Teori

Entryisme

Bagi para aktivis buruh dan pejuang kelas di Indonesia terdapat suatu perdebatan mengenai persoalan bekerja di dalam organisasi massa pada umumnya dan persoalan entryisme pada khususnya. Pertama-tama, patut kita ingat bahwasanya Marx dan Engels dalam Manifesto Komunis menyatakan, “Kaum Komunis tidak mendirikan suatu partai tersendiri yang bertentangan dengan partai-partai kelas buruh lainnya. Mereka tidak mempunyai kepentingan-kepentingan tersendiri dan terpisah dari kepentingan-kepentingan proletariat sebagai keseluruhan. Mereka tidak mengadakan prinsip-prinsip sendiri yang sektarian, yang hendak dijadikan pola bagi gerakan proletar.” Artinya, bukan hanya partai yang perlu kita bangun adalah partai buruh revolusioner yang dibangun di atas fondasi serikat-serikat buruh namun juga mewakili kepentingan kelas buruh secara keseluruhan.

Bagaimana kaum Marxis memandang persoalan entrisme atau bagaimana bekerja di organisasi massa yang sampai sekarang masih tetap relevan dan menjadi perdebatan. Dari Marx, Engels, Lenin, Trotsky, Grant, Cannon, Cliff, bahkan Sneevliet, terdapat banyak perdebatan dan pandangan yang bisa diangkat sekaligus dipelajari terkait entrisme. Konteks mana yang melandasi perlunya entrisme? Bagaimana kerja kaum Marxis di dalam organisasi massa-organisasi massa buruh reformis? Haruskah kaum Marxis bekerja di dalam partai buruh reformis atau cukup bekerja di serikat-serikat reformis? Bagaimana menarik batas keseimbangan antara upaya memenangkan lapisan buruh maju dari pengaruh ormas reformis dengan mengikat tangan dan kaki pada kebijakan-kebijakan kaum reformis yang pro kapital? Apakah “split” adalah sesuatu yang direncanakan atau hasil reaksi serangan elit birokrasi? Mana saja sejarah keberhasilan dan kegagalan entrisme? Semua ini akan jadi bahasan Bumi Rakyat kali ini.

Pertama, kita mulai dari definisi entryisme. Entryisme adalah suatu strategi politik dimana suatu organisasi mengarahkan para anggota atau pendukungnya untuk bergabung memasuki organisasi lain, umumnya organisasi yang lebih besar, untuk berupaya mengembangkan pengaruh dan menyebarkan pemikiran serta program mereka. Lenin dalam karyanya “Komunisme Sayap Kiri – Suatu Penyakit Kekanak-kanakan” menekankan bukan saja pentingnya bekerja di dalam serikat-serikat reformis namun juga bahkan bekerja di dalam partai buruh serta parlemen borjuis untuk menunjukkan batas-batas demokrasi borjuis, memblejeti kapitalisme, mengekspos pengkhianatan kaum reformis,  dan—utamanya—menjangkau sebanyak mungkin proletar termaju dari lapisan kelas buruh untuk dimenangkan ke perspektif Marxisme untuk digembleng ke dalam perjuangan kelas revolusioner menumbangkan kapitalisme. Jadi perlu digarisbawahi disini, bahwa bekerja dalam organisasi-organisasi buruh reformis memang merupakan tugas yang wajib diemban kaum pejuang kelas revolusioner demi mencapai tujuan-tujuan di atas. Namun perlu digarisbawahi disini bahwa ini berlaku sebagai suatu taktik, bukan strategi. Taktik dijalankan di atas situasi, kondisi, dan konteks-konteks tertentu, yang meskipun menuntut fleksibilitas, namun juga menuntut keteguhan prinsip-prinsip tertentu. Karenanya tidak untuk diberlakukan secara permanen dalam semua konteks sepanjang zaman.

