Sejarah Singkat Hari Perempuan Internasional
Hari Perempuan Internasional, atau hari buruh perempuan internasional, merupakan bukti sejarah, bagaimana kaum buruh perempuan memperjuangkan hak-haknya. Bertahun-tahun sebelum tahun 1910, pada pergantian menuju abad 20, kaum perempuan di negara-negara yang tengah mengalami industrialisasi, mulai memasuki kerja upahan. Pekerjaan mereka dipisahkan menurut jenis kelamin, dan umumnya kaum perempuan ditempatkan di industri tekstil, manufaktur, dan layanan-layanan domestik dimana kondisi-kondisinya sangat parah dan menyengsarakan. Saat itu adalah masa dimana Serikat-Serikat Buruh tengah mengalami perkembangan dan di sisi lain sengketa-sengketa industrial mulai meletus, termasuk sengketa yang muncul di antara seksi-seksi pekerja perempuan yang tidak bergabung dalam serikat. Eropa saat itu tengah berada dalam kemungkinan terseret ke dalam api revolusi.
Hari Perempuan Internasional berawal dari keputusan Kongres Perempuan Sosialis Kedua di Kopenhagen. Kongres menetapkan Hari Perempuan Internasional pada 19 Maret 1911. Karena tanggal itu bernilai sejarah penting bagi proletariat Jerman. Tanggal 19 Maret berlangsung revolusi Jerman 1848 dimana untuk pertama kalinya raja Prussia mengakui kekuatan rakyat bersenjata dan tunduk di bawah ancaman perlawanan proletar. Salah satu diantara sekian janji yang ia berikan, namun kemudian tidak ia wujudkan, adalah memperkenalkan hak mencoblos bagi perempuan.
Hari Perempuan Internasional digelorakan pertama kali pada tahun 1911. Keberhasilannya sungguh diluar dugaan. Di Jerman dan Austria pada Hari Perempuan Buruh sangat menggelegak, bergejolak dengan lautan perempuan. Pertemuan-pertemuan diorganisir dimana-mana—di kota-kota kecil dan bahkan juga di balai-balai desa penuh sesak sampai mereka harus meminta para buruh laki-laki memberikan tempat-tempat duduknya untuk para perempuan.Jelas inilah unjuk pertama militansi oleh perempuan buruh. Sebagai gantinya para laki-laki tinggal di rumah bersama anak-anak, dan para istrinya, yang merupakan ibu rumah tangga yang selama ini tersekap di rumah, mendatangi pertemuan-pertemuan. Dalam demonstrasi-demonstrasi jalanan terbesar, dimana 30.000 orang ambil bagian, aparat polisi memutuskan merampas spanduk dan panji-panji para demonstran: para perempuan buruh melawan. Dalam bentrokan yang terjadi setelahnya, pertumpahan darah hanya bisa dihindari dengan bantuan para perwakilan sosialis di Parlemen. Tahun 1913 Hari Perempuan Internasional kemudian dipindah menjadi tanggal 8 Maret. Hari inilah yang sampai sekarang menjadi hari perempuan buruh yang militan[1]
Hari Perempuan Buruh 1913, Buruh perempuan Rusia lah yang pertama kali berpartisipasi, dengan terorganisir, mereka tak mengadakan demonstrasi terbuka, dibawah kekejaman Tsar, dimana pertemuan-pertemuan apalagi demonstrasi terbuka sangat telarang. Para perempuan buruh Russia pada saat itu menerbitkan beberapa artikel, baik koran-koran legal kelas buruh—Pravda nya Bolshevik dan Looch nya Menshevik—mengusung artikel-artikel tentang Hari Perempuan Internasional. Mereka mengusung artikel-artikel spesial, potret mereka yang berpartisipasi di gerakan perempuan buruh dan salam-salam dari para kamerad seperti Bebel dan Zetkin[2]
Kelas Pekerja Perempuan Rusia memainkan peran yang sangat penting bagi Revolusi Oktober 1917 tersebut, dimana penembakan yang dilakukan oleh pasukan tentara dan polisi Tsar terhadap 128.000 buruh yang terlibat dalam demonstrasi Hari Perempuan Internasional itu merupakan pacutan Start bagi sebuah gelombang revolusioner dipandu oleh Naluri kelas proletar, mereka menyingkirkan semua hambatan dan memulai revolusi. Yang mampu memaksa salah satu kekaisaran yang paling kolot di Eropa untuk turun tahta.
