Jumat (13/1/2016), sebanyak 78 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Malang Bersatu melakukan arak-arakan dan demonstrasi menuntut diturunkannya harga BBM. Aliansi yang terdiri dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat Tertindas (SMART), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini menilai keputusan Jokowi-JK yang menaikkan harga BBM tersebut hanya melayani kepentingan modal dan Imperialisme.
Massa aksi juga mengungkap bahwasanya kenaikan harga BBM di Indonesia sejatinya tidak terlepas dari intervensi kapitalisme monopoli (Imperialisme) yang terus memaksakan penghapusan subsidi bagi rakyat. “Kenaikan tersebut telah menjadi akibat langsung dari dominasi Imperialisme yang terus melakukan monopoli atas tanah, bahan mentah, dan sumber daya alam di Indonesia termasuk monopoli atas sumber daya energi dan mineral.” Aliansi juga menyatakan bahwa “Masalah utama yakni dominasi dan kontrol imperialis atas produksi dan pasar secara monopoli sehingga rakyat tak dapat berdaulat atas miliknya. Indonesia hanya akan diberi jatah sumur-sumur tua yang terus mengalami penurunan produksi.”
Menurut rilis persnya, “Kontrol terhadap Indonesia tidak hanya berbentuk produksi minyak namun juga skema perdagangan minyak sesuai dengan kepentingan pasar Imperialis. Oleh karena itu patokan harga minyak selalu mengikuti perkembangan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh instrumen pasar milik imperialisme seperti New York Merchantile Exchange (Nymex). Selama ini pemerintah Indonesia melakukan impor minyak sebesar 400.000 barel/hari untuk menutup kekurangan konsumsi minyak harian Indonesia yang pada tahun 2012 dan, pada tahun 2013 mencapai 1,4 juta barel per hari, sedangkan produksi minyak dalam negeri selama ini hanya sekitar 910.000 sampai 920.000 barel per hari pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 turun menjadi 850 ribu barel per hari hingga tahun 2016 hanya mampu memproduksi minyak mentah hanya 800 ribu barel per hari.” Ini, ungkap mereka, menjadi alasan kenaikan harga BBM umum di dalam negeri akibat tingginya harga minyak dunia dan membengkaknya APBN untuk subsidi BBM yang padahal kalau dibandingkan dengan kenyataannya sebenarnya harga minyak dunia tidak naik melainkan tetap berada di kisaran 52-54 dolar AS per barel West Texas Intermediate (WTI) Net.
Mereka menyimpulkan, dengan demikian: “Tahun 2017 menjadi tahun ketiga bagi Jokowi-JK untuk menunjukkan pelayanan dan loyalitasnya kepada tuan Imperialisnya (kapitalisme monopoli) secara habis-habisan. Dengan demikian Jokowi-JK pun terus melakukan penghisapan dan penindasan habis-habisan pula terhadap rakyat.” Orator dari IMM menyatakan rezim penguasa menerapkan kebijakan opresif dengan menaikkan harga BBM dan kebutuhan pokok serta bias keberpihakan terhadap kaum kaya dan menindas rakyat jelata. “Padahal seharusnya pendanaan dikelola untuk kemashlatan rakyat,” kecamnya. Menambahi itu, Fauzi dari GMNI menyatakan, “Rezim Jokowi yang mengaku sebagai rezim kerakyatan kenyataannya justru menghancurkan hajat hidup rakyat.” Ini dilengkapi orasi Idiil dari FMN yang mengemukakan rezim Jokowi tidak berbeda dengan rezim-rezim penindas sebelumnya. “Bumi, alam, dan seluruh isinya di Indonesia dijadikan barang dagangan!” Ia kemudian menyerukan, “Kita harus merebut hak-hak kita!”
Dalam demonstrasi pagi itu, massa aksi yang tidak puas dengan pernyataan perwakilan anggota DPRD Kota Malang karena menyatakan hanya meneruskan rilis pers dan tuntutan aliansi ke Pemerintah Pusat, kemudian memperingatkan akan kembali memobilisasi massa lebih besar dengan menggalang buruh dan tani. Setelah membacakan tuntutannya, yaitu turunkan harga BBM, cabut PP Nomor 30 tahun 2009 Pasal 72, tinjau ulang kenaikan tarif PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan Tolak Pencabutan Subsidi Listrik, massa aksi kemudian membubarkan diri diiringi dengan lagu Internasionale. (lk)
Comment here