Sedangkan dari sudut pandang gerakan Trotskyisme, untuk memahami Entryisme, kita perlu mempelajari bagaimana konteks historisnya. Secara historis taktik Entryisme diusulkan Trotsky dalam situasi dimana kaum birokrat Stalinis menguasai Komintern dan partai-partai komunis di dunia serta mengusir Trotsky beserta para pendukungnya. Leon Trotsky dalam essainya berjudul “The French Turn” atau “Putaran Prancis” bulan Juni 1934, mengusulkan agar kaum Trotskyis Prancis membubarkan Liga Komunis, organisasi cabang Prancis dari Oposisi Kiri Internasional, untuk bergabung dengan Section Française de l’Internationale Ouvrière (SFIO) atau Seksi Prancis dari Internasional Buruh. Sebelumnya tanggal 6 Februari 1934 pecah kerusuhan seputar Stavisky Affair yang berujung pada jatuhnya pemerintah Daladier. Bahaya risiko berkuasanya Fasis sebagaimana di Jerman dan Italia kemudian mendorong SFIO dan Parti Communis Francais (PFC) atau Partai Komunis Prancis membentuk “Front Persatuan”. Saat itu Liga Komunis, organisasi Trotskyis di Prancis masihlah organisasi yang sangat kecil, belum menjangkau lapisan luas kelas buruh yang maju, serta masih banyak elemen kelas menengahnya. Trotsky memandang adanya peluang dan kesempatan besar untuk ekspansi ke dalam Front Persatuan dan memenangkan buruh-buruh yang kesadarannya tengah naik karena dipicu bahaya fasisme untuk diyakinkan ke perspektif Trotskyisme. Saat itu Trotsky memandang sudah mustahil untuk masuk kembali ke Partai Komunis karena sempitnya ruang bagi demokrasi internal dan lebih besarnya peluang untuk membangun basis di dalam SFIO, yang saat itu di bawah kepemimpinan Léon Blum tengah bergerak ke kiri. Dua pelajaran yang bisa kita tarik disini: Trotsky mengusulkan entryisme ke SFIO dengan dua landasan penting: Pertama, SFIO merupakan organisasi dimana kaum buruh sedang mengalami gelombang pasang radikalisasi buruh dan kesadaran kelas. Kedua, lebih besarnya ruang demokrasi dan peluang membangun basis disana. Ketiga, kedua hal tersebut memberi kemungkinan besar bukan hanya penyebaran namun juga dimenangkannya banyak buruh di dalamnya ke pemikiran Marxisme revolusioner.

Kaum Trotskyis kemudian membubarkan Liga Komunis dan kemudian membentuk Groupe Bolchevik-Leniniste (GBL) atau Grup Bolshevik Leninis dalam SFIO. GBL kemudian membangun basis di antara buruh-buruh sayap kiri SFIO. Pengaruh kaum Trotskyis paling kuat di organisasi sayap pemuda SFIO, yaitu Pemuda Sosialis dan SFIO cabang Paris. Agustus 1934 saja kaum Trotskyis bisa menaikkan jumlah anggotanya sampai 300 orang. Kemudian pada Juni 1935 di kongres partai Mulhouse, kaum Trotskyis memimpin kampanye untuk mencegah Front Persatuan menjadi kolaborasi kelas bernama “Popular Front” atau Front Rakyat yang juga akan menyertakan elemen-elemen borjuis, khususnya kelompok politik kelas menengah bernama Partai Radikal. Jean Rous dari GBL kemudian terpilih masuk Komite Administratif Nasional SFIO. Bagaimanapun juga entryisme ke SFIO tidak bersifat permanen. Setelah Popular Front diadopsi, Trotsky kemudian mengusulkan agar GBL pecah dengan SFIO dan membentuk partai revolusionernya sendiri. Awal tahun 1936 kaum Trotskyis kemudian keluar dan menarik sekitar 600 orang dari SFIO.

Taktik Entryisme sebagaimana Putaran Prancis ini juga diterapkan kaum Trotskyis di negara-negara lainnya. Misalnya di Amerika Serikat (AS) kaum Trotskyis seperti James P.Cannon, salah satu pendiri komunisme di AS, yang dikeluarkan karena mendukung Trotsky, bersama Partai Pekerja AS kemudian menerapkan entryisme ke Partai Sosialis Amerika di tahun 1936. Mereka kemudian membentuk faksi revolusioner dengan berpusat di koran “Socialist Appeal” (Seruan Sosialis). Sebagaimana Entryisme di Prancis, dukungan paling kuat mereka dapatkan dari para anggota organisasi sayap pemuda dari Partai Sosialis Amerika, yaitu Liga Kaum Muda Sosialis. Kaum Trotskyis dan para pendukungnya kemudian dikeluarkan pada tahun 1937 dan di tahun 1938 mereka membentuk partai baru bernama Socialist Workers Party atau Partai Pekerja Sosialis. Sedangkan kaum Trotskyis di Britania yang terorganisir dalam Liga Komunis di tahun 1932 menerapkan entryisme ke Partai Buruh Independen dan Partai Buruh. Mereka kemudian keluar dari partai-partai ini di tahun 1944 untuk membentuk Partai Komunis Revolusioner.