Kondisi dan penindasan perempuan hari ini
Sejauh mesin-mesin Kapitalis membagi-bagikan kerja otot, menjadi sarana yang mempekerjakan buruh dengan tidak terlalu memerlukan kekuatan otot, lebih lemah secara fisik, dan sangat jauh dari maskulinitas, yaitu tenaga kerja perempuan dan anak-anak lah pertama yang dicari oleh kapitalis yang menggunakan mesin. Bahwa mesin perkasa penganti dari tenaga kerja, berubah menjadi sarana untuk meningkatkan jumal buruh perempuan dan anak-anak, dibawah kekuasaan lansung modal, setiap anggota keluarga kelas pekerja diseret masuk ke pabrik-pabrik, tanpa perbedaan usia maupun jenis kelamin.
Kondisi krisis yang diciptakan oleh Kapitalisme tidak hanya merebut hak buruh, tetapi juga waktu bermain anak-anak, menempatkan perempuan pada beban ganda. Melemparkan setiap anggota keluarga ke pasar tenaga kerja, menetapkan nilai tenaga kerja laki-laki atas seluruh keluarganya, itulah Kapitalisme. Kapitalisme tidak hanya berkepentingan dalam menghisap dan menindas kelas buruh di tempat-tempat kerja namun juga berkepentingan dalam mencengkeram dan menguasai tubuh perempuan demi menjamin reproduksi suplai tenaga kerja untuk terus dihisap di masa depan. Oleh karena itu kelas pekerja perempuan bukan hanya dihisap tenaga kerjanya dipabrik, namun diranah domestik pun buruh perempuan dihisap kapitalisme. Bahkan akibat ketimpangan kuasa di masyarakat kelas, selain tenaga kerja yang dihisap, buruh perempuan juga mengalami kekerasan seksual,diskriminasi, dan lain sebagainya.
Kondisi hari ini tak lain disebabkan adanya keadaan krisis kapitalisme global.Setelah krisis pada tahun 2008 berlalu, guncangan krisis yang diciptakan Kapitalisme terus terusan menerpa, hingga saat ini. 26 September 2016 lalu harga saham bank Jerman anjlok ke tingkatan terendahnya sejak 1983. Ini menyusul krisis perbankan Italia dan kekacauan di pasar saham Tiongkok. Kita saksikan krisis menjalar semakin meluas disana-sini. Hampir tidak ada negara yang tidak terkena dampak kapitalisme. Termasuk negara-negara yang dulu dicap keajaiban ekonomi seperti Brazil, Russia, India, China, and South Africa (BRICS) kini turut mengalami krisis kapitalisme[3]
Krisis over produksi menuntut kapital mencari ruang-ruang baru baik dalam dan luar negeri untuk menanamkan diri dan menghisap, seperti parasit. Salah satu upaya melancarkannya ialah menembus kedaulatan teritorial, melalui pasar bebas, dan jebakan utang sebagai proses pancingan terhadap negara-negara berkembang kedalam sirkulasi capital sehingga dapat di manfaatkan sebagai tempat pembuangan surplus dan jalur penguasaan sumber daya alam dan manusianya.
Khusus di Indonesia, ini berawal dari rezim Orde Baru yang membuka keran Liberalisasi ke imperialisme dengan kebijakan investasi luar negerinya, dan menebar Ideologi “kewanitaan” yang membatasi akses publik perempuan, sekaligus melanggengkan perempuan sebagai pekerja loyal sektor informal seperti pekerja rumah tangga, pekerja seks, buruh migran, dll.
