Samarinda, 21 April 2017, puluhan massa yang tergabung dalam Forum Satu Bumi, menyambangi Convention Hall, kawasan Stadion Madya Sempaja, Kota Samarinda Kalimantan Timur. Bertepatan dengan aksi yang dilaksanakan oleh FSB tersebut, juga sedang dilaksanakan pertemuan SKPD dan Kepala Daerah beserta dengan militer yang salah satu agendanya adalah “Deklarasi Gerakan Anti Hoax”. Sambil membawa benda besar berbentuk toa yang bertuliskan “Hoax”, Puluhan massa yang berasal dari berbagai elemen organisasi tersebut, meneriakkan berulang-ulang, kalimat “Janji Pencabutan Izin Itu, Hoax”. Aksi tersebut juga berkaitan dengan peringatan Hari Bumi yang jatuh pada 21 April 2017.
Dalam rilis yang disebarkan oleh massa aksi, terdapat berbagai data kerusakan lingkungan di kaltim akibat ulah perusahaan perusak lingkungan. Pemerintah dinilai lalai, terbukti 71% kawasan kota Samarinda sekarang dikepung 63 Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang membahayakan warganya. Rilis aksi juga menyebutkan bahwa di Samarinda, hanya terdapat 0,9% alokasi hutan kota, kawasan resapan air lenyap, lahan-lahan pangan terus berkurang, sementara sumber-sumber air menghilang tercemar. Dalam rilis tersebut, juga diungkapkan bahwa sejak tahun 2008 hingga 2017, pemerintah Samarinda hanya mampu menampung dua titik dari 37 titik utama yang menjadi pusat banjir. Sementara 35 titik banjir lainnya dibiarkan tenggelam. Bukan hanya itu, ada 232 lubang tambang masih menganga yang menyebabkan 16 bocah meninggal dunia dari tahun 2011 hingga 2016.
Karlos, salah satu peserta aksi yang mewakili Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Mulawarman (IMAPA UNMUL) mengungkapkan bahwa sudah beberapa kali Gubernur Kaltim berjanji untuk mancabut IUP non NCN dalam pertemuan-pertemuan terbuka, namun belum ada perkembangan lanjutan yang jelas. Atas dasar itu mereka menilai bahwa berita dan janji gubernur untuk mencabut izin-izin persahaan perusak lingkungan itu adalah hoax. “terhitung sudah 5 kali, gubernur janji dalam forum-forum terbuka, untuk mencabut IUP non NCN, namun sampai sekarang tak ada tindak lanjut. Kami menyimpulkan bahwa janji gubernur dalam forum-forum resmi itu adalah berita bohong (hoax). Kami secara tegas menagih janji kepada gubernur untuk mencabut 63 IUP di kota Samarinda, 27 IUP di Paser, 152 IUP di Kubar, 42 IUP di Berau, 100 IUP di PPU, 110 IUP di Kutai Timur dan 377 IUP di Kutai Kartanegara. Setiap ajang pemilu, berita hoax ini adalah yang cukup ampuh mengilusi masyarkat” ungkap pemuda yang kerap disapa Nebo tersebut.
Selain Nebo, terdapat juga peserta aksi lainnya yang menyampaikan kekecewaannya terhadap rezim yang berkuasa hari ini. Beni, salah satu peserta aksi juga menyatakan, bahwa momentum hari bumi harus menjadi ajang yang baik untuk mengekspose kebobrokan sistem kapitalisme. “pemerintah adalah antek-antek kapitalis. Rakyat hanya dijadikan alat untuk memenangkan mereka dalam pemilu. Setelah itu rakyat tak dapat apa-apa. Kaum kapitalis mengekspoitasi alam kita dan membuat rakyat sengsara. Kita memang satu bangsa, kita berada dalam kolong langit yang sama, berada di tanah air yang sama tapi tidak ada kesamaan nasib di dalam sistem kapitalisme” ujar Beni dalam orasinya.
Massa aksi juga menilai, pajak yang dibayarkan oleh warga hanya digunakan untuk membiayai segala kehancuran yang disebabkan oleh industri perusak lingkungan. Pasalnya, dalam penyusunan APBD Samarinda 2017 untuk pengendalian banjir hanya diprioritaskan pada dua lokasi saja. Sementara total anggaran yang digunakan sebesar sebesar 600 miliar. Aksi tersebut menuntut agar Gubernur, segera mencabut seluruh IUP di Kota Samarinda yang berjumlah 63 izin, cabut seluruh IUP non CnC, serta cabut 826 IUP bermasalah di Kalimantan Timur. Kemudian, buktikan dan umumkan seluruh IUP yang dicabut.
Sebelum aksi di tutup, Anggota LSK, Haidir, mendapat kesempatan untuk memberikan orasi politiknya. Dalam orasinya Anggota LSK tersebut, menyatakan bahwa berita hoax adalah konsekuensi logis dari sistem ekonomi politik hari ini (kapitalisme) dengan modus produksinya akumulasi modal. Dimana pemerintah sebagai agen utama dalam proses pengakumulasian modalnya dengan terus mengeruk kekayaan sumber daya alam khususnya di Kalimantan timur seperti pertambangan, kepala sawit, dsb tanpa melihat kebutuhan masyarakat dan kelestarian lingkungan (alam). Hoax digunakan oleh pemerintah (penguasa) untuk mengilusi kesadaran masyarakat agar tetap percaya bahwa pemerintah dalam mengeluarkan segala kebijakan ataupun regulasi yang berkaitan dengan izin usaha pertambangan dan lain lain tetap diperuntukkan untuk masyarakat. Namun secara factual yang ditemukan di lapangan banyak kasus yang terjadi tanpa adanya tanggung jawab pemerintah, seperti meninggalnya sekitar 27 anak di lubang tambang yang sampai hari ini tidak diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah setempat. Ini saja cukup untuk menunjukkan bahwa pemerintahan borjuis tidak akan mensejahterakan masyarakatnya. Segala tipu daya yang diberikan kepada masyarakat telah memperlihatkan bahwa Negara, memang tidak untuk rakyat tertindas melainkan milik korporasi korporasi dan pemilik modal.
Lebih lanjut, kader Lingkar Studi Kerakyatan ini juga menegaskan bahwa masyarakat hari ini tidak bisa lagi percaya pada Negara dan aparatus-aparatusnya dalam menuntaskan segala persoalan di dalam masyarakat. Rakyat perlu membangun solidaritas antar kaum tertindas lainnya (kelas buruh, petani, mahasiswa, kaum miskin kota) untuk percaya pada kekuatannya secara independen. membangun dewan-dewan rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat dan dapat di recall langsung oleh rakyat pula serta menumbangkan sistem kapitalisme yang mengedepankan akumulami modal oleh segelintir orang dengan sistem yang berpihak pada rakyat tertindas ialah sosialisme. Dengan begitu rakyat akan mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran yang sejati.
Aksi berakhir pukul 12.00 WITA, Kemudian ditutup dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. (dip)
Comment here