Dalam konteks demikian, sekali lagi kita bisa menyimpulkan bahwa taktik Entryisme digunakan kaum Trotskyis dimana mereka memasuki partai-partai sosial demokratis untuk mendapatkan kontak dan menjalin hubungan dengan lapisan buruh yang mengalami gelombang pasang sosialis revolusioner di dalamnya, kemudian mengarahkan mereka ke perspektif revolusioner Bolshevik Leninisme. Entryisme dengan demikian dilakukan bukan dengan prinsip melebur atau menanggalkan atau meninggalkan tugas pembangunan partai buruh revolusioner. Entryisme juga sepenuhnya berbeda dengan konsep “Broad Left Party” atau Partai Kiri Luas.

Trotksy misalnya menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap Trotskyis Spanyol yang berhimpun dalam Izquierda Comunista de España atau Kiri Komunis Spanyol (cabang Spanyol dari Oposisi Kiri) pimpinan Andres Nin yang berencana berfusi dengan Bloque Obrero y Campesino atau Blok Buruh dan Tani yang merupakan anggota kelompok Oposisi Kanan cabang Spanyol. Apa itu Oposisi Kanan? Oposisi Kanan adalah tendensi yang terdiri dari Nikolai Bukharin, Alexei Rykov, Mikhail Tomsky dan para pendukungnya yang terbentuk di akhir 1920an. Secara resmi mereka memakai nama Oposisi Komunis Internasional namun posisi mereka dalam gerakan komunis berada di sayap kanan. Trotsky menjelaskan bahwa pasca kematian Lenin, terdapat tiga tendensi yang pecah di antara kaum Bolshevik. Pertama, tendensi Oposisi Kiri yang merepresentasikan tradisi internasionalis revolusioner dari kelas buruh. Kedua tendensi sentris pimpinan Joseph Stalin yang berada di tengah, mendasarkan diri pada birokrasi negara dan partai serta cenderung bergonta-ganti posisi sekaligus aliansi antara kiri dan kanan. Ketiga, tendensi kanan yang terdiri dari Bukharin dan Rykov serta para pendukungnya yang mewakili pengaruh kaum tani dan bahaya restorasi kapitalis. Oposisi Kanan memiliki kebijakan yang menguatamakan diatas segala-galanya kebijakan-kebijakan Novaya Ekonomicheskaya Politika (NEP) atau Kebijakan Ekonomi Baru. Tiga tendensi ini tidak hanya muncul di Uni Soviet namun juga bisa ditemukan di banyak Partai Komunis besar di seluruh dunia. Meskipun fusi ini menghasilkan lompatan keanggotaan dari 10.000 orang di tahun 1936 menjadi 70.000 di bulan Desember 1936 namun ketidakjelasan perspektif revolusioner membuat mereka melakukan kesalahan fatal, misalnya bergabung dalam pemerintahan Popular Front dimana mereka dipaksa menerima persekutuan dengan borjuis “demokratis” sementara sering menderita serangan propagandis maupun serangan militer dari kaum Stalinis serta pemerintah. Jadi patut diambil pelajaran bahwasanya taktik entrisme sama sekali tidak bisa diterapkan dengan likuidasionisme. Sebagaimana dikatakan Lenin, likuidasionisme “terdiri secara ideologis dari negasi terhadap perjuangan kelas revolusioner dari proletariat sosialis pada umumnya dan penolakan terhadap hegemoni proletariat”.