Dengan jumlah total penduduk sekitar 255 juta orang,Indonesia adalah negara berpenduduk terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat). Selanjutnya, negara ini juga memiliki populasi penduduk muda karena sekitar setengah dari total penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut digabungkan, Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar, dalam artian, ladang sumber daya manusia yang dibutuhkan Kapitalisme. Berikut representasi menurut data dari BPS:
Tenaga Kerja Indonesia:
dalam juta | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 |
Tenaga Kerja | 116.5 | 119.4 | 120.3 | 120.2 | 121.9 | 122.4 | 127.8 |
– Bekerja | 108.2 | 111.3 | 113.0 | 112.8 | 114.6 | 114.8 | 120.8 |
– Menganggur | 8.3 | 8.1 | 7.3 | 7.4 | 7.2 | 7.6 | 7.0 |
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pengangguran di Indonesia:
2006 | 2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | |
Pengangguran (% dari total tenaga kerja) |
10.3 | 9.1 | 8.4 | 7.9 | 7.1 | 6.6 | 6.1 | 6.2 | 5.9 | 6.2 |
Pengangguran Pria (% dari total tenaga kerja pria) |
8.5 | 8.1 | 7.6 | 7.5 | 6.1 | – | – | – | ||
Pengangguran Wanita (% dari total tenaga kerja wanita) |
13.4 | 10.8 | 9.7 | 8.5 | 8.7 | – | – | – |
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik
2006 | 2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | |
Pengangguran Muda Pria (persentase tenaga kerja pria 15-24 tahun) |
27.7 | 23.8 | 21.8 | 21.6 | 21.1 | 19.3 |
Pengangguran Muda Wanita (persentase tenaga kerja wanita 15-24 tahun) |
34.3 | 27.3 | 25.5 | 23.0 | 22.0 | 21.0 |
Sumber: Bank Dunia
Tenaga Kerja per Sektor:
dalam juta | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016¹ |
Pertanian | 42.5 | 39.9 | 39.2 | 39.0 | 37.8 | 38.3 |
Pedagang Grosir, Pedagang Ritel, Restoran dan Hotel |
23.2 | 23.6 | 24.1 | 24.8 | 25.7 | 28.5 |
Jasa masyarakat, Sosial dan Pribadi | 17.0 | 17.4 | 18.5 | 18.4 | 17.9 | 19.8 |
Industri Manufaktur | 13.7 | 15.6 | 15.0 | 15.3 | 15.3 | 16.0 |
¹ data dari Februari 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pekerjaan rentan (tenaga kerja yang tidak dibayar) baik untuk pria maupun wanita angkanya lebih tinggi di Indonesia daripada di negara-negara maju atau berkembang lainnya. Dalam satu dekade terakhir ini tercatat sekitar enam puluh persen untuk pria Indonesia dan tujuh puluh persen untuk wanita. Banyak ‘pekerja rentan’ adalah mereka yang bekerja di sektor informal.
Di Indonesia, representasi kesempatan perempuan dalam lapangan kerja menurut data dari BPS 2014, hanya 47.08% berbeda dengan laki-laki yang mencapai 78,27 %[4]. Dari segi pengupahan, perempuan yang bekerja penuh waktu mendapatkan gaji sebesar 82% dari gaji penuh waktu laki-laki perjam, dan perempuan yang bekerja penuh waktu hanya mendapatkan 59% dari gaji laki-laki. Kondisi perempuan di daerah konflik seperti Papua dan Papua Barat dengan negeri sumber daya alam yang kaya namun menurut data BPS januari 2016 Papua dan Papua Barat menempati posisi tertinggi daerah miskin dengan angka 28,40% dan 25,73% di Indonesia[5].
Selain itu, Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2016, menemukan jumlah kasus Kekerasan terhadap perempuan (KTP) 2015 sebesar 321.752, bersumber data kasus/perkara yang ditangani Pengadilan Agama atau Badan Peradilan Agama (PA-BADILAG) sejumlah 305.535 kasus, dan dari lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 16.217 kasus; Terpisah dari jumlah itu, ada 1.099 kasus diadukan langsung ke Komnas Perempuan lewat Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR). Dari 1.099 kasus masuk ke UPR dan divisi pemantauan Komnas Perempuan, kasus KDRT/RP mencapai 889 kasus atau 81%. Komunitas 17% atau 182 kasus, dan Negara 2% atau 28 kasus. Data ini sama dengan data lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, di mana ranah KDRT/RP menempati angka tertinggi.
