan. Meskipun demikian kondisi Douw sudah kritis. Warga minta tolong ke PT. Dewa Kresna yang membangun jembatan sungai Oneibo agar membantu mengantar Douw ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Madi, Pania namun ditolak. Sehingga seorang warga terpaksa berlari ke Wagete menempuh jarak sepuluh kilometer. Akhirnya mobil jemputan datang setelah sekian lama untuk membawa Douw ke RSUD Madi namun nyawa korban tidak tertolong. Maka sekembalinya dari RS Madi warga yang memandang seandainya pihak perusahaan mau menolong seharusnya nyawa korban terselamatkan, akhirnya marah dan membongkar pos penjagaan perusahaan. Merespon itu jam 17.45 pasukan Brimob Polres Paniai bersenjata lengkap datang dan membubarkan paksa warga dengan menembakinya. Belasan luka-luka, tujuh orang tertembak, dan satu di antaranya tewas Rabu pagi 2 Agustus 2017.

Korban penembakan itu antara lain: Yohanes Pakage (ditembak dan patah tulang paha), Esebius Pakage (ditembak di telapak kaki), Delian Pekei (ditembak di betis, paha, rusuk dan rahang), Penias Pakage (ditembak di tangan kanan), Amos Pakage (ditembak di kaki kiri), Marinus Dogopia (ditembak di pantat kiri), Yulius Pigai (ditembak di kedua paha dan kemaluan)—meninggal 07.00. Hingga kini pelakunya tidak ditangkap apalagi dihukum.

Pemuda Indonesia dan Papua Kecam Militerisme

Ribuan orang berdemonstrasi di Jayapura, Papua. Aksi tersebut diinisiasi oleh BEM Fisip Universitas Cendrawasi (Uncen), BEM Uncen, MPM Uncen dan seluruh BEM se-Jayapura. Sementara itu sejumlah aktivis di Manokwari akan menggelar aksi 1000 lilin di Rabu malam. Aksi ini diinisiasi oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Papua, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Papua Barat, Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai, Lembaga Masyarakat Adat Papua Barat serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Papua (Unipa). Aksi lilin juga dilakukan di kampung Oneibo, Kabupaten Deiyai, Papua.

Di Jakarta, Front Persatuan Mahasiswa dan Rakyat Anti Militerisme melancarkan aksi massa di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). Pada malam hari, aksi dilanjutkan dengan menyalakan lilin di depan Istana Negara. Sementara itu di Manado, aksi dilancarkan di kantor DPRD Provinsi Sulawesi Utara.

Di Yogyakarta puluhan massa dari Front Persatuan Mahasiswa dan Rakyat Anti Militerisme melancarkan aksi di sepanjang jalan Malioboro hingga Nol KM. Selain diisi oleh yel-yel dan orasi, aksi diisi juga dengan aksi teatrikal. Aksi teatrikal yang menggambarkan kekejaman militer terhadap rakyat Papua. Dalan aksi teatrikal tersebut, tiga orang Papua diikat lehernya kemudian diseret dan dianiaya sepanjang jalan oleh dua orang aparat Indonesia. Dalam aksi tersebut, aparat kepolisian melakukan mobilisasi secara berlebihan dan kembali bekerjasama dengan kelompok reaksioner, Paksi Katon, untuk mengintimidasi massa aksi.

Di Surabaya, aparat kepolisian menggunakan taktik pengepungan asrama Papua untuk menggagalkan aksi solidaritas yang akan diselenggarakan. Taktik pengepungan ini diawal dengan menyelenggarakan apel pagi di depan asrama Papua. Polisi kemudian melarang aksi solidaritas dengan alasan akan ada aksi tandingan dari organisasi massa (ormas) tertentu. Faktanya justru aparat kepolisian sering sekali bekerjasama, melindungi dan menggunakan kelompok reaksioner untuk menyerang aksi-aksi dengan isu Papua.

Sementara itu di Semarang aksi dilancarkan di Markas Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Di Bandung aksi dilancarkan di pusat perbelanjaan Bandung Indah Plaza (BIP). Aksi solidaritas juga dilancarkan di Gorontalo, massa menggunakan becak sebagai mobil komando menuju kantor DPRD Kota Gorontalo. Serta membawa poster bertuliskan kecaman terhadap berbagai pelanggaran HAM di Papua. Aksi massa tersebut dikoordinasi oleh Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se Indonesia (AMPTPI) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Solidaritas juga dilakukan di Stadion Mandala saat pertandingan sepak bola Persipura lawan Bali United. Ribuan penonton menyalakan lilin sebagai simbol solidaritas untuk korban penembakan brimob di Deiyai.

Lebih dari 56 pemuda Indonesia dan mahasiswa Papua berdemonstrasi di Malang. Mereka turut mengecam penembakan Deiyai dan pelanggaran HAM militerisme Indonesia. Massa yang mengatasnamakan Front Persatuan Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme ini mengadakan pawai protes dari Stadion Gajayana sampai Balai Kota Malang. Barisan ini menghimpun Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia (SeBUMI), Komunitas Tan Malaka, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nabire Paniai Dogiyai Deiyai (Ipmanapandodei), Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua (Ipmapa) Malang, Jayawijaya, Yahukimo, Puncak Jaya, Tambrauw, Mamberamo Tengah, Puncak Papua, dan Timika. Orator aksi menyatakan “…militerisme hadir menindas di Papua demi kepentingan kapitalisme. Akibatnya pelanggaran HAM, pembunuhan, penculikan, penganiayaan, dan pemerkosaan terus terjadi.”