Inilah yang terjadi bukan hanya pada kasus POUM di Spanyol namun juga dengan taktik Entrisme Suis Generis atau Entrisme Jenisnya Sendiri. Taktik yang dipromosikan Michel Pablo dan Gerry Healy ini pada dasarnya merupakan entrisme jangka panjang dimana mereka masuk dan bekerja dalam organisasi selama puluhan tahun dengan harapan mencapai pengaruh dan kekuatan tertentu atau bahkan mengambil alih organisasi sasarannya. Mereka yang menerapkan taktik Entrisme Suis Generis tidak mempropagandakan, mengedukasi, dan memperjuangkan pembangunan partai buruh revolusioner. Alasannya dalam konteks perang dingin, sulit untuk diterima masuk partai-partai bermassakan buruh bila membawa perspektif Bolshevik-Leninis. Entrisme Suis Generis pada dasarnya mengubah taktik fleksibel sementara menjadi strategi permanen dan menomorsatukan mencari massa sebanyak-banyaknya daripada membangun sel/embrio di antara kelas buruh yang tergembleng dengan teori perspektif perjuangan kelas revolusioner. Taktik ini berbuah malapetaka karena bukannya mendapat hasil yang diinginkan namun banyak kadernya malah terkooptasi. Banyak anggotanya kemudian memeluk ideologi gerilyaisme, mahasiswaisme, bahkan Pablo kemudian menjabat menteri di pemerintahan FLN di Aljazair sedangkan Healy sendiri diam-diam menjadi sekutu dan didanai Muammar Qadhafi, diktator Libya, yang bukan hanya menindas buruh namun juga memburu kaum Marxis di Libya habis-habisan.

Patut kita pelajari pula bagaimana Henk Sneevliet menerapkan taktik “Entryisme” di Indonesia. Sneevliet bersama beberapa kawan sosialisnya di Hindia Belanda membentuk Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) atau Perhimpunan Sosial-Demokratis Hindia pada 1914. Awalnya ISDV hanya terdiri 85 anggota Partai Sosial-Demokratis Belanda. Tahun 1915 ISDV menerbitkan koran berbahasa Belanda: Het Vrije Woord atau Kata Merdeka. ISDV berkembang dari lingkar diskusi menjadi grup propaganda berkeanggotaan 100 orang. Namun mayoritas anggotanya orang Belanda dan orang Indo. Anggota Indonesia hanya tiga orang. Meskipun demikian ISDV sangat dinamis dan dengan pesat bergerak ke arah radikal dan anti kapitalis. Menyadari perlunya membangun basis besar dari rakyat pribumi, tahun 1915 pula Sneevliet mengusulkan dipindahnya markas ISDV dari Surabaya ke Semarang dimana pergerakan rakyat mulai bangkit. Dari sini ISDV bukan hanya berhasil menyebarkan pemikiran perjuangan kelas revolusioner namun juga merekrut serta menggembleng kader-kader Marxis awal dari kalangan pribumi seperti Semaun yang masuk ISDV tahun 1915, Darsono yang masuk ISDV tahun 1916 karena terkesima dengan persidangan Sneevliet, dan sebagainya.