Sebanyak 11.207 kasus di ranah KDRT/RP, 60% atau 6.725 kasus berupa kekerasan terhadap istri, 24% atau 2.734 kasus kekerasan dalam pacaran, dan 8% atau 930 kasuskekerasan terhadap anak perempuan. Kekerasan terhadap perempuan (KTP) dalam ranah KDRT/RP, kekerasan fisik menempati peringkat pertama dengan persentase 38% atau 4.304 kasus, diikuti dengan kekerasan seksual 30% atau 3.325 kasus, kekerasan psikis 23% atau 2.607, dan ekonomi 9% atau 971 kasus. Bentukkekerasan seksual tertinggi adalah perkosaan 72% atau 2.399 kasus, pencabulan 18% atau 601 kasus, dan pelecehan seksual 5% atau 166 kasus. Di Ranah komunitas Sebanyak 5.002 kasus (31%) terjadi di ranah komunitas. Pada tahun 2015 sama seperti tahun 2014, kekerasan tertinggi adalah kekerasan seksual (61%). Jenis kekerasan seksual di komunitas tertinggi adalah: perkosaan (1.657 kasus), lalu pencabulan (1.064 kasus), pelecehan seksual (268 kasus), kekerasan seksual lain (130 kasus), melarikan anak perempuan (49 kasus), dan percobaan perkosaan (6 kasus).bahwa setiap dua jam terdapat tiga perempuan menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia. Faktanya ada 35 perempuan Indonesia menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya[6]
Selain itu di ranah publik , berbagai perda diskriminatif dikeluarkan rezim hari ini yaitu Perda Syariah Bantul, aturan Qanun di Aceh, dan lainnya. Tahun 2014 Komnas Perempuan mencatat ada 23 kebijakan diskriminatif baru (dari total 365 kebijakan diskriminatif) tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Peraturan diskriminatif ini semakin memperkuat represifitas atas nama keamanan.
Akar penindasannya dan Jalan keluarnya
Dengan periode kesejarahan yang membuktikan bahwa kaum perempuan memainkan peran penting dalam pembebasan rakyat tertindas, dalam rangka penumbangan sistem yang menindas. Maka perlu memahami asal muasal dari penindasan perempuan itu sendiri, hingga problematika yang terjadi di gerakan gerakan perempuan hari ini. Fenomena kekerasan seksual dalam masyarakat secara keseluruhan, dapat menjadi hambatan untuk sepenuhnya memahami masalah dan bagaimana mengatasinya. Meletakan laki-laki sebagai musuh sejati dari kaum perempuan adalah kesalahan besar. Bahkan menaruh stigma negatif pada kaum LGBT, juga merupakan kesalahan yang tak terbantahkan.
Penindasan terhadap perempuan berawal, ketika berbagai masyarakat mulai menggeser pri-kehidupannya ke arah masyarakat pertanian, seluruh struktur masyarakatpun berubah. Termasuk di antaranya hubungan antara laki-laki dan perempuan. Karena, perubahan status perempuan telah berkembang sesuai dengan produktivitas tenaga kerja dan pembagian kerja manusia di pertanian, peran domestik, peternakan dan pengumpulan bahan, hingga kemuculan divisi pekerja baru.
Kaum perempuan dibebani tugas biologis dalam produksi sosial untuk menghasilkan generasi berikutnya, yaitu penghasil tenaga kerja baru untuk dieksploitasi sama seperti ternak. Seiring dengan kemunculan instititusi sosial ekonomi atas kepemilikan pribadi, diperkuat dengan kepemilikan pribadi akan perempuan beserta seluruh hidupnya oleh kelas penguasa. Hilangnya tradisi komunal primitif menjadi peluang bagi munculnya penghisapan kelas dan hubungannya dengan akumulasi kekayaan pribadi.
Sistem Keluarga diinstitusikan dan menjadi lembaga penindasan perempuan terkecil dalam stuktur Kapitalisme hari ini, peran independen perempuan dalam kondisi sosial dihilangkan, dan menciptakan ketergantungan akan ekonomi yang meletakan perempuan bekerja hanya untuk wilayah domestik saja, memasak, merawat anak dan lain sebagainya. Insitusi keluarga dilegalkan melalui melalui sistem masyarakat kelas, dalam sepanjangan sejarah perkembangan masyrakat. Bentuk Keluarga sebagai mesin produksi tenaga kerja, disusun dan di atur sesuai kebutuhan kelas penguasa dan bentuk dari kepemilikan pribadipun mengalami perkembangan dengan tahapan yang berbeda (perbudakan-feodalisme/kerjaan-hingga Kapitalisme).
Sistem keluarga di jaman perbudakan berbeda dengan jaman feodalisme. Dalam sistem perbudakan, institusi keluarga hanya terdapat pada kelas pemilik budak (budak tidak berkeluarga). Di jaman feodalisme, sistem keluarga diperluas hingga kelas pekerja dan budak, yang memiliki sedikit alat produksi (sebidang kecil lahan, binatang dan alat pertukangan), dan menjadi unit dasar yang mengerjakan produksi sosial.
