Banyak yang telah menuliskan sejarah awal mula Hari Bumi (Earth Day). Namun untuk menyambut peringatan Hari Bumi yang sebentar lagi tiba tidak ada salahnya kita membahas kembali mengulas sejarah itu. Namun dengan prespektif seorang sosialis
Sebagaimana diketahui, sejarah peringatan Hari Bumi (Earth Day) diselenggarakan pertama kali pada 22 April 1970 di Amerika Serikat. Penggagasnya adalah Gaylord Nelson, seorang senator Amerika Serikat dari Wisconsin yang juga pengajar lingkungan hidup. Gagasan tentang peringatan Hari Bumi mulai disampaikan oleh Gaylord Nelson sejak tahun 1969. Saat itu Gaylord Nelson memandang perlunya isu-isu lingkungan hidup untuk masuk dalam kurikulum resmi perguruan tinggi. Gagasan ini kemudian mendapat dukungan luas.
Dukungan ini mencapai puncaknya pada tanggal 22 April 1970. Saat itu sejarah mencatat jutaan orang turun ke jalan, berdemonstrasi dan memadati Fifth Avenue di New York untuk mengecam para perusak bumi. Majalah TIME memperkirakan bahwa sekitar 20 juta manusia turun ke jalan pada 22 April 1970. Moment ini kemudian menjadi tonggak sejarah diperingatinya sebagai Hari Bumi yang pertama kali. Tanggal 22 April juga bertepatan dengan musim semi di Northern Hemisphere (belahan bumi utara) sekaligus musim gugur di belahan bumi selatan. Sejak itu, pada tanggal 22 April setiap tahunnya Hari Bumi (Earth Day) diperingati.[1]
Hari bumi bagi kita, bukanlah sekedar momentum semata, bumi sebagai tempat kita berpijak kini tengah rapuh dan sekarat, seiring kapitalisme yang beroperasi dengan eksploitasi akumulasi, dan ekspansi membuat banyak pencemaran lingkungan dan kerusakan alam. Bumi sedang berada dalam kondisi kemunduran. Rapuhnya Bumi ditandai dengan semakin banyaknya bencana alam dan tingkah abnormal segala sesuatu yang berkaitan dengan alam. Pergerakan lempeng bumi yang semakin sering, hancurnya rotasi iklim dunia yang sudah terbentuk sejak jutaan tahun lalu, hingga air laut yang semakin meninggi dan menenggelamkan tepian benua dan kota-kota besar yang ada di pesisir. Semua bentuk keanehan bumi itu jelas menunjukkan bahwa Bumi sudah semakin renta.
Bagi seorang awam bencana alam yang belakangan sering terjadi ini adalah karena bumi memang sudah sangat terlalu tua. Riset terbaru ini dikeluarkan oleh ahi Geokimia dari University of California, Los Angeles. Riset tersebut mengungkapkan bukti terbaru bahwa kehidupan di planet Bumi ini setidaknya telah berlangsung sejak 4,1 miliar tahun lalu. Atau sama dengan 4100 juta tahun lalu.[2] Manusia sebagai satu-satunya makhluk yang berakal yang tinggal di bumi menjadi faktor utama yang akan memperpendek usia bumi. Namun, bukan semua manusia. Sejak kemunculan kepemilikan privat/pribadi, nilai lebih dan pencurian waktu kerja lahir dalam proses produksi, hubungan antara alam dan manusia tidaklah baik. Manusia pemilik modal, memperlakukan alam dengan keinginan menguasai, memperkaya dan mengambil keuntungan pribadi. Kelas borjuasi, telah merobek, mencabik-cabik, serta menggali lubang-lubang di atas punggung bumi, tanpa pernah berfikir bahwa segala yang disediakan bumi adalah untuk memenuhi kebutuhan kita bukan keingainan tanpa batas.
Kapitalisme Tidak Berkepentingan Merawat Bumi!
Salah satu yang dapat diekploitasi selain manusia adalah alam dan kapitalisme sangat mengetahui hal ini, oleh karenanya manusia – manusia yang bermodal besar, pemilik pabrik-pabrik dan perusahaan raksasa, memiliki kepentingan lebih yang sangat besar dalam mengeksploitasi sumber daya alam, sekadar demi akumulasi keuntungan dan perluasan modalnya. Mereka tidak memperdulikan syarat keseimbangan lingkungan, karena yang paling penting bagi mereka adalah sebanyak-banyaknya produksi, tak perduli sesuai atau tidak dengan kebutuhan dan daya beli masyarakat, atau merusak masa depan lingkungan bagian dari bumi ini.