Tahun 1917, ISDV menerbitkan koran berbahasa Indonesia berjudul Soeara Merdeka dan pada tahun yang bersamaan pula Sneevliet mengajukan taktik Block Within, atau Entryisme ke dalam Sarekat Islam (SI) untuk membawa pemikiran dan perspektif revolusioner serta mengembangkan pengaruh sekaligus meraup basis di antara rakyat jelata Indonesia. Gagasan revolusioner dan analisis kelas tidak hanya disebarkan melalui koran-koran resmi ISDV namun juga melalui organ-organ penerbitan dari cabang-cabang SI dimana para pimpinannya berhasil dimenangkan ke perspektif Marxisme, misalnya melalui koran Sinar Djawa pimpinan Semaun di Semarang serta koran Islam Bergerak pimpinan Haji Misbach di SI Surakarta, dan sebagainya. Pengaruh Marxisme yang ditanamkan ISDV melalui taktik Blok di Dalam ini sedemikian besar sampai mengubah basis kelas pergerakan SI yang awalnya berkutat pada borjuis kecil dalam wujud para pedagang batik menjadi berbasiskan buruh dan tani. Pemogokan-pemogokan banyak dipimpin oleh kaum revolusioner di dalam SI. Misalnya pemogokan tahun 1918 yang dimenangkan 300 buruh pabrik mebel dan pemogokan tahun 1920 yang dimenangkan para buruh percetakan dengan hasil naiknya upah buruh sebesar 20% dan uang makan 10%.Meskipun ISDV dibubarkan akibat pemberontakan para prajurit dan pelaut di tahun 1917 namun kerja klandestin ISDV, taktik entrisme atau “Block Within” ke dalam SI, berhasil membuahkan hasil signifikan. Keanggotaan ISDV naik dari 85 menjadi tidak kurang dari 400 orang dan mayoritas sudah diisi orang pribumi Indonesia dengan keanggotaan orang Belanda hanya sebesar 25 dan pribumi sebesar setidaknya 375 orang pada tahun 1919, dua tahun sejak taktik Entryisme diterapkan. Dengan bekal keanggotaan sebesar itu, koran revolusioner, pengaruh dalam gerakan rakyat, dan kepemimpinan dalam gerakan buruh, maka didirikanlah partai buruh revolusioner di Indonesia dengan nama Perserikatan Komunis di Hindia pada 23 Mei 1920., partai komunis pertama di Asia dan juga menjadi anggota Asia pertama dari Internasional Ketiga–yang kemudian di tahun 1924 berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat Agus Salim, Abdoel Moeis, dan Agus Salim yang mewakili kaum Islamis atau kelompok SI Putih berusaha melakukan pemecatan terhadap para anggota SI yang masuk PKI dengan cara mengajukan mosi larangan keanggotaan ganda, massa rakyat menyaksikan bahwa Tan Malaka dan Semaun, para pimpinan kaum kiri di SI sekaligus anggota PKI, menentang perpecahan demikian, massa rakyat kemudian memandang bahwa selama ini yang paling konsisten dalam hal perjuangan dan persatuan rakyat adalah kaum kiri di SI. Saat para anggota kiri SI dan cabang-cabang SI yang berada di bawah pengaruh Marxisme (Acap disebut SI Merah) dikeluarkan (SI Merah kemudian berganti nama menjadi Sarekat Rakyat), hal ini kemudian hanya menguntungkan kaum revolusioner. Diperparah dengan pengetatan larangan terhadap aktivitas politik, SI sendiri kemudian mengalami kemunduran, karena lebih memilih berfokus pada persoalan keagamaan, sehingga pergerakan nasional bukan hanya dipimpin namun sepenuhnya berada di tangan kaum pejuang kelas revolusioner. Meskipun demikian mayoritas anggota Sarekat Rakyat bukanlah dari kelas buruh melainkan kaum tani dan pekerja informal. Artinya PKI sebagai partai garda depan revolusioner yang harus berdasarkan kelas buruh perlu membangun basis yang lebih kuat dari kalangan buruh. Karenanya Tahun 1922 kaum komunis mulai mengorganisir semua serikat buruh di bawah satu organisasi. Tanggal 22 September berdirilah konfederasi serikat buruh pertama di Indonesia bernama Persatuan Vakbonded Hindia (PKH). Dua tahun berikutnya PKH berkonsentrasi pada pembangunan dan pergerakan serikat-serikat yang solid, disiplin, dan berorientasi pada pendirian Republik Dewan Buruh Sosialis Indonesia.

Pelajaran final dari praktik Entryisme di SI dan pembangunan PKI: saat berada di dalam, selain kerja edukasi, agitasi, organisasi dengan perspektif Marxis, kaum revolusioner harus menggunakan tiap kesempatan dan isu untuk menyampaikan pandangan dan seruan yang menawarkan perlawanan paling efektif sekaligus menawarkan solusi revolusioner. Ini semua harus secara konsisten dan tidak bisa dengan mendiamkan pelanggaran, penyimpangan, atau oportunisme beberapa pimpinan di dalamnya. Artinya taktik Entryisme tak boleh membuat kaum revolusioner terikat tangan dan kakinya pada manuver dan keputusan para elit pimpinan reformis.

ditulis oleh Leon Kastayudha, kader KPO PRP

pernah dimuat di Bumi Rakyat Edisi 52, Entryisme

Loading

Comment here