Kapitalisme memodifikasi penindasan terhadap perempuan agar sesuai dengan kebutuhan dan keuntungan ekonomi. Kemunculan industrialisasi kapitalis sebelumnya sudah memiliki banyak kontradiksi dalam mempertahankan penindasan perempuan, dengan munculnya pertumbuhan kelas pekerja, diantara para pekerja merupakan unit keluarga yang tumbuh menjadi unit produksi dalam skala kecil.
Tingginya jumlah perempuan yang tidak bekerja dan diperkuat suprastruktur yang menstigmakan bahwa tempat perempuan adalah di rumah, jika bekerja hanya dikatakan sebagai penambah penghasilan keluarga, ketika tidak bekerja maka perempuan akan terkurung dalam kerja-kerja rumah tangga. Di bawah sistem kapitalisme, sistem keluarga juga menciptakan mekanisme yang mengeksploitasi kaum perempuan sebagai pekerja upahan.Terserapnya sejumlah besar kaum perempuan dalam industri telah membangun kontradiksi antara bertambahnya kemandirian ekonomi dan penundukkan domestik ke dalam unit keluarga.
Diskriminasi, Penindasan, hingga kekerasan Seksual yang dialami perempuan berakar dalam struktur kapitalisme. Kapitalisme adalah sistem di mana produksi komoditas dan penciptaan kekayaan adalah proses yang mendominasi manusia, bukan salah satu di bawah kontrol demokratis dan subordinasi untuk kebutuhan kita, namun semata demi kepentingan perputaran arus kapital
Apakah dapat untuk sementara bahwa Kapitalisme dimungkinkan untuk mengurangi efek ketertindasan perempuan mulai dari, beban ganda, diskriminasi sosial dan kekerasan seksual terhadap perempuan? Jawabannya jelas itu tidak akan diberantas di bawah kekuasaan kapitalisme. Sebuah masyarakat tanpa penindasan, kekerasan, diskriminasi dan di mana perempuan yang benar-benar bebas dan setara, hanya akan mungkin bila kapitalisme dihancurkan hingga ke akar-akarnya. Sejak kaum perempuan menyadari bahwa penindasan terhadap mereka berasal dari masyarakat kelas, maka untuk meraih kebebasan, struktur masyarakat harus dirubah.
Ayo berjuang bersama
Karena ketertindasan perempuan berawal dari sebuah perjalanan sejarah yang objektif maka upaya pembebasan perempuan dari posisi yang ditempatinya sekarang ini harus pula menemukan kondisi objektif yang memungkinkan dilakukannya pembebasan tersebut. Kondisi itu adalah kembalinya kaum perempuan ke lapangan produksi kolektif.
Oleh karena itu, perjuangan pembebasan terhadap perempuan tidaklah dapat dilepaskan dari perjuangan untuk mengubah kendali atas proses produksi (dan hasil-hasilnya) dari tangan perorangan (pribadi) ke tangan masyarakat (sosial). Sebaliknya, pengalihan kendali ini tidak akan berhasil jika kaum perempuan belumlah terbebaskan. Tidaklah mungkin membuat satu pengendalian produksi (dan pembagian hasilnya) secara sosial jika kaum perempuan, yang mencakup setidaknya setengah dari jumlah umat manusia, tidaklah terlibat dalam pengendalian itu.
Di sinilah kita dapat menarik satu kesimpulan: perjuangan pembebasan perempuan akan berhasil dengan sempurna jika ia disatukan dengan perjuangan untuk mencapai sosialisme. Dan sebaliknya, perjuangan untuk sosialisme akan juga berhasil dengan sempurna jika perjuangan ini menempatkan pembebasan perempuan sebagai salah satu tujuan utamanya. Kedua perjuangan ini tidak boleh dipisahkan, atau yang satu didahulukan daripada yang lain. Keduanya harus berjalan bersamaan. Dengan begitulah maka masyarakat adil dan setara akan terwujud.
Brosur Propaganda ini dikeluarkan oleh KPO PRP
[1]http://www.arahjuang.com/2017/02/19/hari-perempuan-internasional/
[2]http://www.arahjuang.com/2017/02/19/hari-perempuan-internasional/
[3]http://www.arahjuang.com/2017/01/01/satu-tahun-yang-kita-lalui-dan-partai-revolusioner-yang-kita-butuhkan/
[4]http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilojakarta/documents/presentation/wcms_346599.pdf
[5]http://www.pmiirashulwalisongo.or.id/2016/07/kader-perempuan-alpa-wawasan.html
[6]http://www.komnasperempuan.go.id/lembar-fakta-catatan-tahunan-catahu-2016-7-maret-2016/
Comment here