Tentu produksi yang tidak memproyeksikan kebutuhan ini akan membawa dampak yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia. Tambang-tambang seperti minyak bumi, batubara, gas alam, emas, tembaga, perak dan nikel terus menerus dikeruk. Tak ada lagi yang tersisa di dalam perut Bumi. Kita tidak bisa memproduksinya lagi. Seandainya pun bisa, butuh waktu jutaan tahun sebagaimana telah terjadi secara alamiah.
Kegiatan penambangan seiring dengan laju penindasan serta penghisapan waktu kerja buruh yang berdampak pada perkembangan produksi kapitalisme serta persaingan antar kapital atau pemilik modal. Hal tersebut juga beriringan dengan kerusakan pada bumi. Menurut catatan Energy Information Administration USA[3], setiap harinya produksi pertambangan minyak di seluruh dunia menghabiskan minyak sekitar 80 juta barel. Alias hampir 30 miliar barel per tahun. Kalau kita jumlahkan dalam kurun waktu seabad, maka manusia telah menghabiskan minyak sebanyak sekitar 3 triliun barel. Setara dengan 450 triliun liter. Atau lebih dari 300 triliun ton. Artinya, dalam 100 tahun terakhir ini isi perut Bumi telah kehilangan cairan minyak sebanyak 300 triliun ton. Atau, bervolume 450 triliun liter. Kalau sebuah kapal tangker isinya 100.000 liter, maka ini sama dengan 4,5 miliar kapal tanker.
Besarnya volume tersebut tidak lain hanya untuk keuntungan dari kepemilikan privat/ pribadi bukan atas kebutuhan mendasar rakyat di dunia. Jika ini terus berangsung maka isi perut bumi benar-benar hilang, dan strukturnya menjadi lebih keropos. Sumber data yang sama menginformasikan bahwa produksi pertambangan batu bara di muka Bumi telah menghabiskan rata-rata 5,5 miliar ton batu bara setiap tahunnya. Atau 550 miliar ton dalam 100 tahun terakhir. Bahan bakar ini pun kemudian dibakar dan tidak kembali ke dalam tanah. Kecuali abu yang sudah jauh lebih kecil bobotnya. Keadaan ini ditambah lagi dengan volume gas alam yang semakin hari juga semakin besar disedot dari perut bumi. Tak kurang dari 75 triliun cub feet setiap tahunnya gas disedot dari dalam perut bumi. Berarti seabad terakhir bumi telah kehilangan gas sebesar 7.500 triliun cub feet.
Di lain sisi setiap tahunnya ratusan ribu hektar atau bahkan jutaan hektar hutan kita ditebangi oleh tangan-tangan kotor kapitalisme. Data kerusakan hutan di permukaan bumi selama abad-abad terakhir ini sungguh mengerikan. Mestinya, hutan tropis di permukaan bumi ini bisa mencapai luasan 20 juta km persegi. Akan tetapi, lebih dari separuhnya kini telah musnah. Baik karena kebakaran, dirusak, atau pun ditebangi untuk kepentingan bisnis. Yang tersisa kini hanya sekitar 8.5 juta kilometer persegi. Kecepatan perusakan hutan bukannya semakin menurun, melainkan bertambah dahsyat. Kalau diabad yang lalu manusia menggunduli hutan dengan kecepatan sekitar 50 juta hektare selama 100 tahun, maka di bawah sistem ekonomi – politik sekarang ini meningkat sangat fantastik. Para pemilik modal besar kini merusak hutan dengan menggunakan mesin-mesin berkecepatan 900 ton per 2 jam. Dengan kata lain, kita bisa menggunduli hutan seluas 1 hektar hanya dalam waktu 1 detik. Atau 60 hektar per menit. Atau 86.000 hektar per hari. Dan setiap tahunnya, para pemilik modal ini telah menghancurkan hutan-hutan tropis dengan berbagai cara sebanyak 31 juta hektar!
Antara tahun 1960 – 1985 saja, manusia telah menggunduli 40% hutan di muka bumi. Dan dalam 3 tahun belakangan, hutan Amazon mengalami kerusakan seluas 60.000 km persegi. Maka diperkirakan, jika kerusakan berlangsung terus seperti ini, hutan Amazon bakal musnah di tahun 2025!
Inil sudah cukup untuk membuktikan bahwa sistem kapitalisme ini sangat tidak berkepentingan menjaga kelestarian alam, Kerusakan hutan telah menyebabkan timpangnya mekanisme air hujan di planet biru ini. Sekaligus merusak struktur permukaan tanah menjadi tandus dan poris.