Yustus, Juru Bicara aksi mengungkap banyak media massa kapitalis Indonesia menutup-tutupi pelanggaran HAM dan penindasan di Papua. Sampai sekarang pun tidak ada akses sepenuhnya terhadap jurnalis internasional ke Papua. Demokrasi tidak pernah ada bagi rakyat Papua saat ini.

Orator dari SeBUMI menyatakan penindasan demikian membuatnya malu menjadi bangsa Indonesia. Sungguh merupakan kesalahan, bangsa yang menang berjuang melawan penjajahan Belanda malah menjajah Papua. Sementara itu Leon Kastayudha dari Kongres Politik Organisasi Perjuangan Rakyat Pekerja (KPO PRP) menyatakan mereka yang menembaki rakyat Papua juga pihak yang sama yang menembaki petani, menggusuri kaum miskin kota, dan merepresi buruh Indonesia—yaitu aparat militer dan kepolisian yang melayani kepentingan kapitalisme. “Rakyat Indonesia harus mendukung perjuangan pembebasan nasional West Papua sampai menang. Karena kemenangan demikian akan memperkuat Internasionalisme—solidaritas antar rakyat tertindas sedunia sehingga rakyat Indonesia tidak gampang dipermainkan dan diadudomba sentimen rasis. Kemenangan demikian akan semakin mempercepat pembelahan masyarakat di atas garis kelas, mempercepat pembelahan antara kaum tertindas dan penindas. Kemenangan demikian juga akan memperlemah kekuatan militerisme dan penindas di Indonesia yang selama ini diuntungkan dari penjajahan, penindasan, dan penghisapan terhadap West Papua. Rakyat tertindas di Indonesia lebih punya banyak kesamaan dengan rakyat West Papua daripada dengan penindasnya yang sebangsa dan seagama.”

Menambahkan itu seorang pemuda Indonesia berorasi memblejeti rezim penguasa. “Babinet-babinet kerja Jokowi-JK menyibukkan diri memperbanyak proyek-proyek pembangunan kapitalis dengan menyingkirkan rakyat dan membuat rakyat Papua semakin banyak dilanggar hak-haknya.” Ia menekankan bahwa janji-janji penegakan HAM maupun janji-janji pasar untuk mama-mama Papua hanyalah tipu daya untuk memenangkan suara demi kekuasaannya saja. Sedangkan di sisi lain orator aksi dari AMP menyatakan, “…meskipun TNI Polri Indonesia merekrut juga orang Papua, namun itu hanya untuk polesan.” Tidak berdampak positif bagi Papua. Ia menyerukan tuntutan, “Pemerintah harus menarik seluruh TNI Polri yang ada di Papua.”

Tuntutan Aksi Solidaritas

Dalam pernyataan sikapnya Front Persatuan Mahasiswa dan Rakyat Anti Militerisme menyatakan “…militer Indonesia memperkuat dominasi represinya dengan membangun pangkalan-pangkalan militer di Papua.” Pembangunan pangkalan militer itu antara lain: pangkalan militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) TNI Angkatan Udara (AU) dan Markas Komando (Mako) Brimob di Yahukimo, pangkalan militer TNI AU Tipe C di Wamena, Nabire, dan Merauke, penambahan komando teritorial di Sorong dan Manokwari, pembangunan pangkalan militer TNI Angkatan Laut (AL) di Sorong, serta Pusat Pelatihan Militer di Fak-Fak dan Kalimara. Pembangunan militeristis demikian menurut demonstran bermakna untuk pengamanan jalur distribusi modal agar kapitalisme kian stabil dan kuat serta sebagai penguatan struktur represi atas perlawanan rakyat Papua yang ditindas penjajah Indonesia sebagai agen kapitalis.

Sebagaimana dinyatakan rilis persnya, mereka menyatakan, “Makin masifnya tindakan represif dan militeristis di Papua oleh TNI/Polri tidak pernah diangkat ke permukaan.”

Front Persatuan Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme menuntut: Indonesia harus bertanggungjawab atas tragedi kemanusiaan di Deiyai Papua. Kedua, tangkap adili dan penjarakan pelaku penembakan yang telah menewaskan satu orang dan melukai enam warga lainnya secara parah. Ketiga, tutup PT. Dewa dan perusahaan lainnya yang merupakan dalang kejahatan di atas tanah Papua. Keempat, tolak rencana pembangunan pangkalan militer TNI AU dan Mako Brimob di Yahukimo. Kelima, tolak rencana pembangunan pangkalan Militer TNI AU Tipe C di Wamena Jayawijaya. Keenam, tolak rencana pembangunan pangkalan tempat pelatihan militer di Kaimana. Ketujuh, tarik militer organik dan non organik dari tanah Papua. Kedelapan, buka seluas-luasnya ruang kebebasan pers dan hak menyampaikan pendapat di muka umum. Kedelapan, buka seluas-luasnya ruang kebebasan pers dan hak menyampaikan pendapat di muka umum. (lk, imk)

Loading

Comment here