Kelas Pekerja dan Akhir Kapitalisme
Perjuangan lingkungan yang sejati harus menjadi bagian dari perjuangan penumbangan sistem kapitalisme. Melakukan reorganisasi secara radikal terhadap cara produksi kapitalisme. Itulah satu-satunya jalan penyelamatan lingkungan yang berkesinambungan. Jelas sudah segala fakta yang ada disekelilingi kita. Memilih jalan tengah melalui konsep good will dengan maksud agar terjadi keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan biaya lingkungan yang masih bisa ditanggung, adalah omong kosong. Kerusakan alam merupakan konsekuensi mutlak atas sistem modal yang tak memikirkan kemanusiaan dan kelestarian alam. Sebab sistem penindas tersebut menempatkan baik manusia dan alam hanya sebagai objek eksploitasi sekaligus komoditas untuk menghasilkan kekayaan bagi kelas penindas yang berkuasa.
Harapan solusi satu-satunya kini ada di tangan rakyat pekerja, yang berjuang menumbangkan kapitalisme. Diperlukannya penyebarluasan kesadaran bahwa kapitalismelah penyebab kerusakan lingkungan, yang membuat jutaan manusia mati sia-sia diatas reruntuhan tanah longsor, timbunan kayu dari banjir bandang, kelaparan, sakit, badai akibat perubahan iklim, dan lainnya. Juga dibutuhkan perluasan pemahaman bahwa kesejahteraan tak mungkin didapat untuk jangka waktu yang lama jika lingkungan tak segera direhabilitasi.[4]
Kehancuran bumi adalah juga kehancuran manusia di dalamnya. Oleh karenanya, sosialisme berkepentingan menjaga daya kelangsungan bumi dengan menyesuaikan pola produksi dan konsumsi manusia. Di titik ini, ekonomi terencana dalam sosialisme memberi landasan keberlangsungan bumi dan menjaga eksploitasi terhadap bmi.
Selain itu perkembangan teknologi khususnya bidang pangan dan energi yang telah di capai dalam kapitalisme akan di pergunakan untuk memecahkan masalah daya tahan bumi untuk mampu menopang sinergitas kehidupan manusia dengan bumi. Dengan sinergisitas tersebut, kesejahteraan manusia akan mampu didapat tanpa harus mengorbankan bumi. [5]
Sekali lagi kelas pekerja yang paling berkepentingan menyelamatkan bumi dan mengakhiri penindasan kapitalisme, namun itu hanya dapat terwujud jika seluruh kelas buruh bersatu, bersolidaritas, dan melawan tanpa ragu. Juga menggandeng seluruh kaum tertindas terutama kaum tani dan masyarakat adat yang seringkali berada di barisan terdepan melawan perusakan lingkungan. Kelas buruh juga harus melakukan perlawanan yang terorganisir dan melibatkan dirinya kedalam pembangunan partai revolusioner yang mampu memimpin perjuangan kelas menghapuskan sistem penindasan dan membangun Negara Kelas Buruh.
Negara kelas buruh adalah negara yang akan disesuaikan dengan partisipasi aktif rakyat dalam negara melalui dewan buruh dan dewan-dewan rakyat. Setiap perwakilan yang ditunjuk untuk memimpin pemerintahan termasuk dapat kapan pun dicopot oleh rakyat yang memilihnya. Ini sering di sebut sebagai demokrasi langsung, yaitu kondisi dimana negara hadir sebagai rakyat (yang terorganisirkan) sendiri
Salah satu tugas pemerintah dalam membebaskan kekuatan produksi, misalnya, adalah mengangkat masyarakat yang tidak produktif menjadi produktif. Tidak ada lagi bagian masyarakat yang berperan sebagai parasit (baca: mengeksploitasi kerja orang lain). Dengan produktifnya semua orang. Setiap orang pun akan berkurang waktu kerja produksinya. Di sisi lain juga negara kelas buruh akan menghilangkan eksploitasi alam karena semua rakyat bekerja sesuai dengan kebutuhan bukan keingan pribadi.
Bersatulah Kaum Buruh ..
Mari Bergabung Dengan Perjuangan Kami..
Jayalah Sosialisme..
ditulis oleh Fateh Muhammad, anggota Lingkar Studi Kerakyatan
[1] https://alamendah.org/2011/04/08/sejarah-hari-bumi-atau-earth-day/
[2] http://blog.act.id/yuk-ketahui-berapa-usia-bumi-yang-sebenarnya
[3] https://www.eia.gov/
[4] https://lingkarstudikerakyatan.wordpress.com/2016/11/24/bagaimana-kapitalisme-menghancurkan-bumi/
[5] Sosialisme jalan sejati pembebasan Manusia hal 50
Comment here